(BAGIAN KEDUA)
PERTEMUAN : KEDUA
BUKU :
MUSTHALAH AL-HADITS
KARYA : IBNU
‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"MARFU' HUKMI"
Telah
berlalu pada pertemuan sebelumnya masail seputar Marfu' Sharih. Kemudian uraian kita pada kali ini adalah masail seputar Marfu' Hukmi, insya Allah.
Berkata
asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah
:
2_ وَالْمَرْفُوْعُ حُكْماً: مَا كَانَ لَهُ حُكْمُ الْمُضَافِ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ أَنْوَاعٌ
Marfu' Hukmi yaitu :
Sesuatu yang memiliki hukum mudhaf (disandarkan) kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan hal ini (yakni Marfu' hukmi) ada beberapa bentuk :
الأَوَّلُ - قَوْلُ الصَّحَابِيِّ إِذَا
لَمْ يُمْكِنْ أَنْ يَكُوْنَ مِنْ قَبِيْلِ الرَّأْيِ وَلَمْ يَكُنْ تَفْسِيْراً،
وَلَا مَعْرُوْفاً قَائِلُهُ بِالْأَخْذِ عَنِ الْإِسْرَائِيْلِيَاتِ، مِثْلُ أَنْ
يَكُوْنَ خَبَراً عَن أَشْرَاطِ السَّاعَةِ، أَوْ أَحْوَالِ الْقِيَامَةِ، أَوِ الْجَزَاءِ.
Pertama.
Ucapan shahabat
apabila tidak mengandung kemungkinan berasal dari pendapatnya. Dan bukan
sebagai tafsir. Dan pengucapnya bukan seorang yang ma'ruf mengambil dari
israiliyat (berita-berita bani israil _pent).
(Hal in adalah _pent) seperti: khabar
tentang tanda-tanda hari kiamat. Atau tentang keadaan-keadaan hari kiamat. Atau
tentang pembalasan.
فَإِنْ كَانَ مِنْ قَبِيْلِ الرَّأْيِ فَهُوَ مَوْقُوْفٌ
Apabila berasal
dari pendapatnya, maka hal tersebut adalah Mauquf.
وَإِنْ كَانَ تَفْسِيْراً فَالْأَصْلُ: لَهُ حُكْمُ نَفْسِهِ، وَالتَّفْسِيْرُ
مَوْقُوْفٌ
Dan apabila
sebagai tafsir, maka asalnya ia memiliki hukum tersendiri. Dan tafsir tersebut
adalah Mauquf.
وَإِنْ كَانَ قَائِلُهُ مَعْرُوْفاً بِالْأَخْذِ عَنِ الْإِسْرَائِيْلِيَاتِ،
فَهُوَ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ أَنْ يَكُوْنَ خَبَراً إِسْرَائِيْلِياً، أَوْ حَدِيثاً
مَرْفُوْعاً، فَلَا يُحْكَمُ فِيْهِ بِأَنَّهُ حَدِيْثٌ لِلشَّكِّ فِيْهِ
Dan apabila
pengucapnya adalah seorang yang ma'ruf mengambil dari israiliyat, sementara ia
ragu antara apakah khabar tersebut israiliyat atau Hadits secara
Marfu'. Maka khabar tersebut tidak dihukumi sebagai Hadits, karena
terjadinya Syak (keraguan) padanya.
وَقَدْ ذَكَرُوْا أَنَّ الْعَبَادِلَةَ وَهُمْ: عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ،
وَعَبْدُ اللهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، وَعَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، وَعَبْدُ
اللهِ بْنُ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِ، أَخَذُوْا عَنْ أَحْبَارِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ:
مِنْ كَعْبٍ الأَحْبَارِ، أَوْ غَيْرِهِ
Para ulama
menyebutkan, bahwa Al-'Abadilah yakni: 'Abdullah
Ibnu 'Abbas, 'Abdullah Ibnu Az-Zubair,
'Abdullah Ibnu 'Umar Ibnul Khaththab,
dan 'Abdullah Ibnu 'Amr Ibnul 'Ash radhiallahu
'anhum, mereka mengambil dari orang-orang shalihnya Bani Israil:
dari Ka'ab Al-Ahbar atau selainnya.
الثَّانِيُّ - فِعْلُ الصَّحَابِيِّ إِذَا
لَمْ يُمْكِنْ أَنْ يَكُوْنَ مِنْ قَبِيْلِ الرَّأْيِ، وَمَثَّلُوْا لِذَلِكَ بِصَلَاةِ
عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِيْ الْكُسُوْفِ أَكْثَرَ مِنْ رُكُوْعَيْنِ فِيْ كُلِّ
رَكْعَةٍ
Kedua.
Perbuatan
shahabat apabila tidak mengandung kemungkinan dari pendapatnya.
Dan para ulama
memberikan suatu contoh dengan shalatnya Ali
Ibnu Abi Thalib radhiallahu 'anhu tentang shalat Kusuf yang lebih
dari dua ruku' pada setiap rakaat.
الثَّالِثُ - أَنْ يُضِيْفَ الصَّحَابِيُّ
شَيْئاً إِلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَذْكُرْ
أَنَّهُ عَلِمَ بِهِ. كَقَوْلِ أَسْمَاءِ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا:
ذَبَحْنَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَساً، وَنَحْنُ
فِيْ الْمَدِيْنَةِ فَأَكَلْنَاهُ
Ketiga.
Seorang
shahabat menyandarkan sesuatu kepada zaman nabi
shallallahu 'alahi wasallam, walaupun ia tidak menyebutkan bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengetahuinya.
Seperti ucapan Asma' Bintu Abi Bakr radhiallahu 'anhuma:
"ذَبَحْنَا عَلَى
عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَساً، وَنَحْنُ فِيْ الْمَدِيْنَةِ
فَأَكَلْنَاهُ"
"Kami
menyembelih kuda di zaman nabi shallallahu
'alaihi wasallam, dan kami sedang berada di Madinah, maka kami memakannya."
الرَّابِعُ - أَنْ يَقُوْلَ الصَّحَابِيُّ
عَنْ شَيْءٍ بِأَنَّهُ مِنَ السُّنَّةِ. كَقَوْلِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ:
مِنَ السُّنَّةِ أَنْ يُخْفِيَ التَّشَهُّدَ، يَعْنِيْ فِيْ الصَّلَاةِ
Keempat.
Seorang
shahabat mengatakan tentang sesuatu, bahwa hal tersebut termasuk 'sunnah'.
Seperti ucapan Ibnu Mas'ud radhiallau 'anhu :
"مِنَ السُّنَّةِ
أَنْ يُخْفِيَ التَّشَهُّدَ"، يَعْنِيْ فِيْ الصَّلَاةِ
"Termasuk
'sunnah' adalah seseorang meng-Ikhfa (tidak menjahar _pent) bacaan tasyahud". Yakni dalam shalat.
فَإِنْ قَالَهُ تَابِعِيٌّ، فَقِيْلَ: مَرْفُوْعٌ، وَقِيْلَ: مَوْقُوْفٌ.
كَقَوْلِ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُوْدٍ: السُّنَّةُ
أَنْ يَخْطُبَ الْإِمَامُ فِيْ الْعِيْدَيْنِ خُطْبَتَيْنِ يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا بِجُلُوْسٍ
Apabila yang
mengatakan hal tersebut adalah seorang tabi'i, ada yang berpendapat bahwa hal
tersebut adalah Marfu', dan ada yang berpendapat bahwa hal tersebut adalah Mauquf.
Seperti ucapan 'Ubaidillah Ibnu 'Abdillah Ibni 'Utbah Ibni Mas'ud
:
"السُّنَّةُ
أَنْ يَخْطُبَ الْإِمَامُ فِيْ الْعِيْدَيْنِ خُطْبَتَيْنِ يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا بِجُلُوْسٍ"
"Yang
sunnah adalah seorang imam berkhuthbah dua kali pada 'idain ('idul adlha dan
'idul fithri), memisah di antara kedua khuthbah tersebut dengan duduk."
الخَامِسُ - قَوْلُ الصَّحَابِيِّ: أُمِرْنَا
أَوْ نُهِيْنَا أَوْ أُمِرَ النَّاسُ وَنَحْوُهُ
Kelima.
Perkataan
shahabat: "أُمِرْنَا" (kami diperintahkan) atau "نُهِيْنَا" (kami dilarang) atau "أُمِرَ النَّاسُ" (orang-orang diperintahkan) dan yang semisalnya.
كَقَوْلِ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أُمِرْنَا أَنْ نُخْرُجَ
فِيْ الْعِيْدَيْنِ الْعَوَاتِقَ
Seperti ucapan
shahabiyah Ummu 'Athiyyah radhiallahu 'anha:
"Kami diperintahkan untuk mengeluarkan para budak pada 'idain ('idul adlha
dan 'idul fithri)".
وَقَوْلِهَا: نُهِيْنَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَلَمْ يُعْزَمْ
عَلَيْنَا
Demikian juga
seperti ucapan beliau radhiallahu 'anha:
"Kami dilarang dari mengiringi jenazah dan hal tersebut tidak ditekankan
kepada kami".
وَقَوْلِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أُمِرَ النَّاسُ أَنْ
يَكُوْنَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ
Dan seperti
ucapan Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma:
"Orang-orang diperintahkan agar mengakhiri haji mereka dengan thawaf di Baitulllah".
وَقَوْلِ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: وُقِّتَ لَنَا فِيْ قَصِّ الشَّارِبِ
وَتَقْلِيْمِ الْأَظَافِرِ وَنَتْفِ الْإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ
فَوْقَ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Dan seperti
ucapan Anas Ibnu Malik radhiallahu 'anhu: "Kami diberi waktu untuk
memangkas kumis, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu
kemaluan agar jangan membiarkan labih dari empat puluh malam".
السَّادِسُ - أَنْ يَحْكُمَ الصَّحَابِيُّ
عَلَى شَيْءٍ بِأَنَّهُ مَعْصِيَّةٌ؛ كَقَوْلِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
فِيْمَنْ خَرَجَ مِنَ الْمَسْجِدِ بَعْدَ الْأَذَانِ: أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا
الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Keenam.
Seorang
shahabat memberi hukum terhadap sesuatu, bahwa sesuatu tersebut adalah maksiat.
Seperti ucapan Abu Hurairah radhiallahu 'anhu tentang orang
yang keluar dari masjid setelah adzan :
"أَمَّا هَذَا
فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ"
"Adapun
orang ini, ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim
(yakni nabi) shallallahu 'alaihi wasaalm."
وَكَذَا لَوْ حَكَمَ الصَّحَابِيُّ عَلَى شَيْءٍ بِأَنَّهُ طَاعَةٌ. إِذْ
لَا يَكُوْنُ الشَّيْءُ مَعْصِيَّةً أَوْ طَاعَةً إِلَّا بِنَصٍّ مِنَ الشَّارِعِ،
وَلَا يَجْزِمُ الصَّحَابِيُّ بِذَلِكَ إِلَّا وَعِنْدَهُ عِلْمٌ مِنْهُ
Demikian juga
apabila seorang shahabat menghukumi sesuatu, bahwa sesuatu tersebut adalah
keta'atan. Yang demikian itu dikarenakan tidaklah sesuatu dihukumi sebagai kemaksiatan
atau keta'atan melainkan dengan adanya nash (keterangan) dari Syari' (pembuat
syari'at). Dan tidaklah seorang shahabat menetapkan hal tersebut melainkan
adanya ilmu padanya mengenai hal tersebut.
السَّابِعُ – قَوْلُهُمْ عَنِ الصَّحَابِيِّ:
رَفَعَ الْحَدِيْثَ أَوْ رِوَايَةً
Ketujuh.
Perkataan
mereka (yakni tabi'in _pent) dari
shahabat: "memarfu'kan hadits" atau "secara riwayat"
كَقَوْلِ سَعِيْدٍ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
قَالَ: "الشِّفَاءُ فِيْ ثَلَاثٍ: شُرْبَةِ عَسَلٍ، وَشَرْطَةِ مِحْجِمٍ، وَكَيَّةِ
نَارٍ، وَأَنْهَى أُمَّتِيْ عَنِ الْكَيْ"، رَفَعَ الْحَدِيْثَ
Seperti ucapan Sa'id Ibnu Jubair rahimahullah dari Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma, beliau
berkata :
"Pengobatan
itu pada tiga hal: meminum madu, sesetan bekam, (menempelkan) besi yang
dipanaskan dari api. Dan aku melarang ummatku dari besi yang dipanaskan."
Beliau radhiallahu 'anhuma me-Marfu'-kan hadits tersebut.
وَقَوْلِ سَعِيْدٍ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ رَوَايَةُ: "الفِطْرَةُ خَمْسٌ، أَوْ خَمْسٌ مِنَ الْفِطْرَةِ:
الخِتَانُ، وَالْاِسْتِحْدَادُ، وَنَتْفُ الْإِبْطِ، وَتَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ، وَقَصُّ
الشَّارِبِ"
Dan seperti
ucapan Sa'id Ibnul Musayyab rahimahullah
dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,
secara riwayat :
"Al-fithrah
ada lima atau lima dari Al-Fithrah : berkhitan, mencukur bulu kemaluan,
mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memangkas kumis."
وَكَذَلِكَ لَوْ قَالُوْا عَنِ الصَّحَابِيِّ: يَأْثُرُ الْحَدِيْثَ،
أَوْ يَنْمِيْهِ، أَوْ يُبَلِّغُ بِهِ وَنَحْوُهُ،
Demikian
juga andaikata mereka (para tabi'in _pent)
mengatakan dari shahabat:
"يَأْثُرُ الْحَدِيْثَ" (seorang shahabat menyebutkan suatu
hadits), atau "يَنْمِيْهِ" (seorang shahabat menyampaikan suatu hadits), "يُبَلِّغُ بِهِ" (seorang shahabat menyampaikan suatu
hadits). Dan yang semisalnya.
فَإِنَّ مِثْلَ هَذِهِ الْعِبَارَاتِ
لَهَا حُكْمُ الْمَرْفُوْعِ صَرِيْحاً، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ صَرِيْحَةً فِيْ إِضَافَتِهَا
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكِنَّهَا مُشْعِرَةٌ بِذَلِكَ
Sesungguhnya
ibarat-ibarat yang semisal ini memiliki hukum Marfu' secara Sharih. Walaupaun
tidak Sharih penyandarannya kepada nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, akan tetapi hal tersebut bisa
terdeteksi.
Wallahu
a'lam bish-shawab.
Akhukum fillah :
Ahad, 11 - Muharram - 1437 H / 25 - 10 - 2015 M
0 komentar:
Posting Komentar