Translate

Minggu, 02 Agustus 2015

17). At-Tadlis.



PERTEMUAN : KE - TUJUH BELAS
BUKU : MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
___________



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ



“AT-TADLIS”


Secara garis besar, yang akan kita uraikan bersama pada pertemuan kita kali ini, adalah masalah seputar “At-Tadlis” insya Allah. Yang cakupannya sebagaimana disampaikan oleh asy-sayaikh rahimahullah :

التَّدْلِيسُ
أ_ تَعْرِيْفُهُ، ب_ أَقْسَامُهُ، ج_ طَائِفَةٌ مِنَ المُدَلِّسِينَ، د_ حُكْمُ حَدِيثِ المُدَلِّسِ

• Pembahsaan At-Tadlis yang mencakup :

A). Definisi At-Tadlis.
B). Pembagian At-Tadlis.
C). Golongan Para Mudallisin.
D). Hukum Hadits Seorang Mudallis.

*****

A). Definisi At-Tadlis.

أ_ التَّدْلِيْسُ
سِيَاقُ الحَدِيثِ بِسَنَدٍ؛ يُوْهِمُ أَنَّهُ أَعلَى مِمَّا كَانَ عَلَيهِ فِي الوَاقِعِ

At-Tadlis yaitu :
Konteks suatu hadits dengan sanad, yang sanad tersebut memberikan sangkaan, seakan ia adalah sanad yang lebih ‘ali (tinggi) dari kenyataan yang sebenarnya.

B). Pembagian At-Tadlis.

ب_ وَيَنْقَسِمُ إِلَى قِسمَينِ : تَدْلِيسُ الإِسنَادِ، وَتَدلِيسُ الشُّيُوْخِ

Dan At-Tadlis terbagi menjadi dua bagian : 1). Tadlis Al-Isnad, dan 2). Tadlis Asy-Syuyukh.

فَتَدْلِيسُ الإِسنَادِ : أَنْ يَروِيَ عَمَّنْ لَقِيَهُ مَا لَمْ يَسمَعْهُ مِن قَولِهِ أَو يَرَهُ مِن فِعلِهِ، بِلَفْظٍ يُوهِمُ أَنَّهُ سَمِعَهُ أَو رَآهُ، مِثلُ : قَالَ، أَو فَعَلَ، أَو عَن فُلاَن، أَو أَنَّ فُلاَناً قَالَ، أَو فَعَلَ، وَنَحوِ ذَلِكَ

Adapun Tadlis Al-Isnad yaitu :
Seorang perawi meriwayatkan suatu ucapan atau perbuatan yang ia tidak pernah mendengar dan tidak pernah melihat ucapan dan perbuatan tersebut, dari seseorang yang ia pernah bertemu dengannya. Ia meriwayatkan darinya dengan suatu lafazh yang memberikan sangkaan, seakan-akan ia pernah mendengar atau melihatnya. Seperti lafazh : “قَالَ” (ia berkata) atau “فَعَلَ” (ia berbuat) atau “عَن فُلاَن” (dari fulan) atau “أَنَّ فُلاَناً قَالَ، أَو فَعَلَ” (bahwasannya fulan berkata atau berbuat) dan yang semisalnya.

Sebagai contoh :

Perkataan Sufyan Ibnu ‘Uyainah : “قَاَلَ الزُّهرِيُّ” (Berkata Az-Zuhri).

Maka ditanyakan kepada Sufyan : "Apakah engkau mendengar dari Az-Zuhri?"

Maka Sufyan menjawab : "Telah menceritakan kepadaku ‘Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Az-Zuhri.

(Lihat : Syarh Ikhtishar ‘Ulumil Hadits Libni Katsir. Cet : Muassasah Ar-Risalah. Hal : 85).

Apa yang dilakukan oleh Sufyan Ibnu ‘Uyainah dalam contoh di atas, seakan-akan memberikan sangkaan kepada kita, bahwa ia telah menyampaikan sesuatu yang ia dapatkan secara langsung dari Az-Zuhri. Namun setelah diteliti, ternyata Sufyan Ibnu ‘Uyainah melakukan tadlis. Dan tadlis ini dinamakan tadlis al-isnad. Rahimahumullahu al-jami’.

Kemudian berkata asy-syaikh rahimahulah :

وَتَدلِيسُ الشُّيُوخِ : أَن يُسَمِّيَ الرَّاوِيُّ شَيخَهُ، أَو يَصِفُهُ بِغَيرِ مَا اشتَهَرَ بِهِ فَيُوهِمُ أَنَّهُ غَيرُهُ؛ إِمَّا لِكَونِهِ أَصغَرَ مِنهُ، فَلاَ يُحِبُّ أَن يُظهِرَ رِوَايَتَهُ عَمَّن دُونَهُ، وَإِمَّا لِيَظُنَّ النَّاسُ كَثرَةَ شُيُوخِهِ، وَإِمَّا لِغَيرِهِمَا مِن المَقَاصِدِ

Adapun Tadlis Asy-Syuyukh yaitu :
Seorang perawi menyebutkan nama syaikhnya, atau mensifatinya, dengan sesuatu yang ia tidak masyhur dengannya. Sehingga hal tersebut memberikan sangkaan, seakan-akan ia bukan syaikhnya.

(Mengapa sang perawi melakukan demikian? _pent)

(Pertama _pent)
Hal tersebut, bisa jadi dikarenakan syaikhnya lebih muda darinya, sehingga sang perawi kurang suka menampakkan riwayatnya dari orang yang di bawah umurnya.

(Kedua _pent)
Atau bisa jadi juga, karena agar manusia menyangka, seakan-akan sang perawi adalah orang yang memiliki banyak syaikh. Atau bisa juga, karena tujuan-tujuan selain kedua hal tersebut. Wallahu a’lam.

C). Golongan Para Mudallisin.

ج- وَالمُدَلِّسُونَ كَثِيرُونَ، وَفِيهِمُ الضُّعَفَاءُ وِالثِّقَاتُ؛ كَالحَسَنِ البَصرِيِّ، وَحُمَيدٍ الطَّوِيلِ، وَسُلَيمَانَ بنِ مِهرَانِ الأَعمَشِّ، وَمُحَمَّدٍ بنِ إِسحَاقَ، وَالوَلِيدِ بنِ مُسلِمٍ، وَقَد رَتَّبَهُم الحَافِظُ إِلَى خمَسِ مَرَاتِبِ

Para perawi yang melakukan tadlis sangat banyak jumlahnya. Di antara mereka ada para perawi yang dh'aif dan ada para perawi yang tsiqah. Di antara para perawi yang melakukan tadlis adalah seperti : Al-Hasan Al-Bashri, Humaid Ath-Thawil, Sulaiman Ibnu Mihran Al-A'masy, Muhammad Ibnu Ishaq, dan Al-Walid Ibnu Muslim.

Dan Al-Hafizh (yakni Ibnu Hajar rahimahullah) telah mengurutkan mereka menjadi lima tingkatan :

الأُولَ : مَن لَمْ يُوصَفْ بِهِ إِلاَّ نَادِراً؛ كَيَحْيَى بنِ سَعِيدٍ

Pertama.
Perawi yang tidak disifati sebagai seorang mudallis. Hanya saja terkadang melakukan tadlis. Seperti imam Yahya Ibnu Sa’id rahimahullah.

الثَّانِيَةُ : مَن احتَمَلَ الأَئِمّةُ تَدلِيسَهُ، وَأَخْرَجُوا لَهُ فِي "الصَّحِيحِ"؛ لِإِمَامَتِهِ، وَقِلَّةِ تَدلِيسِهِ فِي جَنْبِ مَا رَوَى؛ كَسُفيَانِ الثَّورِيِّ، أَو كَانَ لاَ يُدَلِّسُ إِلاَّ عَن ثِقَةٍ؛ كَسُفيَانِ بنِ عُيَينَةَ

Kedua.
Perawi yang dianggap oleh para imam mungkin melakukan tadlis. Dan haditsnya dikeluarkan dalam “kitab ash-shahih” (semisal Bukhari dan Muslim _pent).

Yang demikian karena ke-imam-an perawi tersebut, dan sedikitnya melakukan tadlis dibanding apa yang ia riwayatkan. Ini seperti imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah.

Atau perawi tersebut tidaklah melakukan tadlis, melainkan syaikh yang ditadlis adalah dari kalangan perawi yang tsiqah. Ini seperti imam Sufyan Ibnu ‘Uyainah rahimahullah.

الثَّالِثَةُ : مَن أَكْثَرَ مِنَ التَّدلِيسِ غَيرِ مُتَقَيَّدٍ بِالثَّقَاتِ؛ كَأَبِي الزُّبَيرِ المَكِّيِّ

Ketiga.
Perawi yang banyak melakukan tadlis, yang tidak muqayyad (terbatas) hanya dari kalangan tsiqah, (akan tetapi bercampur terkadang mentadlis syaikh yang tisqah dan terkadang mentadlis syaikh yang dha’if _pent). Ini seperti Abu Az-Zubair Al-Makki rahimahullah.

الرَّابِعَةُ : مَن كَانَ أَكثَرُ تَدلِيسِهِ عَنِ الضُّعَفَاءِ وَالمَجَاهِيلِ؛ كَبَقِيَّةَ بنِ الوَلِيدِ

Ke-empat.
Perawi yang kebanyakan tadlisnya dari kalangan para perawi yang dha’if dan majhul. Ini seperti yang dilakukan oleh Baqiyah Ibnul Walid rahimahullah.

الخَامِسَةُ : مَنِ انضَمَّ إِلَيهِ ضَعفٌ بِأَمرٍ آخَر؛ كَعَبدِ اللهِ بنِ لَهِيعَةَ

Ke-lima.
(Selain ia seorang perawi yang melakukan tadlis _pent), ia juga memiliki sisi kelemahan dengan perkara yang lain. (Sehingga terrangkaplah padanya dua sisi kelemahan _pent). Ini seperti ‘Abdullah Ibnu Lahi’ah rahimahullah.

D). Hukum Hadits Seorang Mudallis.

د_ وَحَدِيثُ المُدَلِّسِ غَيرُ مَقبُولٍ إِلاَّ أَن يَكُونَ ثِقَةً، وَيُصَرِّحُ بِأَخذِهِ مُبَاشَرَةً عَمَّن رَوَى عَنهُ، فَيَقُولُ : سَمِعتُ فُلاَناً يَقُولُ، أَو رَأَيتُهُ يَفعَلُ، أَو حَدَّثَنِيْ وَنَحوُهُ

Hadits seorang perawi mudallis adalah Ghairu Maqbul alias tidak diterima. Terkecuali sang mudallis tersebut adalah seorang yang tsiqah. Dan ia mentashrih (menyatakan dengan jelas) bahwa ia mengambil secara langsung dari siapa yang ia meriwayatkan darinya. Dengan mengatakan : "سَمِعتُ فُلاَناً يَقُولُ" (Saya mendengar fulan berkata) atau "رَأَيتُهُ يَفعَلُ" (saya melihatnya berbuat) atau "حَدَّثَنِيْ" (dia bercerita kepadaku) dan yang semisalnya.

لَكِنْ مَا جَاءَ فِي "صَحِيحَيْ البُخَارِيِّ وَمُسلِمٍ" بِصِيغَةِ التَّدلِيسِ عَن ثِقَاتِ المُدَلِّسِينَ فَمَقبُولٌ؛ لِتَلَقِّي الأُمَّةِ لِمَا جَاءَ فِيهِمَا بِالقَبُولِ مِن غَيرِ تَفصِيلٍ

Akan tetapi apa-apa yang datang dalam Shahihain Bukhari dan Muslim dengan konteks tadlis dari para perawi yang tsiqah yang melakukan tadlis adalah diterima. Karena pernyataan ummat islam terhadap kedua kitab shahih tersebut adalah diterima tanpa tafshil (yakni secara gobal _pent).

Wallahu A’lam Bish Shawab.


*****


LATIHAN

1). Apa gerangan yang dimaksud dengan At-Tadlis?
2). Terbagi menjadi berapakah At-Tadlis?
3). Apa gerangan yang dimaksud dengan Tadlis Al-Isnad?
4). Apa gerangan yang dimaksud dengan Tadlis Asy-Syuyukh?
5). Mengapa sang perawi melakukan Tadlis Asy-Syuyukh?
6). Di antara para perawi yang melakukan tadlis adalah seperti : …
7). Dan Al-Hafizh (yakni Ibnu Hajar rahimahullah) telah mengurutkan para perawi mudallis menjadi lima tingkatan, yaitu : …
8). Terangkanlah rincian hukum hadits seorang perawi yang mudallis!
9). Lalu bagaimana dengan periwayatan para mudallisin dalam shahihain?



JAWABAN

1). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .

التَّدْلِيْسُ : سِيَاقُ الحَدِيثِ بِسَنَدٍ؛ يُوْهِمُ أَنَّهُ أَعلَى مِمَّا كَانَ عَلَيهِ فِي الوَاقِعِ

At-Tadlis yaitu :
Konteks suatu hadits dengan sanad, yang sanad tersebut memberikan sangkaan, seakan ia adalah sanad yang lebih ‘ali (tinggi) dari kenyataan yang sebenarnya.

2). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .

وَيَنْقَسِمُ إِلَى قِسمَينِ : تَدْلِيسُ الإِسنَادِ، وَتَدلِيسُ الشُّيُوْخِ

Dan At-Tadlis terbagi menjadi dua bagian : Tadlis Al-Isnad dan Tadlis Asy-Syuyukh.

3). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .

فَتَدْلِيسُ الإِسنَادِ : أَنْ يَروِيَ عَمَّنْ لَقِيَهُ مَا لَمْ يَسمَعْهُ مِن قَولِهِ أَو يَرَهُ مِن فِعلِهِ، بِلَفْظٍ يُوهِمُ أَنَّهُ سَمِعَهُ أَو رَآهُ، مِثلُ : قَالَ، أَو فَعَلَ، أَو عَن فُلاَن، أَو أَنَّ فُلاَناً قَالَ، أَو فَعَلَ، وَنَحوِ ذَلِكَ

Adapun Tadlis Al-Isnad yaitu :
Seorang perawi meriwayatkan suatu ucapan atau perbuatan yang ia tidak pernah mendengar dan tidak pernah melihat ucapan dan perbuatan tersebut, dari seseorang yang ia pernah bertemu dengannya. Ia meriwayatkan darinya dengan suatu lafazh yang memberikan sangkaan, seakan-akan ia pernah mendengar atau melihatnya. Seperti lafazh : “قَالَ” (ia berkata) atau “فَعَلَ” (ia berbuat) atau “عَن فُلاَن” (dari fulan) atau “أَنَّ فُلاَناً قَالَ، أَو فَعَلَ” (bahwasannya fulan berkata atau berbuat) dan yang semisalnya.

4). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .

وَتَدلِيسُ الشُّيُوخِ : أَن يُسَمِّيَ الرَّاوِيُّ شَيخَهُ، أَو يَصِفُهُ بِغَيرِ مَا اشتَهَرَ بِهِ فَيُوهِمُ أَنَّهُ غَيرُهُ

Adapun Tadlis Asy-Syuyukh yaitu :
Seorang perawi menyebutkan nama syaikhnya, atau mensifatinya, dengan sesuatu yang ia tidak masyhur dengannya. Sehingga hal tersebut memberikan sangkaan, seakan-akan ia bukan syaikhnya.

5). (Pertama _pent)
Hal tersebut, bisa jadi dikarenakan syaikhnya lebih muda darinya, sehingga sang perawi kurang suka menampakkan riwayatnya dari orang yang di bawah umurnya.

(Kedua _pent)
Atau bisa jadi juga, karena agar manusia menyangka, seakan-akan sang perawi adalah orang yang memiliki banyak syaikh. Atau bisa juga, karena tujuan-tujuan selain kedua hal tersebut. Wallahu a’lam.

6). Al-Hasan Al-Bashri, Humaid Ath-Thawil, Sulaiman Ibnu Mihran Al-A'masy, Muhammad Ibnu Ishaq, dan Al-Walid Ibnu Muslim.

7). Dan Al-Hafizh (yakni Ibnu Hajar rahimahullah) telah mengurutkan mereka menjadi lima tingkatan :

الأُولَ : مَن لَمْ يُوصَفْ بِهِ إِلاَّ نَادِراً؛ كَيَحْيَى بنِ سَعِيدٍ

Pertama.
Perawi yang tidak disifati sebagai seorang mudallis. Hanya saja terkadang melakukan tadlis. Seperti imam Yahya Ibnu Sa’id rahimahullah.

الثَّانِيَةُ : مَن احتَمَلَ الأَئِمّةُ تَدلِيسَهُ، وَأَخْرَجُوا لَهُ فِي "الصَّحِيحِ"؛ لِإِمَامَتِهِ، وَقِلَّةِ تَدلِيسِهِ فِي جَنْبِ مَا رَوَى؛ كَسُفيَانِ الثَّورِيِّ، أَو كَانَ لاَ يُدَلِّسُ إِلاَّ عَن ثِقَةٍ؛ كَسُفيَانِ بنِ عُيَينَةَ

Kedua.
Perawi yang dianggap oleh para imam mungkin melakukan tadlis. Dan haditsnya dikeluarkan dalam “kitab ash-shahih” (semisal Bukhari dan Muslim _pent).

Yang demikian karena ke-imam-an perawi tersebut, dan sedikitnya melakukan tadlis dibanding apa yang ia riwayatkan. Ini seperti imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah.

Atau perawi tersebut tidaklah melakukan tadlis, melainkan syaikh yang ditadlis adalah dari kalangan perawi yang tsiqah. Ini seperti imam Sufyan Ibnu ‘Uyainah rahimahullah.

الثَّالِثَةُ : مَن أَكْثَرَ مِنَ التَّدلِيسِ غَيرِ مُتَقَيَّدٍ بِالثَّقَاتِ؛ كَأَبِي الزُّبَيرِ المَكِّيِّ

Ketiga.
Perawi yang banyak melakukan tadlis, yang tidak muqayyad (terbatas) hanya dari kalangan tsiqah, (akan tetapi bercampur terkadang mentadlis syaikh yang tisqah dan terkadang mentadlis syaikh yang dha’if _pent). Ini seperti Abu Az-Zubair Al-Makki rahimahullah.

الرَّابِعَةُ : مَن كَانَ أَكثَرُ تَدلِيسِهِ عَنِ الضُّعَفَاءِ وَالمَجَاهِيلِ؛ كَبَقِيَّةَ بنِ الوَلِيدِ

Ke-empat.
Perawi yang kebanyakan tadlisnya dari kalangan para perawi yang dha’if dan majhul. Ini seperti yang dilakukan oleh Baqiyah Ibnul Walid rahimahullah.

الخَامِسَةُ : مَنِ انضَمَّ إِلَيهِ ضَعفٌ بِأَمرٍ آخَر؛ كَعَبدِ اللهِ بنِ لَهِيعَةَ

Ke-lima.
(Selain ia seorang perawi yang melakukan tadlis _pent), ia juga memiliki sisi kelemahan dengan perkara yang lain. (Sehingga terrangkaplah padanya dua sisi kelemahan _pent). Ini seperti ‘Abdullah Ibnu Lahi’ah rahimahullah.

8). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .

وَحَدِيثُ المُدَلِّسِ غَيرُ مَقبُولٍ إِلاَّ أَن يَكُونَ ثِقَةً، وَيُصَرِّحُ بِأَخذِهِ مُبَاشَرَةً عَمَّن رَوَى عَنهُ، فَيَقُولُ : سَمِعتُ فُلاَناً يَقُولُ، أَو رَأَيتُهُ يَفعَلُ، أَو حَدَّثَنِيْ وَنَحوُهُ

Hadits seorang perawi mudallis adalah Ghairu Maqbul alias tidak diterima. Terkecuali sang mudallis tersebut adalah seorang yang tsiqah. Dan ia mentashrih (menyatakan dengan jelas) bahwa ia mengambil secara langsung dari siapa yang ia meriwayatkan darinya. Dengan mengatakan : "سَمِعتُ فُلاَناً يَقُولُ" (Saya mendengar fulan berkata) atau "رَأَيتُهُ يَفعَلُ" (saya melihatnya berbuat) atau "حَدَّثَنِيْ" (dia bercerita kepadaku) dan yang semisalnya.

9). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .

لَكِنْ مَا جَاءَ فِي "صَحِيحَيْ البُخَارِيِّ وَمُسلِمٍ" بِصِيغَةِ التَّدلِيسِ عَن ثِقَاتِ المُدَلِّسِينَ فَمَقبُولٌ؛ لِتَلَقِّي الأُمَّةِ لِمَا جَاءَ فِيهِمَا بِالقَبُولِ مِن غَيرِ تَفصِيلٍ

Akan tetapi apa-apa yang datang dalam Shahihain Bukhari dan Muslim dengan konteks tadlis dari para perawi yang tsiqah yang melakukan tadlis adalah diterima. Karena pernyataan ummat islam terhadap kedua kitab shahih tersebut adalah diterima tanpa tafshil (yakni secara gobal _pent).


Baarakallahu fikum wayaftahallahu ‘alaikum.



Akhukum Fillah
Ahad - 1 - Agustus - 2015 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.