بِسْمِ
الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Pertanyaan
: Apakah
dipersyaratkan muttashilul-isnad (sanad harus bersambung) dan tidak ada
inqitha’ (keterputusan) pada “Hadits Musnad” ?
Al-jawab : Iya. Sebagian ahli hadits ada yang mempersyaratkan syarat
tersebut, diantara mereka adalah imam al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin
Abdillah al-Hakim an-Naisaburi rahimahullahu, beliau menuturkan:
والمسند من
الحديث: أن يرويه المحدث عن شيخ يظهر سماعه منه لسن يحتمله، وكذلك سماع شيخه من
شيخه إلى أن يصل الإسناد إلى صحابي مشهور إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم.
Hadits
Musnad adalah suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang ahli hadits dari
seorang syaikh/guru, yang nampak sama’/mendengarnya dari guru tersebut karena faktor
usia yang memungkinkan. Demikian juga guru tersebut mendengar dari gurunya,
hingga sanad tersebut sampai/bersambung kepada seorang shahabat yang masyhur
hingga rasul Allah shallallahu ‘alaihi wasallam. [Ma’rifat Ulum Hadits]
Kemudian al-Hakim melanjutkan penuturannya:
ثم
للمسند شرائط غير ما ذكرناه، منها: أن لا يكون موقوفًا ولا مرسلًا ولا معضلًا ولا
في روايته مدلس ... ومن شرائط المسند: أن لا يكون في إسناده (أُخْبِرْتُ عن فلانة)
ولا (حُدِّثْتُ عن فلان) ولا (بَلَغَنِيْ عن فلان) ولا (رفعه فلان) ولا (أظنه
مرفوعًا) وغير ذلك ما ينفسد به.
Kemudian
Hadits Musnad juga memiliki syarat-syarat selain yang telah kami sebutkan! Diantaranya:
ia tidak boleh mauquf, mursal, mu’dhal, dan tidak ada periwayatan yang
ditadlis… Dan diantara syarat-syarat Hadits Musnad juga: tidak boleh pada
sanadnya terdapat konteks أُخْبِرْتُ عن فلانة (aku dikhabarkan dari fulan), حُدِّثْتُ عن فلان (disampaikan dari fulan), بَلَغَنِيْ عن فلان (telah menyampaikan kepadaku dari
fulan), رفعه فلان (fulan memarfu’kan), أظنه مرفوعًا (menurutku ia adalah marfu’) dan lain sebagainya yang menjadi
rusak dengan sesuatu tersebut (yakni: lafazh-lafazh dengan shighat tamridl
bukan shighat jazm_pent). [Ma’rifat Ulum Hadits]
Senada dengan pendapat yang dipegang oleh al-Hakim juga dipegang oleh Abu Bakr Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khatib al-Baghdadi rahmatullahi ‘alaih, beliau menuturkan:
Senada dengan pendapat yang dipegang oleh al-Hakim juga dipegang oleh Abu Bakr Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khatib al-Baghdadi rahmatullahi ‘alaih, beliau menuturkan:
وصفهم الحديث بأنه مسند: يريدون أن
إسناده متصل بين روايه وبين من أسند عنه، إلا أن أكثر استعمالهم هذه العبارة هو:
فيما أسند عن النبي صلى الله عليه و سلم خاصة، واتصال الإسناد فيه: أن يكون واحد
من رواته سمعه من فوقه حتى ينتهى ذلك إلى آخره، وإن لم يبين فيه السماع، بل اقتصر
على العنعنة.
Pensifatan ahli hadits terhadap
suatu hadits bahwa ia musnad, yang mereka inginkan adalah sanadnya muttashil
(bersambung) antara perawi hadits tersebut dan gurunya. Hanya saja
ibarot/ungkapan ini sering mereka gunakan untuk sesuatu yang khusus
penyandarannya kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan yang diinginkan
dari sanad yang muttashil/bersambung adalah: masing-masing dari para perawinya
mendengar hadits tersebut dari yang diatasnya (yakni: gurunya) hingga selesai
hal tersebut sampai akhir sanad, walaupun tidak menjelaskan dengan lafazh
sama’, bahkan hanya mencukupkan dengan lafazh ‘an’anah. [Al-Kifayah Fi Ilmi
Riwayah]
Selain al-Hakim dan al-Khatib, yang berpegang dengan pendapat ini juga diantaranya adalah al-hafizh Ibnu al-Atsir, al-hafizh adz-Dzahabi, al-hafizh Ibnu Daqiq al-‘Id, imam al-Baiquni dan selain mereka. Rahmatullahi ‘alaihim jami’a wa ‘ala ghairim min ‘ulamaina salafan wa khalafan. Ini adalah pendapat yang pertama, sesuai dengan pertanyaan.
Selain al-Hakim dan al-Khatib, yang berpegang dengan pendapat ini juga diantaranya adalah al-hafizh Ibnu al-Atsir, al-hafizh adz-Dzahabi, al-hafizh Ibnu Daqiq al-‘Id, imam al-Baiquni dan selain mereka. Rahmatullahi ‘alaihim jami’a wa ‘ala ghairim min ‘ulamaina salafan wa khalafan. Ini adalah pendapat yang pertama, sesuai dengan pertanyaan.
Adapun pendapat kedua.
Adalah sebaliknya, yakni tidak
dipersyaratkan pada Hadits Musnad harus dengan sanad yang muttashil/bersambung
dan tidak ada inqitha’/keterputusan. Bahkan terkadang Hadits Musnad sanadnya
tidak muttashil/bersambung dan terjadi inqitha’/keterputusan padanya.
Terdapat sejumlah ahli hadits yang
berpegang dengan pendapat ini, diantara mereka adalah al-imam al-hafizh
Muhammad bin Abdirrahman as-Sakhawi rahmatullahi ‘alaihi, beliau menuturkan:
والمسند: كما قاله أبو عمر ابن عبد
البر في ”التمهيد“
هو: (المرفوع) إلى النبي صلى الله عليه و سلم خاصة، وقد يكون متصلا كمالك عن نافع
عن ابن عمر عن رسول الله صلى الله عليه و سلم. أو منقطعا كمالك عن الزهري عن ابن
عباس عن رسول الله صلى الله عليه و سلم، فهو وإن كان منقطعا لأن الزهري لم يسمع من
ابن عباس فهو مسند لأنه قد أسند إلى النبي صلى الله عليه و سلم.
Hadits
Musnad, sebagaimana dipaparkan oleh al-hafizh Ibnu Abdil Barr rahmatullahi
‘alaih dalam “At-Tamhid”, ia
adalah: hanya khusus hadits yang marfu’ sampai kepada nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, terkadang muttashil/bersambung seperti riwayat imam Malik dari Nafi’
dari Abdullah bin ‘Umar dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan terkadang
terjadi inqitha’/keterputusan seperti riwayat imam Malik dari Zuhri dari
Abdullah bin ‘Abbas dari nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, walaupun riwayat
ini terputus karena Zuhri tidak pernah mendengar dari Abdullah bin ‘Abbas, ia
tetap Musnad, karena ia disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. [Fathul
Mughits Syarah Alfiah Al-Hadits]
Senada
dengan pendapat yang dipegang oleh al-imam al-hafizh Muhammad bin Abdirrahman
as-Sakhawi juga dipegang oleh al-imam al-hafizh Ibnu Hajar Ahmad bin Ali bin
Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Ahmad al-‘Asqalani rahmatullahi ‘alaihima,
beliau menuturkan:
والمُسْنَدُ
هو: مرفوعُ صحابيٍ بسندٍ ظاهرُهُ الاتصال ... وَأنَّ الانقطاعَ الخفيَّ، كعنعنة
المدلِّس، والمعاصِرِ الذي لم يَثْبُتْ لُقِيُّه = لا يُخْرِجُ الحديثَ عن كونه
مسنَداً؛ لإطباق الأئمة الذين خَرَّجُوا المسانيد على ذلك.
Hadits
Musnad adalah: hadits marfu’ dari shahabat dengan sanad yang zhahirnya
muttashil/bersambung… Dan inqitha’ khafi (keterputusan yang samar) seperti
‘an’anah-nya seorang ahli tadlis dan an’anah-nya perawi yang sezaman akan
tetapi tidak menjumpainya, ini tidak mengeluarkan hadits dari kategori Musnad,
karena kesepakatan para imam yang mengeluarkan musnad diatas hal tersebut.
[Nuzhat Nazhar Fi Taudlih Nukhbat Fikar]
Selain al-hafizh
as-Sakhawi dan al-hafizh Ibnu Hajar, yang berpegang dengan pendapat ini juga
diantaranya adalah al-imam
Abul Fadl as-Suyuthi, rahmatullahi ‘alaihim jami’a wa ‘ala ghairim min
‘ulamaina salafan wa
khalafan, beliau menuturkan:
والمراد: اتصال السند ظاهرًا فيدخل
ما فيه انقطاع خفي كعنعنة المدلس والمعاصر الذي لم يثبت لقيه لإطباق من خرج
المسانيد على ذلك.
Yang
diinginkan (dari muttashilus-sanad) adalah sanad yang secara zhahir
muttashil/bersambung, maka masuk juga didalamnya inqitha’ khafi (keterputusan
yang samar) seperti ‘an’anah-nya seorang ahli tadlis dan an’anah-nya
perawi yang sezaman akan tetapi tidak menjumpainya, berdasarkan kesepakatan para imam yang mengeluarkan
musnad diatas hal tersebut. [Tadrib Rawi Syarah Taqrib Nawawi].
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar