Translate

Rabu, 30 September 2015

28). Apabila Al-Jarh Dan At-Ta'dil Bertentangan.



PERTEMUAN : KE-DUA PULUH DELAPAN
BUKU : MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG : IBNU 'UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
__________

بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيْمِ

"APABILA AL-JARH DAN AT-TA'DIL BERTENTANGAN"

Sahabat fillah…
Apabila kita mendapati seorang perawi yang perkaranya telah jelas dan gamblang bagi kita, bahwa sang perawi tersebut adalah seorang perawi yang terakui ketsiqahannya dan dikenal dengan ta'dil atau tautsiq para ulama terhadapnya, tentulah hal ini adalah sesuatu yang mudah bagi kita untuk mencari dan mentela'ahnya. Hal ini seperti keadaan para imam muhadditsin yang perkaranya sangat ma'ruf ditelinga kita bersama, semisal imam Malik, imam Bukhari, imam Muslim, imam Az-Zuhri, imam Ats-Tsauri dan yang semisal mereka. Allahu yarhamuhumul jami'.

Demikian sebaliknya, yakni apabila seorang perawi dikenal dengan jarh para ulama terhadapnya, atau ia adalah seorang perawi yang dikenal dengan kedha'ifannya, atau dikenal dengan memalsukan hadits atau sejenisnya, maka ini juga merupakan sesuatu yang mudah bagi kita untuk mentela'ahnya. Hal ini semisal Abdullah Ibnu Lahi'ah, Muhammad Ibnu Sa'ib Al-Kalbi, Al-Mughirah Ibnu Sa'id Al-Kufi, Muqatil Ibnu Sulaiman dan yang semisal mereka.

Minggu, 27 September 2015

27). Al-Jarh Dan At-Ta'dil (At-Ta'dil).



PERTEMUAN : KE - DUA PULUH TUJUH
BUKU : MUSTHALAH AL HADITS
PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
___________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"AL-JARH DAN AT-TA'DIL (AT-TA'DIL)"

Jika pada pertemuan sebelumnya kita berfokus pada masail seputar Al-Jarh, adapun untuk hari ini, kita akan berfokus pada masail seputar At-Ta'dil insya Allah.

Berkata asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

التَّعْدِيْلُ
أ_ تَعْرِيْفُهُ، ب_ أَقْسَامُهُ، ج_ مَرَاتِبُهُ، د_ شُرُوْطُ قَبُوْلِهِ

At-Ta'dil.
A). Definisi At-Ta'dil.
B). Pembagian At-Ta'dil. 
C). Jenjang At-Ta'dil.
D). Syarat-Syarat Diterimanya At-Ta'dil.

Selasa, 22 September 2015

26). Al-Jarh Dan At-Ta'dil (Al-Jarh).



PERTEMUAN : KE - DUA PULUH ENAM
BUKU : MUSTHALAH AL HADITS
PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
___________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"AL-JARH DAN AT-TA'DIL (AL-JARH)"

Sahabat fillah…
Kaidah Al-Jarh dan At-Ta'dil dalam mabahis (pembahasan) seputar ilmu rijal (berkaitan dengan perawi) dalam ilmu Musthalah Al-Hadits adalah termasuk inti dan kategori terpenting dalam bidang tersebut. Karena dengan mengenal kaidah inilah, derajat ketsiqahan seorang perawi dalam sanad bisa terdeteksi. Dimana hal ini sangat erat kaitannya dengan shahih dan tidaknya suatu hadits. Dan masuk dalam ranah penjagaan kemurnian agama yang diwariskan oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

Dan perlu juga untuk difahami serta dicermati dengan baik,  dahulu para muhadditsin (ahlul hadits), mereka bukanlah berjumlah sedikit. Jumlah mereka adalah bilangan yang sangat banyak. Namun bersamaan dengan itu, kita mendapati tidak semua para muhadditsin tersebut menjadi para ahli dalam bidang ini. Maka ini menunjukan, bahwa ranah ini adalah bukan ranah yang setiap dari kalangan ahlul hadits bisa berbicara dan turut berkecimpung didalamnya. Terlebih kalangan awwamnya.

Di sana, para ulama muhadditsin memberikan aturan-aturan, batasan-batasan, dan ketentuan-ketentuan yang sangat ketat dalam masalah ini. Hal tersebut adalah sesuatu yang sangat wajar, karena pada dasarnya ranah ini menyangkut harga diri dan kehormatan seorang muslim, yang apabila keliru dan tasahhul atau bermudah-mudah dalam hal ini, bisa mengarah kepada ghibah muharramah, mafsadah, dan kerusakan. Dan pada asalnya harga diri, kehormatan, harta, dan darah seorang muslim adalah terjaga, lebih mulya dari ka'bah kiblatul muslimin, dan lebih berharga dari dunia dan seisinya. Oleh karena di antara sebab inilah, tidak semua ahlul hadits berani berbicara dalam bidang ini.

Maka diterapkanlah kaidah-kaidah dan ketentuan tersebut, sebagaimana kita ketahui bersama dalam berbagai kitab-kitab para ahlul hadits yang berkenaan dengan masail Al-Jarh dan At-Ta'dil.

Minggu, 20 September 2015

25). Para Pemalsu Hadits.



PERTEMUAN : KE-DUA PULUH LIMA
BUKU : MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG : IBNU 'UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
__________

بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيْمِ

"PARA PEMALSU HADITS"

E). Sejumlah Para Pembuat Hadits Maudhu'.

Berkata asy-syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :

هـ_ وَالْوَضَّاعُوْنَ كَثِيْرُوْنَ وَمِنْ أَكَابِرِهِمُ المَشْهُوْرِيْنَ

Para pemalsu hadits sangat banyak jumlahnya, di antara para pembesar-pembesarnya yang masyhur adalah :

إِسْحَاقُ بْنُ نَجِيْحٍ الْمَلَطِيْ، وَمَأْمُوْنُ بْنُ أَحْمَدَ الْهَرَوِيْ، وَمُحَمَّدُ بْنُ السَّائِبِ الْكَلْبِيْ، وَالْمُغِيْرَةُ بْنُ سَعِيْدٍ الْكُوْفِيْ، وَمُقَاتِلُ بْنُ سُلَيْمَانَ، وَالْوَاقِدِيْ بْنُ أَبِيْ يَحْيَى

Ishaq Ibnu Najih Al-Malathi (bisa juga dibaca Al-Malthi _pent), Ma'mun Ibnu Ahmad Al-Harawi, Muhammad Ibnu Sa'ib Al-Kalbi, Al-Mughirah Ibnu Sa'id Al-Kufi, Muqatil Ibnu Sulaiman, dan Al-Waqidi Ibnu Abi Yahya.

وَهُمْ أَصْنَافٌ فَمِنْهُمْ

Dan mereka ada beberapa golongan; di antara mereka :

أَوَّلاً_ الزَّنَادِقَةُ الَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ إِفْسَادَ عَقِيْدَةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَتَشْوِيْهَ الْإِسْلَامِ، وَتَغْيِيْرَ أَحْكَامِهِ، مِثْلُ: مُحَمَّدٍ بْنِ سَعِيْدٍ الْمَصْلُوْبِ الَّذِيْ قَتَلَهُ أَبُوْ جَعْفَرَ الْمَنْصُوْرُ، وَضَعَ حَدِيْثاً عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوْعاً: "أَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ لَا نَبِيَّ بَعْدِيْ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللهُ"

Pertama.
Orang-orang Zindiq yang ingin merusak keyakinan kaum muslimin, dan ingin memburukkan citra Islam, dan merubah hukum-hukumnya, seperti: Muhammad Ibnu Sa'id Al-Mashlub yang dibunuh oleh Abu Jakfar Al-Manshur. Ia memalsukan hadits dari Anas Ibnu Malik radhiallahu 'anhu secara marfu': "Saya adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku, terkecuali apabila Allah berkehendak".

Selasa, 15 September 2015

24). Hadits Maudhu'.




PERTEMUAN : KE-DUA PULUH EMPAT
BUKU : MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG : IBNU 'UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
__________

بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيْمِ


"HADITS MAUDHU'"


Ikhwah fillah…

Hadits Maudhu' atau Hadits Palsu adalah hadits yang sering kali tersebar dan beredar di tengah kaum muslimin. Dan yang lebih menyedihkan lagi, tak jarang bilamana kaum muslimin mendengar menghafal serta menyebarkan hadits-hadits maudhu' tersebut dalam keadaan mereka tidak mengetahuinya. Yang lebih menyayat lagi, tak kurang dari ustadz-ustadz dan kiyai-kiyai kondang-pun menjadi orang yang paling berperan dalam menyampaikan dan menyebarkan hadits-hadits tersebut. Semoga Allah memperbaiki keadaan islam dan kaum muslimin.

Maka disinilah letak pentingnya kita untuk mempelajari dan mengenal kaidah-kaidah dalam ilmu hadits, yang dengannya kita akan mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan serta pengenalan yang lebih, terhadap berbagai hadits. Yang paling tidak, akan sedikit membedakan kita dibanding mereka-mereka yang enggan mempelajarinya.  

Terlebih di era yang penuh dengan kemudahan ini, yang semua telah dimudahkan. Sebagai contoh, penulis yang jauh di negeri orang, namun tetap bisa bertatap muka dengan para pembaca setiap saat yang diinginkan. Maka menjadi suatu keniscayaan, seorang mukmin hendaknya benar-benar mensyukuri nikmat yang agung dan besar ini.

Di antara bentuk mensyukuri nikmat tersebut adalah dengan bersungguh-sungguh memanfaatkannya kepada apa-apa yang Allah ridha dan Allah cinta. Diantaranya dengan memanfaatkan fasilitas ini untuk menuntut ilmu dan bersilaturrahmi serta merekatkan ukhuwah dan persaudaraan sesama muslim. Untuk saling tanashuh dan saling meningkatkan kebaikan dan saling melengkapi kekurangan antara satu dan yang lainnya. Bukan untuk saling mencacati dan bukan pula untuk saling mencari kekurangan masing-masing. Tetapi gunakanlah nikmat Allah yang besar ini kepada apa-apa yang mengundang cinta dan ridha-Nya.   

Saudara fillah…

Pada pertemuan kita yang ke-24 (dua puluh empat) ini, insya Allah yang akan kita uraikan bersama adalah masail seputar Al-Haditsul Maudhu' atau Hadits Palsu.

Berkata asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

المَوْضُوْعُ
أ_ تَعْرِيْفُهُ، ب_ حُكْمُهُ، ج_ مَا يُعْرَفُ بِهِ الوَضْعُ، د_ طَائِفَةٌ مِنَ الأَحَادِيْثِ الْمَوْضُوْعَةِ وَبَعْضُ الكُتُبِ المُؤَلَّفَةِ فِيْهَا، هـ_ طَائِفَةٌ مِنَ الوَضَّاعِيْنَ

HADITS MAUDHU'.

A). Definisi Hadits Maudhu'.
B). Hukum Hadits Maudhu'.
C). Beberapa Perkara Yang Dengannya, Hadits Maudhu' Bisa Terdeteksi.
D). Sejumlah Hadits Maudhu' Dan Sebagian Kitab Yang Disusun Berkaitan Dengan Hal Tersebut.
E). Sejumlah Para Pembuat Hadits Maudhu'.

Dari 5 (lima) point di atas, nampaknya cukup panjang apabila kita selesaikan dalam satu liqa (pertemuan). Oleh karenanya, kemungkinan pada liqa (pertemuan) kita kali ini, yang akan kita uraikan hanya sampai pada point (D). Adapun selebihnya, akan kita uraikan pada pertemuan selanjutnya insya Allah. (Pent)

*****

A). Definisi Hadits Maudhu'.

أ_ المَوْضُوْعُ
الحَدِيْثُ الْمَكْذُوْبُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Hadits Maudhu' yaitu :
Hadits yang dinisbahkan kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam secara dusta.

*****

B). Hukum Hadits Maudhu'.

ب_ حُكْمُهُ
وَهُوَ الْمَرْدُوْدُ، وَلَا يَجُوْزُ ذِكْرُهُ إِلَّا مَقْرُوْناً بِبَيَانِ وَضْعِهِ؛ لِلتَّحْذِيْرِ مِنْهُ؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ حَدَّثَ عَنِّيْ بِحَدِيْثٍ يَرَى أَنَّهُ كَذَبَ فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنَ". رواه مسلم

Hukum Hadits Maudhu' adalah :
Hadits yang TERTOLAK, dan tidak boleh menyebutkan hadits maudhu' terkecuali beriringan dengan menjelaskan kepalsuannya; untuk memperingati darinya; karena sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam :

 "مَنْ حَدَّثَ عَنِّيْ بِحَدِيْثٍ يَرَى أَنَّهُ كَذَبَ فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنَ"

"Barang siapa yang menyampaikan suatu hadits dariku dalam keadaan ia mengetahui bahwa hal tersebut adalah dusta, maka sang penyampai termasuk dalam golongan para pendusta." (HR Muslim)

*****

C). Beberapa Perkara Yang Dengannya, Hadits Maudhu' Bisa Terdeteksi.

ج_ وَيُعْرَفُ الوَضْعُ بِأُمُوْرٍ مِنْهَا

Hadits Maudhu' dapat dideteksi dengan beberapa perkara; diantaranya :

1_ إِقْرَارُ الوَاضِعِ بِهِ

1). Sang pembuat hadits palsu tersebut mengakui perbuatannya.

2_ مُخَالَفَةُ الحَدِيْثِ لِلْعَقْلِ، مِثْلُ: أَنْ يَتَضَمَّنَ جَمْعاً بَيْنَ النَّقِيْضَيْنِ، أَوْ إِثْبَاتَ وُجُوْدِ مُسْتَحِيْلٍ، أَوْ نَفْيَ وُجُوْدِ وَاجِبٍ وَنَحْوَهُ

2). Hadits Maudhu' tersebut menyelisihi akal. Seperti: mengandung penggabungan dua sesuatu yang saling bertentangan; atau terkandung penetapan adanya sesuatu yang mustahil; atau terkandung penafian terhadap adanya sesuatu yang wajib; dan yang semisalnya.

3_ مُخَالَفَتُهُ لِلْمَعْلُوْمِ بِالضَّرُوْرَةِ مِنَ الدِّيْنِ، مِثْلُ: أَنْ يَتَضَمَّنَ إِسْقَاطَ رُكْنٍ مِنْ أَرْكَانِ الْإِسْلَامِ، أَوْ تَحْلِيْلَ الرِّبَا وَنَحْوِهِ، أَوْ تَحْدِيْدَ وَقْتِ قِيَامِ السَّاعَةِ، أَوْ جَوَازَ إِرْسَالِ نَبِيٍّ بَعْدَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَنَحْوَ ذَلِكَ

3). Hadits Maudhu' tersebut menyelishi sesuatu yang diketahui dalam agama secara dharurat. Seperti: terkandung padanya penghapusan terhadap rukun dari rukun-rukun islam; atau menghalalkan riba dan yang semisalnya; atau penentuan waktu jatuhnya hari kiamat; atau terkandung pembolehan adanya pengutusan nabi setelah nabi shallallahu 'alaihi wasallam; dan yang semisal hal tersebut.

*****

D). Sejumlah Hadits Maudhu' Dan Sebagian Kitab Yang Disusun Berkaitan Dengan Hal Tersebut.

د_ وَالأَحَادِيْثُ الْمَوْضُوْعَةُ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا

Dan hadits-hadits palsu sangat banyak jumlahnya; diantaranya :

1_ أَحَادِيْثُ فِيْ زِيَارَةِ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

1). Hadits-hadits berkaitan tentang ziarah kubur nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

2_ أَحَادِيْثُ فِيْ فَضَائِلِ شَهْرِ رَجَبَ وَمَزِيَّةِ الصَّلَاةِ فِيْهِ

2). Hadits-hadits berkaitan tentang keutamaan-keutamaan bulan Rajab dan keistimewaan shalat didalamnya.

3_ أَحَادِيْثُ فِيْ حَيَاةِ الخَضِرِ - صَاحِبِ مُوْسَى عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ - وَأَنَّهُ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَحَضَرَ دَفْنَهُ

3). Hadits-hadits berkaitan tentang hidupnya Khidir -shahabat nabi Musa 'alaihish shalatu was salam- dan bahwasannya ia datang kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan menghadiri hari pemakaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

4_ أَحَادِيْثُ فِيْ أَبْوَابٍ مُخْتَلِفَةٍ نَذْكُرُ مِنْهَا مَا يَلِيْ

4). Hadits-hadits berkaitan tentang bab-bab yang beraneka ragam; kita sebutkan diantaranya sebagaimana berikut :

"أَحِبُّوْا الْعَرَبَ لِثَلَاثٍ: لِأَنِّيْ عَرَبِيٌّ، وَالْقُرْآنُ عَرَبِيٌّ، وَلِسَانُ أَهْلِ الجَنَّةِ عَرَبِيُّ"

"Cintailah arab karena 3 (tiga) hal: karena sesungguhnya aku adalah arab; dan Al-Qur'an adalah arab; dan lisan penduduk syurga adalah arab."

"اخْتِلاَفُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ"

"Perselisihan umatku adalah rahmah."

"اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَداً، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَداً"

"Bekerjalah untuk duniamu; laksana engkau akan hidup untuk selamanya. Dan beramallah untuk akhiratmu; laksana engkau akan wafat esok pagi."

"حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ"

"Cinta dunia adalah puncak segala kesalahan."

"حُبُّ الوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَانِ"

"Cinta tanah air adalah sebagian dari iman."

"خَيْرُ الْأَسْمَاءِ مَا حُمِدَ وَعُبِدَ"

"Sebaik-baik nama adalah yang dipuji dan disembah (yakni nama Allah)."

"نَهَى عَنْ بَيْعٍ وَشَرْطٍ"

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari jual beli dan syarat."

"يَوْمُ صَوْمِكُمْ يَوْمُ نَحْرِكُمْ"

"Hari puasa kalian adalah hari sembelihan kalian."

*****

Kitab- kitab Yang Disusun Berkaitan Dengan Hadits-Hadits Maudhu'.

وَقَدْ أَلَّفَ كَثِيْرٌ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيْثِ فِيْ بَيَانِ الْأَحَادِيْثِ الْمَوْضُوْعَةِ؛ دِفَاعاً عَنِ السُّنَّةِ، وَتَحْذِيْراً لِلْأُمَّةِ مِثْلُ

Banyak dari kalangan pakar hadits yang telah menyusun kitab guna menerangkan hadits-hadits maudhu'; sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah, dan peringatan terhadap umat; seperti :

1_ "المَوْضُوْعَاتُ الكُبْرَى" لِلْإِمَامِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْجَوْزِيِّ المُتَوَفَّى سَنَةَ 597هـ، لَكِنَّهُ لَمْ يَسْتَوْعِبْهَا وَأَدْخَلَ فِيْهَا مَا لَيْسَ مِنْهَا

1). "Al-Maudhu'at Al-Kubra". Karya imam 'Abdur Rahman Ibnu Jauzi rahimahullah, wafat pada tahun 597 hijriyah. Akan tetapi beliau tidak menyempurnakan kitab tersebut, dan memasukkan padanya yang bukan dalam kategori hadits-hadits maudhu'.

2_ "الفَوَائِدُ المَجْمُوْعَةُ فِيْ الْأَحَادِيْثِ الْمَوْضُوْعَةِ" لِلْإِمَامِ الشَّوْكَانِيِّ المُتَوَفىَّ سَنَةَ 1250هـ، وَفِيْهَا تَسَاهُلٌ بِإِدْخَالِ مَا لَيْسَ بِمَوْضُوْعٍ

2). "Al-Fawaid Al-Majmu'ah Fil Ahaditsil Maudhu'ah". Karya imam Asy-Syaukani rahimahullah, wafat pada tahun 1250 hijriyah. Dan beliau bermudah-mudah didalamnya, dengan memasukkan yang bukan terkategorikan sebagai hadits maudhu'.

3_ "تَنْزِيْهُ الشَّرِيْعَةِ المَرْفُوْعَةِ عَنِ الْأَحَادِيْثِ الشَّنِيْعَةِ المَوْضُوْعَةِ" لِابْنِ عِرَاقٍ المُتَوَفَّى سَنَةَ 963هـ وَهُوَ مِنْ أَجْمَعِ مَا كُتِبَ فِيْهَا

3). "Tanzih Asy-Syari'ah Al-Marfu'ah 'Anil Ahadits Asy-Syani'ah Al-Maudhu'ah". Karya Ibnu 'Iraq rahimahullah, wafat pada tahun 963 hijriyah. Dan kitab ini adalah termasuk kitab yang paling mencakup pada kitab-kitab yang tersusun berkaitan dengan ahadits maudhu'ah.

Wallahu a'lam bish-shawab.


Ditulis oleh :
Rabu, 16 - September - 2015 M


Sabtu, 12 September 2015

23). Riwayatul Hadits Bil Makna.



PERTEMUAN KE-DUA PULUH TIGA
BUKU MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG IBNU 'UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
__________


بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيْمِ


"RIWAYATUL HADITS BIL MAKNA"

Para pembaca dan para pengunjung sekalian yang Allah mulyakan.

Alhamdulillah, segala pujian dan pengagungan hanya bagi Allah semata. Yang atas izin dari-Nyalah kita dimudahkan memasuki pada pertemuan ke-23 (dua puluh tiga) dalam kajian kitab yang indah dan sederhana ini.

Yang insya Allah, kemungkinan besar empat atau lima pertemuan lagi, kita akan menuntaskan bagian pertama dari kitab ini. Kemudian berlanjut memasuki bagian kedua. Semoga Allah senantiasa memudahkan dan semoga senantiasa bernilai pahala di sisi-Nya. Amin…

Kemudian, insya Allah yang akan kita perhatikan bersama pada kesempatan ini, adalah permasalahan seputar "meriwayatkan suatu hadits secara makna, bukan dengan lafazh atau teks sebagaimana seorang perawi mengambil dan mendengar dari gurunya". Dimana hal ini dikenal dalam istilah musthalah sebagai "Riwayatul Hadits Bil Makna".

Berkata asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

رِوَايَةُ الْحَدِيْثِ بِالْمَعْنَى
أ_ تَعْرِيْفُهَا، ب_ حُكْمُهَا

Riwayatul Hadits Bil Makna mencakup :
A). Definisi Riwayatul Hadits Bil Makna.
B). Hukum Riwayatul Hadits Bil Makna.
__________

A). Definisi Riwayatul Hadits Bil Makna.

أ_ رِوَايَةُ الْحَدِيْثِ بِالْمَعْنَى
نَقْلُهُ بِلَفْظٍ غَيْرِ لَفْظِ المَرْوِيِّ عَنْهُ

Riwayatul Hadits Bil Makna yaitu :
Menukil suatu hadits dengan lafazh yang bukan lafazh asal periwayatan hadits tersebut.

B). Hukum Riwayatul Hadits Bil Makna.

ب_ وَلَا تَجُوْزُ إِلَّا بِشُرُوْطٍ ثَلَاثَةٍ

Tidak diperbolehkan meriwayatkan suatu hadits secara makna, terkecuali dengan tiga syarat.

1_ أَنْ تَكُوْنَ مِنْ عَارِفٍ بِمَعْنَاهُ: مِنْ حَيْث اللُّغَةِ، وَمِنْ حَيْث مُرَادِ المَرْوِيِّ عَنْهُ

Syarat pertama.
Riwayatul Hadits Bil Makna tersebut dilakukan oleh seorang yang memiliki pengetahuan akan makna hadits tersebut: dari sisi bahasa, dan dari sisi yang diinginkan oleh lafazh asal periwayatan hadits tersebut.

2_ أَنْ تَدْعُوَ الضَّرُوْرَةُ إِلَيْهَا، بِأَنْ يَكُوْنَ الرَّاوِيُّ نَاسِياً لِلَفْظِ الْحَدِيْثِ حَافِظاً لِمَعْنَاهُ. فَإِنْ كَانَ ذَاكِراً لِلَفْظِهِ لَمْ يَجُزْ تَغْيِيْرُهُ، إِلَّا أَنْ تَدْعُوَ الحَاجَةُ إِلَى إِفْهَامِ المُخَاطَبِ بِلُغَتِهِ

Syarat kedua.
Keadaan dharurat mengharuskan ia melakukan hal tersebut. Semisal dikarenakan sang perawi lupa terhadap lafazh haditsnya, akan tetapi ia hafal secara makna. Apabila ia mengingat lafazhnya, maka tidak boleh merubahnya (meriwayatkan secara makna _pent). Terkecuali karena adanya kebutuhan yang mendesak, semisal untuk memahamkan lawan bicara dengan bahasanya. 

3_ أَنْ لَا يَكُوْنَ اللَّفْظُ مُتَعَبِّداً بِهِ: كَأَلْفَاظِ الْأَذْكَارِ وَنَحْوِهَا

Syarat ketiga.
Lafazh hadits tersebut bukan suatu lafazh yang kita beribadah dengannya. Seperti lafazh-lafazh dzikir dan yang semisalnya.

وَإِذَا رَوَاهُ بِالْمَعْنَى فَلْيَأْتِ بِمَا يُشْعَرُ بِذَلِكَ، فَيَقُوْلُ عَقْبَ الحَدِيْثِ: أَوْ كَمَا قَالَ، أَوْ نَحْوُهُ

Apabila meriwayatkan suatu hadits secara makna, hendaknya mendatangkan dengan cara yang diketahui bahwa ia meriwayatkan secara makna. Dengan mengatakan di akhir hadits : "أَوْ كَمَا قَالَ" (atau sebagaimana disabdakan oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam), atau yang semisalnya.

Sebagai contoh.

كَمَا فِيْ حَدِيْثِ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فِيْ قِصَّةِ الأَعْرَابِيِّ الَّذِيْ بَالَ فِيْ المَسْجِدِ قَاَلَ: ثُمَّ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ: "إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا البَوْلِ وَلَا القَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالصَّلَاةِ، وَقِرَاءَةِ القُرْآنِ"، أَوْ كَمَا قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Sebagaimana dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu, tentang kisah seorang badui yang menunaikan hajat kecil di masjid nabi. Shahabat Anas radhiallahu 'anhu berkata: kemudian rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam memanggilnya, lalu bersabda kepadanya:

"Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk sesuatu dari hajat kecil ini dan juga tidak layak untuk hajat besar. Akan tetapi masjid adalah untuk berdzikir kepada Allah, untuk shalat, dan membaca Al-Qur'an."

Kemudian di akhir hadits mengatakan (pent):
"Atau sebagaimana disabdakan oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam".

وَكَمَا فِيْ حَدِيْثِ مُعَاوِيَةَ بْنِ الحَكَمِ - وَقَدْ تَكَلَّمَ فِيْ الصَّلَاةِ لَا يَدْرِيْ - فَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ: "إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيْهَا شَيْءٌ مِنْ كَلاَمِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيْحُ، وَالتَّكْبِيْرُ، وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ"، أَوْ كَمَا قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Juga sebagaimana dalam hadits Mu'awiyah Ibnul Hakam radhiallahu 'anhu -dimana beliau berbicara dalam shalat, dalam keadaan beliau tidak mengetahui larangannya-. Maka tatkala nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan shalatnya, beliau bersabda kepadanya :

Sesungguhnya shalat ini tidak dibenarkan sedikitpun di dalamnya dari ucapan manusia. Akan tetapi ia adalah tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur'an.

Kemudian di akhir hadits mengatakan (pent):
"Atau sebagaimana disabdakan oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam".

Wallahu a'lam bish-shawab.


Ditulis oleh :
Ahad, 13 - 09 - 2015 M
Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.