Translate

Minggu, 31 Januari 2016

Sunan Abu Dawud.




SUNAN ABU DAWUD

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Berkata asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu :

4_ سُنَنُ أَبِيْ دَاوُدَ:

Sunan Abu Dawud.

هُوَ كِتَابٌ يَبْلُغُ 4800 أُرْبَعَةَ آلَافِ وَثَمَانَمِائَةِ حَدِيْثٍ، انْتَخَبَهُ مُؤَلِّفُهُ مِنْ خَمْسِمِائَةِ أَلْفِ حَدِيْثٍ، وَاقْتَصَرَ فِيْهِ عَلَى أَحَادِيْثِ الْأَحْكَامِ.

Ia adalah sebuah kitab yang mencapai 4.800 hadits. Yang diseleksi oleh penyusunnya dari lima ratus ribu hadits. Dan beliau mencukupkan didalamnya terhadap hadits-hadits seputar ahkam. 

وَقَالَ: ذَكَرْتُ فِيْهِ الصَّحِيْحَ، وَمَا يُشْبِهُهُ وَمَا يُقَارِبُهُ. وَمَا كَانَ فِيْ كِتَابِيْ هَذَا فِيْهِ وَهْنٌ شَدِيْدٌ بَيَّنْتُهُ، وَلَيْسَ فِيْهِ عَنْ رَجُلٍ مَتْرُوْكِ الْحَدِيْثِ شَيْءٌ، وَمَا لَمْ أَذْكُرْ فِيْهِ شَيْئاً فَهُوَ صَالِحٌ، وَبَعْضُهَا أَصَحُّ مِنْ بَعْضٍ، وَالْأَحَادِيْثُ الَّتِي وَضَعْتُهَا فِيْ كِتَابِ "السُّنَنِ" أَكْثَرُهَا مَشَاهِيْرُ. اهـ.

Dan berkata Imam Abu Dawud rahimahullah: aku menyebutkan didalamnya hadits yang shahih, dan hadits yang menyerupai hadits shahih, dan hadits yang mendekati hadits shahih. Dan apa-apa yang ada dalam kitabku ini berupa kelemahan yang Syadid (sangat), maka aku jelaskan hal tersebut. Dan tidak ada didalamnya seorangpun perawi yang 'Matruk Al-Hadits'. Dan yang sama sekali tidak aku sebutkan (hukumnya) didalamnya, maka ia adalah hadits yang Shalih. Dan sebagiannya lebih shahih dari sebagian yang lain. Dan hadits-hadits yang aku letakkan pada kitab "As-Sunan" tersebut mayoritasnya adalah hadits-hadits yang masyhur. (Selesai)

Sunan An-Nasai.




SUNAN AN-NASAI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Berkata asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu :

3_ سُنَنُ النَّسَائِيِّ:

Sunan An-Nasai.

أَلَّفَ النَّسَائِيُّ رَحِمَهُ اللهُ كِتَابَهُ "السُّنَنَ الكُبْرَى" وَضِمْنُهُ الصَّحِيْحُ وَالْمَعْلُوْلُ، ثُمَّ اخْتَصَرَهُ فِيْ كِتَابِ "السُّنَنُ الصُّغْرَى"، وَسَمَّاهُ "الْمُجْتَبَى"، جَمَعَ فِيْهِ الصَّحِيْحَ عِنْدَهُ، وَهُوَ الْمَقْصُوْدُ بِمَا يُنْسَبُ إِلَى رِوَايَةِ النَّسَائِيِّ مِنْ حَدِيْثٍ.

Imam An-Nasai rahimahullahu menyusun karya beliau "As-Sunan Al-Kubra", terkandung padanya hadits yang shahih dan hadits yang cacat. Kemudian beliau meringkas kitab tersebut pada kitab "As-Sunan Ash-Shughra", dan beliau menamainya "Al-Mujtaba". Beliau mengumpulkan hadits yang shahih disisinya (baca: menurut beliau). Dan itulah yang dimaksud dengan sesuatu yang dinisbahkan kepada riwayat An-Nasai berupa hadits.

Yakni: apabila terdapat sebuah hadits dikatakan sebagai riwayat An-Nasai, tanpa menyebutkan dalam "As-Sunan Al-Kubra", maka yang dimaksud adalah riwayat An-Nasai dalam "As-Sunan Ash-Shughra" alias "Al-Mujtaba". (Pent)

وَ"المُجْتَبَى" أَقَلُّ السُّنَنِ حَدِيْثاً ضَعِيْفاً وَرَجُلاً مَجْرُوْحاً، وَدَرَجَتُهُ بَعْدَ "الصَّحِيْحَيْنِ"، فَهُوَ - مِنْ حَيْثُ الرِّجَالِ - مُقَدَّمٌ عَلَى "سُنَنِ أَبِيْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيِّ"؛ لِشِدَّةِ تَحَرِّي مُؤَلِّفِهِ فِيْ الرِّجَالِ.

Dan "Al-Mujtaba" adalah sunan (kumpulan hadits) yang paling sedikit hadits dha'ifnya dan paling sedikit perawinya yang majruh (di-jarh). Dan kedudukan "Al-Mujtaba" berada setelah Shahihain. Dan ia -dari sisi para perawinya- lebih didahulukan dari Sunan Abu Dawud dan Sunan At-Tirmidzi; dikarenakan ketatnya penyelidikan imam An-Nasai rahimahullah terhadap para perawinya. 

قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ حَجَرَ رَحِمَهُ اللهُ: كَمْ مِنْ رَجُلٍ أَخْرَجَ لَهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ تَجَنَّبَ النَّسَائِيُّ إِخْرَاجَ حَدِيْثِهِ، بَلْ تَجَنَّبَ إِخْرَاجَ حَدِيْثِ جَمَاعَةٍ فِيْ "الصَّحِيْحَيْنِ". اهـ.

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah: betapa banyak perawi yang dikeluarkan oleh imam Abu Dawud dan imam At-Tirmidzi, akan tetapi imam An-Nasai menjauhkan diri dari mengeluarkan haditsnya. Bahkan, beliau juga menjauhkan diri dari mengeluarkan hadits sekelompok perawi dalam Shahihain, rahimahumullahu. (Selesai)

Sabtu, 23 Januari 2016

Faidah Berkaitan Dengan Shahihain.




FAIDAH BERKAITAN DENGAN SHAHIHAIN

بسم الله الرحمن الرحيم

Berkata Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu :

فَائِدَتَانِ :

Dua Faidah.

الْفَائِدَةُ الْأُوْلَى:

Faidah Pertama:

لَمْ يَسْتَوْعِبِ "الصَّحِيْحَانِ": صَحِيْحُ الْبُخَارِيِّ، وَمُسْلِمٍ جَمِيْعَ مَا صَحَّ عَنِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَلْ فِيْ غَيْرِهِمَا أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ لَمْ يَرْوِيَاهَا.

Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhari & Shahih Muslim) tidak memuat seluruh yang shahih dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan pada selain keduanya masih terdapat hadits-hadits shahih yang tidak diriwayatkan oleh keduanya.

قَالَ النَّوَوِيُّ: إِنَّمَا قَصَدَ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ جَمْعَ جُمَلٍ مِنَ الصَّحِيْحِ، كَمَا يَقْصُدُ الْمُصَنِّفُ فِيْ الْفِقْهِ جَمْعَ جُمْلَةٍ مِنْ مَسَائِلِهِ، لَا أَنَّهُ يَحْصُرُ جَمِيْعَ مَسَائِلِهِ.

Berkata Imam An-Nawawi rahimahullahu: sebenarnya yang diinginkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim Allahu yarhamhuma adalah mengumpulkan sejumlah hadits-hadits yang shahih. Sebagaimana penulis dalam bidang fiqh memaksudkan mengumpulkan sejumlah masail fiqh. Bukan membatasi semua masailnya.

لَكِنْ إِذَا كَانَ الْحَدِيْثُ الَّذِيْ تَرَكَاهُ، أَوْ تَرَكَهُ أَحَدُهُمَا مَعَ صِحَّةِ إِسْنَادِهِ فِيْ الظَّاهِرِ أَصْلاً فِيْ بَابِهِ، وَلَمْ يُخْرِجَا لَهُ نَظِيْراً، وَلَا مَا يَقُوْمُ مَقَامَهُ؛ فَالظَّاهِرُ مِنْ حَالِهِمَا أَنَّهُمَا اطَّلَعَا فِيْهِ عَلَى عِلَّةٍ إِنْ كَانَا رَوَيَاهُ، وَيُحْتَمَلُ أَنَّهُمَا تَرَكَاهُ نِسْيَاناً، أَوْ إِيْثَاراً لِتَرْكِ الْإِطَالَةِ، أَوْ رَأَيَا أَنَّ غَيْرَهُ مِمَّا ذَكَرَاهُ يَسُدُّ مَسَدَّهُ، أَوْ لِغَيْرِ ذَلِكَ. اهـ.

Akan tetapi apabila hadits yang ditinggalkan oleh keduanya atau salah satu dari keduanya bersamaan dengan shahihnya sanad hadits tersebut yang secara zhahir merupakan ushul pada babnya, dan keduanya tidak mengeluarkan hadits tersebut sebagai perbandingan, tidak pula mengeluarkan hadits yang menggantikan kedudukannya, Azh-Zhahir (kemungkinan besar _pent) dari keadaan keduanya, bahwa keduanya melihat adanya suatu cacat pada hadits tersebut apabila meriwayatkannya. Dan mungkin juga keduanya meninggalkan hadits tersebut karena lupa. Atau lebih mengedepankan meninggalkan perluasan kitab. Atau karena memandang bahwa ada selainnya yang telah disebutkan yang menggantikan kedudukannya. Atau karena selain hal tersebut. (Selesai)

Senin, 18 Januari 2016

Tidak Menenggelamkan Diri ke Dalam Perkara Fitnah.



"Tidak Masuk ke Dalam Perkara Fitnah Melainkan Dengan Ilmu Yang Benar"

بسم الله الرحمن الرحيم

Demikian kurang lebihnya dikatakan oleh Fadhilah Asy-Syaikh Muhammad Ibnu 'Abdil Wahhab Al-'Aqil hafizhahullahu dalam salah satu bab pada kitab beliau yang berbicara tentang sikap seorang muslim dalam menghadapi fitnah.

Beliau hafizhahullahu berkata :

"عدم الخوض في أمر الفتن إلا بعلم صحيح"

"Tidak masuk ke dalam perkara fitnah melainkan dengan ilmu yang benar."

من المعلوم أن الواجب على المسلم ألا يتكلم إلا فيما يعلمه، وهذا الذي يعلمه لا يتكلم منه إلا بما ظهرت مصلحته الدينية والدنيوية.

Termasuk perkara yang maklum, bahwasannya wajib bagi seorang muslim untuk tidak berbicara melainkan pada perkara yang ia mengilmuinya. Dan perkara yang ia ilmui tersebut, ia tidak berbicara padanya melainkan pada sesuatu yang nampak mashlahatnya secara agama dan dunia.

والكلام بلا علم كذب محض، والكلام بما لا تعلم مصلحته من مفسدته مخالف للحكمة والعقل.

Berbicara tanpa ilmu adalah murni sebuah kedustaan. Dan berbicara pada perkara yang tidak diketahui mashlahat dari mafsadahnya adalah sesuatu yang menyelisihi hikmah dan akal.

وتزداد خطورة الكلام بلا علم إذا تعلق الأمر بالفتيا والقضاء، أو تعلق الأمر بالمهمات من شئون الأمة الإسلامية.

Dan berbicara tanpa ilmu akan semakin bertambah berbahaya apabila perkaranya berkaitan dengan fatwa dan ketentuan hukum. Atau pada perkara yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat penting berupa urusan-urusan kaum muslimin.

Allah menjelaskah dalam Al-Qur'an :

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

"Katakanlah! Sesungguhnya Rabbku mengharamkan segala perbuatan keji baik yang tampak maupun yang tersembunyi, perbuatan dosa, melampau batas tanpa alasan yang benar, dan mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Ia tidak menurunkan alasan pada sesuatu tersebut, dan mengharamkan berbicara tentang Allah tanpa ilmu." (Al-A'raf : 33)

Shahih Muslim.




SHAHIH MUSLIM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Berkata asy-syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu :

2_ صَحِيْحُ مُسْلِمٍ:

2_ Shahih Muslim:

هُوَ الْكِتَابُ الْمَشْهُوْرُ الَّذِيْ أَلَّفَهُ مُسْلِمٌ بْنُ الْحَجَّاجِ رَحِمَهُ اللهُ، جَمَعَ فِيْهِ مَا صَحَّ عِنْدَهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Shahih Muslim adalah sebuah kitab yang masyhur yang disusun oleh Imam Muslim Ibnul Hajjaj Allahu yarhamhu. Beliau mengumpulkan padanya sesuatu yang shahih di sisi beliau dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

قَالَ النَّوَوِيُّ: سَلَكَ فِيْهِ طُرُقاً بَالِغَةً فِيْ الْاِحْتِيَاطِ، وَالْإِتْقَانِ، وَالوَرَعِ، وَالْمَعْرِفَةِ، لَا يَهْتَدِي إِلَيْهَا إِلَّا أَفْرَادٌ فِيْ الْأَعْصَارِ. اهـ.

Berkata Imam An-Nawawi Allahu yarhamhu: Imam Muslim rahimahullahu dalam menyusun kitab tersebut menggunakan metode yang berada pada puncak perhatian, kemahiran, dan kehati-hatian serta pengetahuan yang tidaklah mendapat petunjuk hal tersebut melainkan hanya segelintir orang sepanjang zaman. 

وَكَانَ يَجْمَعُ الْأَحَادِيْثَ الْمُتَنَاسِبَةَ فِيْ مَكَانٍ وَاحِدٍ، وَيَذْكُرُ طُرُقَ الْحَدِيْثِ وَأَلْفَاظَهُ مُرَتَّباً عَلَى الْأَبْوَابِ، لَكِنَّهُ لَا يَذْكُرُ التَّرَاجِمَ إِمَّا: خَوْفاً مِنْ زِيَادَةِ حَجْمِ الْكِتَابِ، أَوْ لِغَيْرِ ذَلِكَ.

Beliau mengumpulkan hadits-hadits yang bersesuaian dalam satu tempat, dan menyebutkan berbagai jalan hadits dan lafazh-lafazhnya secara teratur pada bab-babnya. Hanya saja beliau tidak menyebutkan judul-judulnya, mungkin karena khawatir menambah ukuran kitab atau mungkin karena selain hal tersebut.

Sabtu, 16 Januari 2016

Shahih Al-Bukhari.




SHAHIH AL-BUKHARI

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Berkata Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu :

الأُمَّهَاتُ السِّتُّ.
يُطْلَقُ هَذَا الْوَصْفُ عَلَى الْأُصُوْلِ التَّالِيَةِ:

Kitab induk yang enam.
Shifat ini dimuthlaqkan terhadap urutan sebagaimana berikut :

1_ صَحِيْحُ الْبُخَارِيِّ، 2_ صَحِيْحُ مُسْلِمٍ، 3_ سُنَنُ النَّسَائِي، 4_ سُنَنُ أَبِيْ دَاوُدَ، 5_ سُنَنُ التِّرْمِذِيِّ، 6_ سُنَنُ ابْنِ مَاجَهْ.

1_ Shahih Al-Bukhari, 2_ Shahih Muslim, 3_ Sunan An-Nasai, 4_ Sunan Abu Dawud, 5_ Sunan At-Tirmidzi, 6_ Sunan Ibnu Majah.

*****

1_ صَحِيْحُ الْبُخَارِيِّ:

Sahahih Al-Bukhari:

هَذَا الْكِتَابُ سَمَّاهُ مُؤَلِّفُهُ "الْجَامِعُ الصَّحِيْحُ" وَخَرَّجَهُ مِنْ سِتِّمِائَةِ أَلْفِ حَدِيْثٍ، وَتَعِبَ رَحِمَهُ اللهُ فِيْ تَنْقِيْحِهِ، وَتَهْذِيْبِهِ، وَالتَّحَرِّي فِيْ صِحَّتِهِ، حَتَّى كَانَ لاَ يَضَعُ فِيْهِ حَدِيْثاً إِلَّا اغْتَسَلَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ، يَسْتَخِيْرُ اللهَ فِيْ وَضْعِهِ.

Kitab ini diberi nama oleh penulisnya "Al-Jami' Ash-Shahih". Beliau mengeluarkan padanya dari enam ratus ribu hadits. Dan beliau bekerja keras dalam memperbaiki dan membetulkannya, dan berhati-hati dalam menshahihkannya, sampai-sampai tidaklah beliau meletakkan satu hadits padanya melainkan beliau bersuci dan shalat dua raka'at, beristikharah kepada Allah untuk meletakkannya. 

وَلَمْ يَضَعْ فِيْهِ مُسْنَداً إِلَّا مَا صَحَّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ بِالسَّنَدِ الْمُتَّصِلِ الَّذِيْ تَوَفَّرَ فِيْ رِجَالِهِ الْعَدَالَةُ وَالضَّبْطُ.

Dan beliau tidak meletakkan suatu sanad padanya melainkan yang shahih dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam; dengan sanad yang tersambung yang terpenuhi pada para perawinya sifat 'Adil dan Dhabthnya.

وَأَكْمَلَ تَأْلِيْفَهُ فِيْ سِتَّةَ عَشَرَ عَامًّا، ثُمَّ عَرَضَهُ عَلَى الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَيَحْيَى بْنِ مَعِيْنٍ وَعَلِيِّ بْنِ الْمَدِيْنِيْ وَغَيْرِهِمْ، فَاسْتَحْسَنُوْهُ، وَشَهِدُوْا لَهُ بِالصِّحَةِ.

Beliau menyelesaikan karyanya selama enam belas tahun, kemudian beliau memperlihatkan kepada imam Ahmad, Yahya Ibnu Ma'in dan 'Ali Ibnu Al-Madini dan selain mereka rahimahumullahu. Maka mereka memandang baik karya tersebut dan menyaksikan keshahihannya.

Senin, 11 Januari 2016

20). Kesimpulan Sepuluh Pertemuan Kedua Bag-2.



KESIMPULAN SEPULUH PERTEMUAN KEDUA (BAGIAN KEDUA)


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


PERTEMUAN KE-DUA BELAS.

"AL-MUSALSAL"

A). Definisi Al-Musalsal.

·        Yaitu: Sesuatu yang para perawi bersepakat didalamnya pada satu hal. Pada sesuatu yang berkaitan dengan perawi atau periwayatan.

B). Faidah Al-Musalsal.

·        Penjelasan tentang Dhabth-nya perawi dalam pengambilan sebagian mereka dari sebagian yang lainnya, dan perhatian masing-masing perawi dengan mengikuti perawi yang sebelumnya. 


PERTEMUAN KE-TIGA BELAS.

"PENGAMBILAN HADITS"

A). Definisi Pengambilan Hadits.

·        Yaitu: pengambilan suatu hadits dari seseorang yang ia menyampaikan hadits tersebut darinya.

B). Syarat Pengambilan Hadits Ada 3 (Tiga) :

Pertama.
·        At-Tamyiz, yaitu: mampu memahami percakapan dan mampu menjawabnya dengan benar, dan kebanyakan hal tersebut terjadi pada sempurnanya usia tujuh tahun.

Kedua.
·        Al-'Aql. Maka tidak shahih penghafalan dari seorang yang majnun dan yang kurang sempurna fikirannya.

Ketiga.
·        Selamat dari berbagai penghalang. Maka tidak shahih pengambilan yang beriringan dengan beratnya rasa kantuk, atau banyaknya kegaduhan, atau banyaknya kesibukan.

Rabu, 06 Januari 2016

19). Metode Pengklasifikasian Hadits.


(Bagian Kedua)

PERTEMUAN : KE-SEMBILAN BELAS
BUKU : MUSTHALAH AL-HADITS
KARYA : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

Detik-detik terakhirrr semangattt !!!

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"METODE PENG-KLASIFIKASIAN HADITS"

Berkata Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah

طُرُقُ تَصْنِيْفِ الْحَدِيْثِ.

Metode peng-klasifikasian hadits.

طُرُقُ تَصْنِيْفِ الْحَدِيْثِ عَلَى نَوْعَيْنِ:

Metode peng-klasifikasian hadits ada dua bentuk:

أ_ تَصْنِيْفُ الْأُصُوْلِ:

Pertama.
Peng-klasifikasian Ushul.

وَهِيَ الَّتِيْ يُسْنَدُ فِيْهَا الْحَدِيْثُ مِنَ الْمُصَنِّفِ إِلَى غَايَةِ الْإِسْنَادِ. وَلَهُ طُرُقٌ، فَمِنْهَا:

Ini adalah metode peng-klasifikasian yang suatu hadits disandarkan dari penulisnya hingga akhir sanad. Dan ini memiliki beberapa metode, diantaranya:

1_ التَّصْنِيْفُ عَلَى الْأَجْزَاءِ: بِأَنْ يُجْعَلَ لِكُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْعِلْمِ جُزْءٌ خَاصٌّ مُسْتَقِلٌّ، فَيُجْعَلُ لِبَابِ الصَّلَاةِ جُزْءٌ خَاصٌّ، وَلِبَابِ الزَّكَاةِ جُزْءٌ خَاصٌّ، وَهَكَذَا. وَيُذْكَرُ أَنَّ هَذِهِ طَرِيْقَةُ الزُّهْرِيِّ وَمَنْ فِيْ زَمَنِهِ.

Satu.
Peng-klasifikasian berdasarkan juz. Dengan menjadikan juz khusus tersendiri untuk masing-masing bab dari bab-bab ilmu. Menjadikan juz khusus untuk bab shalat. Dan juz khusus untuk bab zakat. Demikian seterusnya. Disebutkan, bahwa ini adalah metode imam Az-Zuhri dan orang-orang yang sezaman dengan beliau rahimahumullahu.

Minggu, 03 Januari 2016

18). Pembukuan Hadits.


(Bagian Kedua)

PERTEMUAN : KE-DELAPAN BELAS
BUKU : MUSTHALAH AL-HADITS
KARYA : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


"PEMBUKUAN HADITS"


Berkata Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah

تَدْوِيْنُ الْحَدِيْثِ:

Pembukuan Hadits.

لَمْ يَكُنِ الْحَدِيْثُ فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَخُلَفَائِهِ الْأَرْبَعَةِ الرَّاشِدِيْنَ مُدَوَّناً كَمَا دُوِّنَ فِيْمَا بَعْدُ.

Hadits nabi shallallahu 'alaihi wasallam di masa beliau dan di masa khulafa rasyidin yang empat tidaklah terbukukan sebagaimana di zaman setelahnya.

وَقَد رَوَى الْبَيْهَقِيُّ فِيْ "الْمَدْخَلِ" عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ السُّنَنَ، فَاسْتَشَارَ أَصْحَابَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ ذَلِكَ، فَأَشَارُوْا عَلَيْهِ أَنْ يَكْتُبَهَا، فَطَفِقَ عُمَرَ يَسْتَخِيْرُ اللهَ فِيْهَا شَهْراً، ثُمَّ أَصْبَحَ يَوْماً وَقَدْ عَزَمَ اللهُ لَهُ، فَقَالَ: إِنِّيْ كُنْتُ أَرَدْتُ أَنْ أَكْتُبَ السُّنَنَ، وَإِنِّي ذَكَرْتُ قَوْماً، كَانُوْا قَبْلَكُمْ، كَتَبُوْا كُتُباً، فَأَكَبُّوْا عَلَيْهَا، وَتَرَكُوْا كِتَابَ اللهِ، وَإِنِّيْ وَاللهِ لَا أُلَبِّسُ كِتَابَ اللهِ بِشَيْءٍ أبَداً.

Telah diriwayatkan oleh imam Al-Baihaqi rahimahullah dalam "Al-Madkhal" dari 'Urwah Ibnu Az-Zubair, sesungguhnya 'Umar Ibnul Khaththab radhialllahu 'anhu ingin menulis sunnah-sunnah nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian beliaupun meminta pendapat para shahabat Rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka merekapun memberi pendapat kepada 'Umar radhiallahu 'anhu agar beliau menulisnya.

Maka 'Umar radhiallahu 'anhu terus menerus beristikharah kepada Allah hingga sebulan lamanya. Kemudian tatkala suatu hari Allah telah memberikan kemantapan kepada beliau, maka beliaupun berkata:
Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.