FAIDAH BERKAITAN DENGAN
SHAHIHAIN
بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahu
:
فَائِدَتَانِ
:
Dua Faidah.
الْفَائِدَةُ
الْأُوْلَى:
Faidah Pertama:
لَمْ
يَسْتَوْعِبِ "الصَّحِيْحَانِ": صَحِيْحُ الْبُخَارِيِّ، وَمُسْلِمٍ جَمِيْعَ
مَا صَحَّ عَنِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَلْ فِيْ غَيْرِهِمَا
أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ لَمْ يَرْوِيَاهَا.
Ash-Shahihain
(Shahih Al-Bukhari & Shahih Muslim) tidak memuat seluruh yang shahih dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan pada
selain keduanya masih terdapat hadits-hadits shahih yang tidak diriwayatkan
oleh keduanya.
قَالَ النَّوَوِيُّ: إِنَّمَا قَصَدَ
الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ جَمْعَ جُمَلٍ مِنَ الصَّحِيْحِ، كَمَا يَقْصُدُ الْمُصَنِّفُ
فِيْ الْفِقْهِ جَمْعَ جُمْلَةٍ مِنْ مَسَائِلِهِ، لَا أَنَّهُ يَحْصُرُ جَمِيْعَ مَسَائِلِهِ.
Berkata
Imam An-Nawawi rahimahullahu: sebenarnya
yang diinginkan oleh Imam Al-Bukhari
dan Imam Muslim Allahu yarhamhuma
adalah mengumpulkan sejumlah hadits-hadits yang shahih. Sebagaimana penulis dalam
bidang fiqh memaksudkan mengumpulkan sejumlah masail fiqh. Bukan membatasi
semua masailnya.
لَكِنْ إِذَا كَانَ الْحَدِيْثُ الَّذِيْ
تَرَكَاهُ، أَوْ تَرَكَهُ أَحَدُهُمَا مَعَ صِحَّةِ إِسْنَادِهِ فِيْ الظَّاهِرِ أَصْلاً
فِيْ بَابِهِ، وَلَمْ يُخْرِجَا لَهُ نَظِيْراً، وَلَا مَا يَقُوْمُ مَقَامَهُ؛ فَالظَّاهِرُ
مِنْ حَالِهِمَا أَنَّهُمَا اطَّلَعَا فِيْهِ عَلَى عِلَّةٍ إِنْ كَانَا رَوَيَاهُ،
وَيُحْتَمَلُ أَنَّهُمَا تَرَكَاهُ نِسْيَاناً، أَوْ إِيْثَاراً لِتَرْكِ الْإِطَالَةِ،
أَوْ رَأَيَا أَنَّ غَيْرَهُ مِمَّا ذَكَرَاهُ يَسُدُّ مَسَدَّهُ، أَوْ لِغَيْرِ ذَلِكَ.
اهـ.
Akan
tetapi apabila hadits yang ditinggalkan oleh keduanya atau salah satu dari
keduanya bersamaan dengan shahihnya sanad hadits tersebut yang secara zhahir
merupakan ushul pada babnya, dan keduanya tidak mengeluarkan hadits tersebut
sebagai perbandingan, tidak pula mengeluarkan hadits yang menggantikan
kedudukannya, Azh-Zhahir (kemungkinan besar _pent)
dari keadaan keduanya, bahwa keduanya melihat adanya suatu cacat pada hadits
tersebut apabila meriwayatkannya. Dan mungkin juga keduanya meninggalkan hadits
tersebut karena lupa. Atau lebih mengedepankan meninggalkan perluasan kitab.
Atau karena memandang bahwa ada selainnya yang telah disebutkan yang
menggantikan kedudukannya. Atau karena selain hal tersebut. (Selesai)
الفَائِدَةُ
الثَّانِيَةُ:
Faidah Kedua:
اتَّفَقَ
الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ "صَحِيْحَيْ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ" أَصَحُّ
الْكُتُبِ الْمُصَنَّفَةِ فِيْ الْحَدِيْثِ فِيْمَا ذَكَرَاهُ مُتَّصِلاً.
Para ulama
telah bersepakat bahwa Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim adalah kitab
tershahih yang disusun dalam bidang hadits yang disebutkan oleh keduanya secara
bersambung.
قَالَ
شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ اللهُ: لَا يَتَّفِقَانِ عَلَى حَدِيْثٍ إِلَّا يَكُوْنُ صَحِيْحاً لَا رَيْبَ فِيْهِ.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
tidaklah keduanya bersepakat pada suatu hadits, melainkan hadits tersebut
adalah shahih tanpa keraguan padanya.
وَقَالَ:
جُمْهُوْرُ مُتُوْنِهِمَا، يَعْلَمُ أَهْلُ الْحَدِيْثِ عِلْماً قَطْعِيًّا أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَهَا. اهـ.
Dan beliau
rahimahullahu juga berkata: mayoritas matan (lafazh hadits) kedua shahih
tersebut, para ulama mengetahuinya secara qath'i (pasti), bahwa nabi shallallahu 'alaihi
wasallam menyabdakannya. (Selesai)
هَذَا
وَقَدِ انْتَقَدَ بَعْضُ الْحُفَّاظِ عَلَى صَاحِبَيْ "الصَّحِيْحَيْنِ"
أَحَادِيْثَ نَزَلَتْ عَنْ دَرَجَةٍ مَا الْتَزَمَاهُ، تَبْلُغُ مِائَتَيْنِ وَعَشْرَة
أَحَادِيْثَ، اشْتَرَكَا فِيْ اثْنَيْنِ وَثَلَاثِيْنَ مِنْهَا، وَانْفَرَدَ البُخَارِيُّ
بِثَمَانِيَةٍ وَسَبْعِيْنَ، وَانْفَرَدَ مُسْلِمٌ بِمِئَةٍ.
Sebagian para
huffazh memberikan kritikan terhadap pemilik shahihain akan hadits-hadits yang
turun dari derajat yang keduanya beriltizam dengannya. Hadits-hadits tersebut
mencapai sejumlah 210 hadits. Keduanya berserikat
pada 32 hadits. Dan Imam Al-Bukhari bersendirian
pada 78 hadits. Dan Imam Muslim bersendirian
pada 100 hadits.
قَالَ
شَيْخُ الْإِسْلَامِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ: جُمْهُوْرُ مَا أُنْكِرَ عَلَى الْبُخَارِيِّ
مِمَّا صَحَّحَهُ، يَكُوْنُ قَوْلُهُ فِيْهِ رَاجِحاً عَلَى مَنْ نَازَعَهُ، بِخِلَافِ
مُسْلِمٍ فَإِنَّهُ نُوْزِعَ فِيْ أَحَادِيْثَ خَرَّجَهَا، وَكَانَ الصَّوَابُ مَعَ
مَنْ نَازَعَهُ فِيْهَا.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu: mayoritas
hadits yang diingkari terhadap Imam Al-Bukhari
dari apa-apa yang dishahihkan oleh beliau, pendapat beliau adalah pendapat yang
rajih dibanding orang yang mempertentangkannya. Berbeda dengan Imam Muslim, sesungguhnya beliau
dipertentangkan pada hadits-hadits yang dikeluarkan oleh beliau, dan yang benar
adalah bersama orang yang mempertentangkannya pada hal tersebut.
وَمَثَّلَ
لِذَلِكَ بِحَدِيْثِ: "خَلَقَ اللهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السّبْتِ"، وَحَدِيْثُ
"صَلَاةُ الْكُسُوْفِ بِثَلَاثِ رُكُوْعَاتٍ وَأَرْبَعٍ".
Dan Ibnu Taimiyyah rahimahullahu memberikan mitsal
untuk hal tersebut dengan hadits:
"خَلَقَ اللهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ
السّبْتِ"
"Allahu
Subhanahu wa Ta'ala menciptakan tanah pada hari sabtu". (HR Muslim: 2789)
**Tambahan Faidah (pent):
Berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya
(1/70):
وَهَذَا
الْحَدِيْثُ مِنْ غَرَائِبِ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ، وَقَدَ تَكَلَّمَ عَلَيْهِ عَلِيٌّ
بْنُ الْمَدِيْنِي وَالْبُخَارِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْحُفَّاظِ، وَجَعَلُوْهُ
مِنْ كَلَامِ كَعْبٍ، وَأَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ إِنَّمَا سَمِعَهُ مِنْ كَلَامِ كَعْبٍ
الْأَحْبَارِ، وَإِنَّمَا اشْتَبَهَ عَلَى بَعْضِ الرُّوَاةِ فَجَعَلُوْهُ مَرْفُوْعًا،
وَقَدْ حَرَّرَ ذَلِكَ الْبَيْهَقِي.
Hadits ini
adalah termasuk keanehan-keanehan dalam Shahih Muslim. Hadits tersebut telah
dikritik oleh Imam 'Ali Ibnu Al-Madini dan
Al-Bukhari, dan lebih dari satu orang
dari kalangan para huffazh. Dan mereka menjadikan hadits tersebut dari ucapan Ka'ab Al-Ahbar. Dan bahwasannya Abu Hurairah mendengar hadits tersebut dari
ucapan Ka'ab Al-Ahbar. Hanya saja
tersamarkan oleh sebagian para perawi, sehingga mereka keliru menjadikannya
marfu' dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan sungguh Imam Al-Baihaqi telah
mengintisarikan hal tersebut. Radhiallahu 'anil jami'.
Dan Imam Ibnu Katsir rahimahullahu juga berkata
dalam tafsirnya (2/221):
وَلِهَذَا
تَكَلَّمَ الْبُخَارِيُّ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْحُفَّاظِ فِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ،
وَجَعَلُوْهُ مِنْ رِوَايَةِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، عَنْ كَعْبٍ الْأَحْبَارِ، لَيْسَ
مَرْفُوْعًا، والله أعلم.
Oleh karenanya,
Imam Al-Bukhari rahimahullahu dan
juga bukan hanya Satu orang dari kalangan para huffazh, mereka mengkritik
hadits ini, dan mereka menjadikan hadits tersebut dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, dari Ka'ab Al-Ahbar, bukan kategori hadits marfu' dari
nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Wallahu a'lam.**
Dan hadits:
"صَلَاةُ الْكُسُوْفِ بِثَلَاثِ
رُكُوْعَاتٍ وَأَرْبَعٍ"
"Shalat
Kusuf dengan tiga raka'at dan empat." (HR Muslim: 901)
**Tambahan Faidah (pent):
Ibnu
Taimiyyah rahimahullahu menilai, ini termasuk
kekeliruan dalam Shahih Muslim, dan
beliau berkata dalam Majmu' Fatawa (17/236):
وَالصَّوَابُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُصَلِّهَا إِلَّا مَرَّةً
وَاحِدَةً بِرُكُوْعَيْنِ. وَلِهَذَا لَمْ يُخْرِجِ الْبُخَارِيُّ إِلَّا هَذَا، وَكَذَالِكَ
الشَّافِعِيُّ، وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ فِيْ إِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ عَنْهُ.
Yang tepat,
bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tidak melakukan shalat kusuf melainkan hanya sekali dengan dua ruku'. Oleh
karena itu, Al-Bukhari tidak
mengeluarkan kecuali hanya hadits ini (yakni: dengan dua ruku' _pent). Demikian juga Asy-Syafi'i.
Dan Ahmad Ibnu Hambal dalam salah
satu dari dua riwayat dari beliau. Allahu yarhamul jami'.
Dan Ibnu Taimiyyah rahimahullahu juga berkata
dalam Majmu' Fatawa (18/17-18):
فَإِنَّ
هَذَا ضَعَّفَهُ حُذَّاقٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ... وَلِهَذَا ضَعَّفَ الشَّافِعِي
وَغَيْرُهُ أَحَادِيْثَ الثَّلَاثَةِ وَالْأَرْبَعَةِ، وَلَمْ يَسْتَحِبُّوْا
ذَالِكَ. وَهَذَا أَصَحُّ الرِّوَاتَيْنِ عَنْ أَحْمَدَ. وَرُوِيَ عَنْهُ أَنَّهُ
كَانَ يَجُوْزُ ذَالِكَ قَبْلَ أَنْ يَتَبَيَّنَ لَهُ ضَعْفُ هَذِهِ
الْأَحَادِيْثِ.
Sesungguhnya hadits
ini dilemahkan oleh para pakar dari kalangan ahlul ilmi… Oleh karenanya, Imam Asy-Syafi'i rahimahullahu dan selain
beliau melemahkan hadits-hadits tiga dan empat kali ruku' dalam shalat kusuf.
Mereka tidak memandang mustahab hal tersebut. Dan ini juga pendapat yang
tershahih dari dua riwayat dari Imam Ahmad
rahimahullahu. Dan diriwayatkan juga dari beliau rahimahullahu,
bahwa hal tersebut boleh, sebelum jelas bagi beliau tentang kelemahan
hadits-hadits tersebut. (Selesai)**
وَقَدْ
أُجِيْبَ عَمَّا انْتُقِدَ عَلَيْهِمَا بِجَوَابَيْنِ مُجْمَلٍ وَمُفَصَّلٍ:
Dan telah
dijawab dari apa-apa yang dikritikkan kepada Shahihani, dengan dua jawaban,
secara global dan terperinci:
1_ أَمَّا الْمُجْمَلُ: فَقَالَ
ابْنُ حَجَرَ الْعَسْقَلَانِيِّ فِيْ مُقَدِّمَةِ "فَتْحُ الْبَارِي": لَا
رَيْبَ فِيْ تَقْدِيْمِ الْبُخَارِيِّ ثُمَّ مُسْلِمٍ عَلَى أَهْلِ عَصْرِهِمَا وَمَنْ
بَعْدَهُ مِنْ أَئِمَّةِ هَذَا الْفَنِّ فِيْ مَعْرِفَةِ الصَّحِيْحِ وَالْمُعَلَّلِ.
Pertama.
Adapun secara
global: berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar
Al-'Asqalany rahimahullahu dalam muqaddimah 'Fathu Al-Bari': Tidak
diragukan tentang lebih didahulukannya Imam
Al-Bukhari kemudian Imam Muslim
dibanding orang yang sezaman dengan mereka berdua dan yang setelahnya dari
kalangan para imam dalam bidang ini, mengenai pengetahuan tentang shahih dan
'ilal (nya suatu hadits _pent). Allahu
yarhamul jami'.
قَالَ:
فَبِتَقْدِيْرِ تَوْجِيْهِ كَلَامِ مَنِ انْتَقَدَ عَلَيْهِمَا يَكُوْنُ قَوْلُهُ مُعَارِضاً
لِتَصْحِيْحِهِمَا، وَلَا رَيْبَ فِيْ تَقْدِيْمِهِمَا فِيْ ذَلِكَ عَلَى غَيْرِهِمَا،
فَيَنْدَفِعُ الْاِعْتِرَاضُ مِنْ حَيْثُ الْجُمْلَةِ. اهـ.
Kemudian
beliau rahimahullahu juga berkata:
apabila memandang orientasi perkataan orang yang menganalisa terhadap Shahihaian, maka pendapat orang tersebut
kontradiksi dengan penshahihan yang dilakukan oleh Imam
Al-Bukhari dan Imam Muslim.
Dan tidak diragukan bahwa lebih didahulukannya Imam
Al-Bukhari dan Imam Muslim
dalam masalah penshahihan ketimbang selain keduanya. Maka (dengan ini _pent) hilanglah kontradiksi secara global.
(Selesai)
2_ وَأَمَّا الْمُفَصَّلُ: فَقَدْ أَجَابَ ابْنُ حَجَرَ فِيْ الْمُقَدِّمَةِ
عَمَّا فِيْ "صَحِيْحِ الْبُخَارِيِّ" جَوَاباً مُفَصَّلاً عَنْ كُلِّ حَدِيْثٍ،
وَأَلَّفَ الرَّشِيْدُ الْعَطَارُ كِتَاباً فِيْ الْجَوَابِ عَمَّا انْتُقِدَ عَلَى
مُسْلِمٍ حَدِيْثاً حَدِيْثاً.
Kedua.
Adapun
secara terperinci: telah dijawab
oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu
dalam Muqaddimah Fathu Al-Bari dari apa-apa yang terdapat dalam 'Shahih
Al-Bukhari' dengan jawaban secara tereperinci pada setiap haditsnya. Dan Ar-Rasyid Al-'Athar rahimahullahu juga telah
menyusun sebuah kitab untuk menjawab dari apa-apa yang dikritik terhadap Imam Muslim rahimahullah sehadits demi
sehadits.
وَقَالَ الْعِرَاقِيُّ فِيْ "شَرْحِ أَلْفِيَتِهِ" فِيْ الْمُصْطَلَحِ:
إِنَّهُ قَدْ أُفْرِدَ كِتَاباً لِمَا ضُعِّفَ مِنْ أَحَادِيْثَ "الصَّحِيْحَيْنِ"
مَعَ الْجَوَابِ عَنْهَا، فَمَنْ أَرَادَ الزِّيَادَةَ فِيْ ذَلِكَ فَلْيَقِفْ عَلَيْهِ،
فَفِيْهِ فَوَائِدُ وَمُهِمَّاتٌ. اهـ.
Dan berkata
Al-Hafizh Al-'Iraqi rahimahullahu
dalam 'Syarah Alfiyahnya' dalam bidang musthalah: sesungguhnya telah disendirikan
sebuah kitab yang menguraikan hadits-hadits yang dilemahkan dalam Shahihain
beserta jawaban hal tersebut. Barang siapa ingin mencari tambahan mengenai
masalah tersebut, maka berhentilah (baca: menolehlah) padanya, maka padanya
terdapat berbagai fawaid dan perkara-perkara yang penting. (Selesai)
Wallahu
a'lam bish-shawab. Wa baarakallahu fikum.
Akhukum fillah :
Ahad, 13 -
Rabi'uts Tsani - 1437 H / 24 - 01 - 2016 M
Baca Juga :
--------------------------
0 komentar:
Posting Komentar