PERTEMUAN : KE - DUA
BUKU : MUSTHALAH AL HADITS
PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________
"DEFINISI AL-MUSTHALAH
=>> HADITS QUDSI"
بِسْمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
Telah disinggung pada pertemuan sebelumnya, bahwa buku yang kita
kaji bersama ini terbagi menjadi dua bagian. Dan insya Allah pada pertemuan
kali ini kita akan memulai masuk pada bagian pertama.
Berkata asy-syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah :
القِسمُ الأَوَّلُ مِن كِتَابِ
مُصطَلَحِ الحَدِيثِ
Bagian Pertama Dari Kitab Musthalah Al-Hadits.
مصطلحُ الحديثِ : أ_ تَعرِيفُهُ.
ب_ فَائِدَتُهُ
Musthalah Al-Hadits : Definisi
& Faidahnya.
A). Definisi Musthalah
Al-Hadits.
أ_ مُصطَلَحُ الحَدِيثِ
عِلمٌ يُعرَفُ بِهِ حَالُ
الرَّاوِيِّ وَالمَروِيِّ مِنْ حَيثُ القَبُولِ وَالرَّدِّ
(Definisi) Musthalah Al-Hadits yaitu :
Sebuah ilmu yang dengannya diketahui kedaan seorang perawi dan
suatu riwayat dari sisi diterima dan ditolaknya.
B). Faidah Musthalah
Al-Hadits.
ب_ وفَائِدَتُهُ
مَعرِفَةُ مَا يُقبَلُ وَيُرَدُّ
مِن الرَّاوِي وَالمَروِي
Dan faidah dari Musthalah Al-Hadits yaitu :
Mengetahui apa - apa yang diterima dan ditolak dari seorang perawi
dan dari suatu riwayat.
____________
Kemudian berkata asy-syaikh rahimahullah :
الحديثُ - الخَبَرُ - الأَثَرُ -
الحديثُ القُدسِيُ
“Al-Hadits” - “Al-Khabar” -
“Al-Atsar” - “Al-Haditsul Qudsi”.
Keterangan.
Yang diinginkan oleh asy-syeikh rahimahullah dari masing-masing lafazh di atas adalah pengertian atau definisi
dari masing-masing lafazh tersebut. (Pent)
A). Al-Hadits.
الحَدِيثُ: مَا أُضِيفَ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَََّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ مِن قَولٍ، أَو فِعلٍ، أَو تَقرِيرٍ،
أَو وَصفٍ
Al-Hadits yaitu :
Apa - apa yang di-idhafahkan (baca_disandarkan) kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa ucapan, atau perbuatan, atau taqrir, atau sifat.
Keterangan singkat dari kami. (Pent)
1). Ucapan.
Contohnya seperti lafazh :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ
وَسَلَّمَ : إِنَّما الأَعمَالُ بِالنِّيَاتِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya amalan-amalan tersebut dengan
niat-niatnya. (Muttafaq ‘Alaih)
Lafazh “إِنَّما الأَعمَالُ بِالنِّيَاتِ” adalah lafazh yang diucapkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka lafazh tersebut terkategorikan sebagai “HADITS”.
2). Perbuatan.
Contohnya adalah seperti apa - apa yang dikhabarkan oleh para
shahabiyun radhiallahu ‘anhum tentang semua perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya sebagaimana berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهَا
قَالَتْ : كَانَ النَِّبيُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي بَيْتِي
قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا
Dari ummul mukminin ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha, beliau mengkhabarkan : “Adalah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebiasaan shalat empat rakaat sebelum zhuhur di
rumahku.” (Muttafaq ‘alaih)
Maka, apa yang dikhabarkan oleh ummul mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tentang perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut terkategorikan sebagai “HADITS”.
3). Taqrir.
Disebutkan dalam sebuah buku yang bernama “Irsyad Al-Fuhul Ila
Tahqiqil Haq Min Ilmil Ushul” pada Fashl ke - tujuh :
التَّقرِيرُ وَصُورَتُهُ أَن
يَسكُتَ النَّبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَن إِنكَارِ قَولٍ قِيلَ
أَو عَن فِعلٍ فُعِلَ بَينَ يَدَيهِ أَو فِي عَصرِهِ وَعَلِمَ بِهِ، فإِنَّ ذَلِكَ
يَدُلُّ عَلَى الجَوَازِ
“At Taqrir” bentuknya adalah : diamnya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari mengingkari suatu ucapan yang diucapkan atau perbuatan yang
dilakukan di hadapan beliau, atau di zaman beliau dan beliau mengetahuinya.
Maka itu menunjukan kebolehan.
Di antara contoh “Taqrir” yang menunjukan makna “Jawaz” (boleh)
adalah apa yang disebutkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata tentang bolehnya ‘Azal (yakni berhubungan pasutri
dengan tidak mengeluarkan sperma pria di dalam rahim istri) :
كُنَّا نَعْزِلُ وَالقُرْآنُ
يَنْزِلُ
“Kami ber’Azal dalam keadaan Al Qur’an masih turun”.
Yakni, dahulu para shahabat radhiallahu ‘anhum melakukan ‘Azal, dalam keadaan mereka hidup di zaman nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana wahyu belum terputus. Namun tidak ada wahyu yang turun
menerangkan larangannya. Maka itu menunjukan ‘Azal adalah boleh.
Dan disana juga ada “Taqrir” yang menunjukan makna “Tatsbit” alias
penetapan. (Bersabar ya… Insya Allah akan datang uraian secara detilnya).
4). Sifat.
Di antara contoh sifat, adalah pensifatan akan akhlaq beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantaranya sebagaimana disebutkan oleh shahabat yang mulya Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan dalam segala perkara
kebaikan.” (Muttafaq ‘Alaih)
B). Al-Khabar.
الخَبَرُ: بِمَعنَى الحَدِيثِ؛
فَيُعَرَّفُ بِمَا سَبَقَ فِي تَعرِيفِ الحديثِ
Khabar adalah semakna dengan Hadits. Definisinya juga sebagaimana
definisi hadits yang telah lalu (di atas).
وَقِيلَ: الخَبَرُ مَا أُضِيفَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَإِلَى غَيرِه؛ فَيَكُونُ
أَعَمَّ مِنَ الحَديثِ وأَشمَلَ
Dan ada juga yang mengatakan: khabar adalah apa - apa yang
disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Khabar lebih umum cakupannya dari Hadits (semua hadits
adalah khabar, tidak semua khabar adalah hadits_pent).
C). Al-Atsar.
الأثرُ: ما أُضِيفَ إِلَى
الصَّحَابِيِّ أَوِ التَّابِعِيِّ
Adapun Al-Atsar adalah :
Apa - apa yang disandarkan kepada Shahabat atau Tabi’in.
وَقَدْ يُرَادُ بِهِ مَا أُضِيْفَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُقَيَّداً فَيُقَالُ: وَفِي
الأَثَرِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
Dan terkadang juga yang diinginkan dengan Al-Atsar adalah apa -
apa yang disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hanya saja
diberi Taqyid (“Catatan” atau “Kaitan”) dengan mengatakan : dan dalam sebuah
atsar “DARI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM”.
D). Al-Haditsul Qudsi.
الحديثُ القُدسِيُّ: مَا رَوَاهُ
النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَبِّهِ - تَعَالَى -، وَيُسَمَّى
أَيضاً الحديثُ الرَّبَّانِي والحديثُ الإِلَهِيُ
Adapun Al-Haditsul Qudsi yaitu :
Apa - apa yang diriwayatkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Rabb-nya. Dan dinamakan juga “Al-Haditsur Rabbani” dan “Al-Haditsul
Ilahi”.
Contoh Hadits Qudsi.
مِثَالُهُ : قَولُهُ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يِروِيهِ عَن رَبِّهِ - تعالى - أَنَّهُ قَالَ:
"أَنَا عِندَ ظَنِّ عَبدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذكُرُنِي، فَإِن
ذَكَرَنِي فِي نَفسِهِ ذَكَرتُهُ فِي نَفسِي، وَإِن ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ
ذَكَرتُهُ فِي مَلَأٍ خَيرٌ مِنهُم
Contohnya adalah :
Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari apa yang diriwayatkan dari Rabb-nya, Rabbnya berkata :
“Aku sesuai sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku bersamanya
selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku pada dirinya, maka Aku akan
mengingatnya pada diri-Ku. Apabila ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang, maka
Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dari mereka. (Muttafaq
‘alaih)
وَمَرتَبَةُ الحديثِ القُدسِيِّ
بَينَ القُرآنِ وَالحديثِ النَّبَوِيِّ
Dan kedudukan Hadits Qudsi adalah antara Al-Qur’an dan Al-Haditsin
Nabawi.
فَالقرآنُ الكريمُ يُنسَبُ إِلَى
اللهِ تَعالى لَفظاً وَمعنىً
Al-Qur’an dinisbahkan kepada Allah Jalla wa ‘Ala secara lafazh dan
makna.
والحديثُ النَّبوِيُّ يُنسَبُ
إِلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم لَفظاً ومعنىً
Dan Hadits Nabawi dinisbahkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam secara lafazh dan makna.
وَالحديثُ القُدسِيُّ يُنسَبُ
إِلَى اللهِ تَعَالَى مَعنىً لَا لَفظاً
Adapun Hadits Qudsi dinisbahkan kepada Allah Jalla wa ‘Ala secara
makna tidak secara lafazh.
وَلِذَلِكَ لَا يَتَعَبَّدُ
بِتِلَاوَةِ لَفظِهِ، وَلَا يُقرَأُ فِي الصَّلاةِ، وَلَم يَحصُل به التَّحدِّي،
وَلَم يُنقَلْ بِالتَّوَاتُرِ كَمَا نُقِلَ القُرآنُ، بَل مِنهُ مَا هُوَ صَحِيحٌ
وَضَعِيفٌ وَمَوضُوعٌ
Oleh karenanya, bacaan lafazhnya (yakni Hadits Qudsi_pent) tidak
terkategorikan sebagai ibadah. Tidak dijadikan bacaan dalam shalat. Tidak
terhasilkan persamaan. Dan tidak dinukil secara mutawatir sebagaimana penukilan
Al-Qur’an. Bahkan (Hadits Qudsi) ada yang shahih, dha’if dan palsu.
Wallahu a’lam bish shawab.
Untuk menguji sejauh mana kemampuan sahabat fillah sekalian dalam
memahami materi di atas, silahkan jawablah pertanyaan - pertanyaan berikut.
LATIHAN
1). Apa yang dimaksud dengan Musthalah
Al-Hadits?
2). Apa gerangan faidah mempelajari
Musthalah Al-Hadits?
3). Apa yang dimaksud dengan Hadits?
4). Sebutkan contoh Hadits yang berupa
ucapan!
5). Sebutkan contoh Hadits yang berupa
perbuatan!
6). Sebutkan contoh Hadits yang berupa
sifat!
7). Bagaimanakah bentuk Taqrir?
8). Sebutkan contoh Taqrir yang
menunjukan makna Jawaz!
9). Selain menunjukan makna Jawaz,
terkadang Taqrir juga menunjukan makna …
10). Apa yang dimaksud dengan Khabar?
11). Apa yang dimaksud dengan Atsar?
12). Apa yang dimaksud dengan Hadits
Qudsi?
13). Hadits Qudsi dinamakan juga dengan
…
14). Sebutkan contoh Hadist Qudsi?
15). Kedudukan Hadits Qudsi adalah
antara …
16). Al-Quran dinisbahkan kepada Allah
…
17). Al-Hadits dinisbahkan kepada nabi
…
18). Hadits Qudsi dinisbahkan kepada
Allah …
19). Sebutkan perbedaan antara Hadits
Qudsi dan Al-Qur’an!
20). Pertanyaannya kebanyakan ya?
Apakah sahabat semakin merasakan asyik dan tertantang atau terbetik rasa ingin
mundur?
JAWABAN
1). Musthalah Al Hadits yaitu :
Sebuah ilmu yang dengannya diketahui kedaan seorang perawi dan
suatu riwayat dari sisi diterima dan ditolaknya.
2). Faidah dari Musthalah Al-Hadits
yaitu :
Mengetahui apa - apa yang diterima dan ditolak dari seorang perawi
dan dari suatu riwayat.
3). Al-Hadits yaitu :
Apa-apa yang di-idhofahkan (baca_disandarkan) kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa ucapan, atau perbuatan, atau taqrir, atau sifat.
4). Contohnya seperti lafazh :
قال النّبِيُ صلّى الله عليه
وسلّم : إِنَّما الأَعمَالُ بِالنِّيَاتِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya amalan-amalan tersebut dengan
niat-niatnya. (Muttafaq ‘Alaih)
Lafazh “إِنَّما الأَعمَالُ بِالنِّيَاتِ” adalah lafazh yang diucapkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka lafazh tersebut terkategorikan sebagai “HADITS”.
5). Contohnya adalah seperti apa - apa
yang dikhabarkan oleh para shahabiyun radhiallahu ‘anhum tentang semua perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya sebagaimana berikut :
عَن عائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنهَا
قَالَتْ : كَانَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وسلّم يُصَلِّي فِي بَيْتِي
قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا
Dari ummul mukminin ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha, beliau mengkhabarkan : “Adalah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki kebiasaan shalat empat rakaat sebelum zhuhur di
rumahku.” (Muttafaq ‘alaih)
Maka, apa yang dikhabarkan oleh ummul mukminin ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tentang perbuatan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut terkategorikan sebagai “HADITS”.
6). Di antara contoh sifat, adalah
pensifatan tentang akhlaq beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diantaranya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata :
كَانَ النَّبِيُّ أَجْوَدَ
النَّاسِ بِالْخَيْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan dalam segala perkara
kebaikan.” (Muttafaq ‘Alaih)
7). Disebutkan dalam sebuah buku yang
bernama “Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiqil Haq Min Ilmil Ushul” pada Fashl ke
- tujuh :
التَّقرِيرُ وَصُورَتُهُ أَن يَسكُتَ
النَّبِيُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَن إِنكَارِ قَولٍ قِيلَ أَو عَن
فِعلٍ فُعِلَ بَينَ يَدَيهِ أَو فِي عَصرِهِ وَعَلِمَ بِهِ، فإِنَّ ذَلِكَ يَدُلُّ
عَلَى الجَوَازِ
“At Taqrir” bentuknya adalah : diamnya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari mengingkari suatu ucapan yang diucapkan atau perbuatan yang
dilakukan di hadapan beliau, atau di zaman beliau dan beliau mengetahuinya.
Maka itu menunjukan kebolehan.
8). Di antara contoh “Taqrir” yang
menunjukan makna “Jawaz” (boleh) adalah apa yang disebutkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata tentang bolehnya ‘Azal (yakni berhubungan pasutri
dengan tidak mengeluarkan sperma pria di dalam rahim istri) :
كُنَّا نَعْزِلُ وَالقُرْآنُ
يَنْزِلُ
“Kami ber’Azal dalam keadaan Al Qur’an masih turun”.
Yakni, dahulu para shahabat radhiallahu ‘anhum melakukan ‘Azal, dalam keadaan mereka hidup di zaman nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di mana wahyu belum terputus. Namun tidak ada wahyu yang turun
menerangkan larangannya. Maka itu menunjukan ‘Azal adalah boleh.
9). “Tatsbit” alias penetapan.
10). Berkata asy-syaikh
rahimahullah :
الخَبَرُ: بِمَعنَى الحَدِيثِ؛
فَيُعَرَّف بِمَا سَبَقَ فِي تَعرِيفِ الحديثِ
Khabar adalah semakna dengan Hadits. Definisinya juga sebagaimana definisi
hadits yang telah lalu (di atas).
وَقِيلَ: الخَبَرُ مَا أُضِيفَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَإِلَى غَيرِه؛ فَيَكُون أَعَمَّ
مِنَ الحَدِيثِ وأَشمَلَ
Dan ada juga yang mengatakan, khabar adalah apa - apa yang
disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga kepada selain nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Khabar lebih umum cakupannya dari Hadits (semua hadits
adalah khabar, tidak semua khabar adalah hadits_pent).
11). Berkata asy-syaikh
rahimahullah :
الأثرُ: ما أُضِيفَ إِلَى
الصَّحَابِي أَوِ التّابِعِيِّ
Adapun Al-Atsar adalah :
Apa-apa yang disandarkan kepada Shahabat atau Tabi’in.
وَقَد يُرَادُ بِهِ مَا أُضِيفَ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُقَيَّداً فَيُقَالُ: وَفِي
الأَثَرِ عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan terkadang juga yang diinginkan dengan Al-Atsar adalah apa -
apa yang disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hanya saja diberi Taqyid (“Catatan” atau “Kaitan”) dengan
mengatakan : dan dalam sebuah atsar “DARI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI
WASALLAM”.
12). Al-Haditsul Qudsi yaitu :
Apa-apa yang diriwayatkan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari Rabb-nya.
13). Dan dinamakan juga “Al-Haditsur
Rabbani” dan “Al-Haditsul Ilahi”.
14). Berkata asy-syaikh rahimahullah :
مِثَالُهُ : قَولُهُ صلّى الله
عليه وسلّم فِيمَا يِروِيهِ عَن رَبِّهِ - تعالى - أَنَّهُ قَالَ: "أَنَا
عِندَ ظَنِّ عَبدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذكُرُنِي، فَإِن ذَكَرَنِي فِي
نَفسِهِ ذَكَرتُهُ فِي نَفسِي، وَإِن ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرتُهُ فِي مَلَأٍ
خَيرٌ مِنهُم
Contohnya, sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dari apa yang diriwayatkan dari Rabb-nya, Rabbnya berkata :
“Aku sesuai prasangka hamba-Ku terhadap-Ku. Dan Aku bersamanya
selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku pada dirinya, maka Aku akan
mengingatnya pada diri-Ku. Apabila ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang, maka
Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dari mereka. (Muttafaq
‘alaih)
15). Dan kedudukan Hadits Qudsi adalah
antara Al-Qur’an dan Al-Haditsin Nabawi.
16). Adapun Al-Qur’an dinisbahkan kepada
Allah Jalla wa ‘Ala secara lafazh dan makna
17). Adapun Hadits Nabawi dinisbahkan
kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam secara lafazh dan makna.
18). Adapun Hadits Qudsi dinisbahkan
kepada Allah Jalla wa ‘Ala secara makna tidak secara lafazh.
19). Bacaan lafazhnya (yakni Hadits
Qudsi_pent) tidak terkategorikan sebagai ibadah. Tidak dijadikan bacaan dalam
shalat. Tidak terhasilkan persamaan. Dan tidak dinukil secara mutawatir
sebagaimana penukilan Al-Qur’an. Bahkan (Hadits Qudsi) ada yang shahih, dha’if
dan palsu.
20). Silahkan diisi sesuai perasaan
hati masing - masing.
Bersungguh-sungguhlah dalam belajar, bersemangat dan jangan
menyerah serta berdoa dan bertawakkal. Bismillah wala haula wala quwwata illa
billah…
Penulis :
Rabu - 10 - Juni - 2015 - M.
0 komentar:
Posting Komentar