PERTEMUAN : PERTAMA
BUKU : MUSTHALAH AL HADITS
PENGARANG : IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
بِسمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
"MUQADDIMAH
PENTERJEMAH"
Buku yang ada di hadapan para pembaca sekalian yang kami hormati,
yang insya Allah akan kita pelajari bersama adalah :
·
Buku
: Musthalah Al-Hadits.
·
Karya : Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.
Buku ini insya Allah akan kita jadikan sebagai buku silsilah
pertama, dalam silsilah durus (pelajaran) ulum hadits yang akan kita pelajari.
Sebenarnya, yang umum, familier dan sering dipelajari di markiz -
markiz ilmu pada jenjang awal dalam Silsilah Ulum Al-Hadits adalah buku
matan atau syarh "Al-Bayquniyyah”. Akan tetapi kami fihak penterjemah memandang dikarenakan adanya
kemungkinan tidak semua para pembaca adalah orang - orang yang mahir dalam
berbahasa arab, dan tidak ada salahnya juga guna untuk mempermudah kelak
tatkala memasuki matan atau syarh "Al-Bayquniyah”, maka digunakanlah buku ini sebagai jenjang pertama bagi kita.
Dan juga sebenarnya, tidak ada patokan dan ketetapan paten dan
khusus bahwa buku pertama harus buku ini, kedua harus buku itu dan seterusnya.
Akan tetapi ini semua hanyalah “Min Babit-Tashil Wat-Taisir” alias dalam rangka mempermudah bukan mempersulit. Dan semua itu
dimulai melalui apa yang dianggap termudah sebelum kemudian menuju jenjang
atasnya yang lebih sulit dan seterusnya. Dan ini kembali kepada pandangan
pribadi masing - masing.
Semoga para pembaca sekalian bersedia bersabar sejenak, menggali
apa yang akan kita kaji ini secara perlahan namun pasti bi idznillah. Dan
semoga berfaidah, bermanfaat dan bernilai pahala. Amin ya Rabbana…
Berkata imam Asy-Syafi’i rahimahullah :
وَمَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ
سَاعَةً * تَجَرَّعَ ذُلَّ الجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ
Barang siapa yang tidak mencicipi pahitnya belajar sesaat * Ia
akan meneguk kehinaan sepanjang hayatnya.
وَمَنْ فَاتَهُ التَّعلِيمُ وَقْتَ
شَبَابِهِ * فَكَبِّرْ عَلَيهِ أَربَعًا لِوَفَاتِهِ
Dan barang siapa terluputkan belajar di masa mudanya * Maka bertakbirlah untuknya empat
kali karena wafatnya.
وَذَاتُ الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ
وَالتُّقَى * إِذَا
لَمْ يَكُونَا لَا اعتِبَارَ لِذَاتِهِ
Demi Allah, dzat (kemulyaan) seorang pemuda adalah dengan ilmu dan
ketaqwaan * Bila keduanya tidak ada, maka tiada pengakuan (kemulyaan) bagi dzatnya.
_____________
Para pembaca sekalian yang Allah mulyakan…
Baiklah langsung saja, mari kita menuju ke TKP. Bagi yang belum
memiliki buku yang akan kita kaji ini, silahkan :
Dan bagi yang sudah mengunduh, silahkan buka halaman lima sebagai
muqaddimah dari asy-syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Dari sini kita akan memulai pelajaran kita insya Allah.
_____________
MUQADDIMAH PENULIS
Berkata asy-syeikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah :
بِسمِ اللهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
الحَمدُ لِلَّهِ، نَحمَدُهُ، وَنَستَعِينُهُ،
وَنَستَغفِرُهُ، وَنَتُوبُ إِلَيهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِن شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِن
سَيِّئَاتِ أَعمَالِنَا، مَنْ يَهدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضلِلْ فَلَا
هَادِيَ لَهُ، وَأَشهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُم بِإِحسَانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ، وَسَلَّمَ
تَسلِيْماً كَثِيراً. أَمَّا بَعدُ
فَإِنَّ اللهَ بَعَثَ مُحَمَّداً
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ بِالهُدَى وَدِينِ الحَقِّ، لِيُظْهَرَهُ عَلَى
الدِّينِ كُلِّهِ، وَأَنزَلَ عَلَيهِ الكِتَابَ وَالحِكمَةَ - فَالكِتَابُ هُوَ:
القُرآنُ، وَالحِكمَةُ هِيَ: السُّنَّةُ، لِيُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيهِمْ،
وَلَعَلَّهُم يَتَفَكَّرُونَ فَيَهتَدُونَ وَيُفلِحُونَ
Sesungguhnya Allah mengutus nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dengan petunjuk dan agama yang haq, untuk menampakkannya di atas
seluruh agama. Dan menurunkan kepadanya kitab dan hikmah. Al-Kitab adalah Al-Qur’an;
dan Al-Hikmah adalah As-Sunnah, untuk menjelaskan kepada manusia akan apa yang
diturunkan kepada mereka. Dan agar mereka bertafakkur, maka berpetunjuklah
mereka dan beruntunglah.
فَالكِتَابُ وِالسُّنَّةُ هُمَا
الأَصْلاَنِ اللَّذَانِ قَامَتْ بِهِمَا حُجَّةُ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ، وَاللَّذَانِ
تَنْبَنِي عَلَيْهِمَا الأَحْكَامُ الاِعتِقَادِيَّةُ وَالعَمَلِيَّةُ إِيْجَاباً
وَنَفْياً
Kitab dan Sunnah, keduanya adalah pokok (fondasi) yang dengan
kedua hal tersebut tegaklah hujjah Allah terhadap hamba - hamban-Nya. Dan di
atas kedua hal tersebut pula terbangun ahkam (hukum - hukum) baik yang bersifat
aqidah maupun amaliyah, penetapan maupun penafiyan.
_________
Perbedaan Al-Mustadil bil-Qur’an
(seorang yang berdalil dengan Al-Qur’an) dan Al-Mustadil bis-Sunnah (seorang yang
berdalil dengan As-Sunnah).
A). Al-Mustadil bil-Qur’an (seorang
yang berdalil dengan Al-Qur’an ).
وَالمُسْتَدِلُّ بِالقُرآنِ يَحتَاجُ
إِلَى نَظَرٍ وَاحِدٍ وَهُوَ النَّظَرُ فِيْ دِلَالَةِ النّصِّ عَلَى الحُكمِ، وَلَا
يَحتَاجُ إِلَى النَّظَرِ فِي مُسنَدِهِ؛ لِأَنَّهُ ثَابِتٌ ثُبُوْتاً قَطْعِيّاً
بِالنَّقلِ المُتَوَاتِرِ لَفْظاً وَمَعْنًى. إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ
وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Al-Mustadlil bil-Qur’an (seorang yang berdalil dengan Al-Qur’an)
hanya membutuhkan kepada “SATU PENINJAUAN”, yaitu: hanya meninjau kepada pendalilan nash terhadap suatu
hukum.
Kesimpulan.
Secara garis besar, seorang yang berdalil dengan Al-Qur’an cukup
hanya meninjau kandungan - kandungan hukum yang terdapat di dalam nash. (pent)
Tidak membutuhkan peninjauan kepada sanadnya. Karena Al-Qur’an
telah jelas tsabit (kebenaran) nya dengan ketsabitan yang qath’i (pasti) dengan
penukilan yang mutawatir. Baik secara lafazh maupun makna.
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikr dan sesungguhnya
Kami benar-benar menjaganya.” (Qs: Al-Hijr : 9)
B). Al-Mustadil bis-Sunnah (seorang
yang berdalil dengan As-Sunnah).
وَالمُستَدِلُّ بِالسُّنَّةِ يَحتَاجُ
إِلَى نَظَرَيْنِ
Dan adapun Al-Mustadil bis-Sunnah (seorang yang berdalil dengan
As-Sunnah), ia membutuhkan kepada “DUA TINJAUAN”.
أَوَّلُهَا: النَّظَرُ فِيْ ثُبُوْتِهَا
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ؛ إِذْ لَيْسَ كُلُّ مَا نُسِبَ إِلَيهِ
صَحِيْحاً
Pertama.
Meninjau akan keautentikannya dari nabi shallallhu ‘alaihi wasallam, (mengapa harus ditinjau keautentikannya?_ pent) karena tidak
semua yang disandarkan kepada nabi shallallhu ‘alaihi wasallam adalah valid (shahih).
ثَانِيهِمَا: النَّظَرُ فِيْ دِلَالَةِ
النَّصِّ عَلَى الحُكْمِ
Kedua.
(Sama sebagaimana tinjauan terhadap Al-Qur’an_pent). Meninjau
kepada pendalilan nash terhadap suatu hukum.
Kesimpulan.
Secara garis besar, seorang yang berdalil dengan As-Sunnah tidak
cukup hanya meninjau kandungan - kandungan hukum yang terdapat di dalam nash.
Akan tetapi juga harus meninjau kepada keautentikan sanad. (Pent)
وَمِن أَجْلِ النَّظَرِ الأَوَّلِ
احْتِيْجَ إِلَى وَضْعِ قَوَاعِدَ؛ يُمَيِّزُ بِهَا المَقْبُولُ مِنَ المَرْدُوْدِ
فِيْمَا يُنسَبُ إَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ قَامَ
العُلَمَاءُ - رَحِمَهُمُ اللهُ - بِذَلِكَ وَسَمُّوْهُ : مُصْطَلَحَ الحَدِيثِ
Dan dikarenakan sisi tinjau yang pertama tersebut (yakni meninjau
akan keautentikan sanad), maka dibutuhkanlah kepada peletakan kaidah - kaidah.
Yang dengan kaidah - kaidah tersebut terbedakanlah mana yang Maqbul (diterima)
dari yang Mardud (ditolak) tentang semua yang disandarkan kepada nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan para ulama rahimahumullah telah melakukan hal tersebut. Dan
mereka mengistilahkan dengan sebuah nama “Musthalah Al-Hadits”.
وَقَدْ وَضَعْنَا فِيهِ كِتَاباً
وَسَطاً، يَشْتَمِلُ عَلَى المُهِمِّ مِنْ هَذَا الفَنِّ، حَسَبُ المَنهَجِ المُقَرَّرِ
لِلسَّنَتَيْنِ الأُوْلَى وَالثَّانِيَةِ فِيْ القِسمِ الثَّانَوِيْ فِي المَعَاهِدِ
العِلْمِيَّةِ وَسَمَّينَاهُ : مُصْطَلَحَ الحَدِيْثِ
Dan kami juga telah menulis satu buku yang pertengahan dalam
masalah ini, yang mencakup perkara yang penting dalam bidang tersebut. Sesuai
dengan metode kurikulum untuk tahun pertama dan tahun kedua pada jenjang
Tsanawiyah (setara SMA) pada ma’had - ma’had ilmiyah, dan kami memberi nama
buku tersebut dengan nama “Musthalah Al-Hadits”.
وَقَدْ جَعَلنَاهُ قِسْمَينِ: القِسْمُ
الأَوَّلُ يَتَضَمَّنُ مُقَرَّرَ السَّنَةِ الأُوْلَى، وَالقِسْمُ الثَّانِيُّ يَتَضَمَّنُ
مُقَرَّرَ السَّنَةِ الثَانِيَّةِ
Dan kami membagi buku tersebut menjadi dua bagian. Bagian pertama
untuk kurikulum tahun pertama dan bagian kedua untuk kurikulum tahun kedua.
وَاللهَ أَسْأَلُ أَنْ يَجْعَلَ عَمَلَنَا
خَالِصاً لِوَجْهِهِ، مُوَافِقاً لِمَرْضَاتِهِ، نَافِعاً لِعِبَادِهِ إِنَّهُ جَوَّادٌ
كَرِيْمُ
Dan kepada Allah-lah aku meminta, semoga menjadikan amalan kita
ikhlas hanya berharap wajah-Nya, sesuai dengan yang diridhai-Nya. Yang
bermanfaat bagi hamba - hamba-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan lagi Maha
Mulya.
Selesai muqaddimah dari asy-syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Bihamdillah.
_____________
Selanjutnya, untuk menguji kemampuan para pembaca dalam memahami
uraian di atas, silahkan cermati soal - soal berikut. Jika pembaca mampu
menjawab, maka itu menunjukan pembaca mampu menguasai kesimpulan uraian di
atas.
LATIHAN
1). Nama buku yang kita pelajari
adalah…
2). Pengarang buku yang kita pelajari
bernama…
3). Ada berapa tinjauan yang dibutuhkan
pada seorang Al-Mustadil Bil-Qur’an? Sebutkan!
4). Ada berapa tinjauan yang dibutuhkan
pada seorang Al-Mustadil Bis-Sunnah? Sebutkan!
5). Mengapa para ulama melakukan
peletakkan kaidah - kaidah dalam bidang ini?
6). Apa fungsi peletakan kaidah -
kaidah Musthalah Al-Hadits yang dilakukan oleh para ulama?
7). Mengapa seorang yang beristidlal
dengan Al-Qur’an tidak memerlukan peninjauan thp keautentikan sanadnya?
8). Sebutkan salah satu dalil yang
menunjukan bahwa Al-Qur’an telah jelas keautentikannya yang paten dengan
penukilan yang mutawatir. Baik secara lafazh maupun makna!
9). Mengapa seorang yang beristidlal
dengan As-Sunnah memerlukan peninjauan terhadap keautentikan sanadnya?
10). Apakah pembaca merasa senang
dengan pelajaran ini?
Semoga tetap bersemangat dan selalu berusaha bersabar serta tidak
ada yang menyerah. Baarakallahu fikum jami’a wa yaftahallahu ‘alaikum wa
hafizhakumullah.
JAWABAN
1). Mushthalah Al Hadits.
2). Asy-syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah.
3). Al-Mustadlil bil-Qur’an (seorang
yang berdalil dengan Al-Qur’an) hanya membutuhkan kepada “SATU PENINJAUAN”, yaitu: hanya meninjau kepada pendalilan nash terhadap suatu
hukum.
Kesimpulan.
Secara garis besar, seorang yang berdalil dengan Al-Qur’an cukup
hanya meninjau kandungan - kandungan hukum yang terdapat di dalam nash. (pent)
4). Dan adapun Al-Mustadil bis-Sunnah
(seorang yang berdalil dengan As-Sunnah), ia membutuhkan kepada “DUA TINJAUAN”.
أَوَّلُهَا: النَّظَرُ فِيْ ثُبُوْتِهَا
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ؛ إِذْ لَيْسَ كُلُّ مَا نُسِبَ إِلَيهِ
صَحِيْحاً
Pertama.
Meninjau akan keautentikannya dari nabi shallallhu ‘alaihi wasallam, (mengapa harus ditinjau keautentikannya?_ pent) karena tidak
semua yang disandarkan kepada nabi shallallhu ‘alaihi wasallam adalah valid (shahih).
ثَانِيهِمَا: النَّظَرُ فِيْ دِلَالَةِ
النَّصِّ عَلَى الحُكْمِ
Kedua.
(Sama sebagaimana tinjauan terhadap Al-Qur’an_pent). Meninjau
kepada pendalilan nash terhadap suatu hukum.
Kesimpulan.
Secara garis besar, seorang yang berdalil dengan As-Sunnah tidak
cukup hanya meninjau kandungan - kandungan hukum yang terdapat di dalam nash.
Akan tetapi juga harus meninjau kepada keautentikan sanad. (Pent)
5). Dikarenakan seorang yang berdalil
dengan As-Sunnah membutuhkan kepada peletakkan - peletakkan tersebut.
6). Fungsinya adalah: dengan kaidah -
kaidah tersebut terbedakanlah mana yang Maqbul (diterima) dari yang Mardud
(ditolak) tentang semua yang disandarkan kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
7). Karena Al-Qur’an telah jelas
tsabit (kebenaran) nya dengan ketsabitan yang qath’i (pasti) dengan penukilan
yang mutawatir. Baik secara lafazh maupun makna.
8). Sebagaimana tersebutkan dalam sebuah ayat :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikr dan sesungguhnya
Kami benar-benar menjaganya.” (Qs Al Hijr : 9)
9). karena tidak semua yang
disandarkan kepada nabi shallallhu ‘alaihi wasallam adalah valid (shahih).
10). Kalau penulis senang sekali
walhamdulillah.
Apabila jawaban pembaca sesuai dengan jawaban penulis, maka
pembaca mendapat nilai MUMTAZ, baarakallahu fikum.
Penulis :
Senin - 08 - Juni - 2015 - M.
0 komentar:
Posting Komentar