PERTEMUAN : KE
- ENAM
BUKU :
MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG :
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
___________
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"HASAN LI DZATIH"
Para pembaca sekalian yang kami mulyakan, telah berlalu uraian
bahwa Hadits Ahad ditinjau dari sisi level atau tingkatan kekuatan
sanadnya terbagi menjadi 5 (lima), yaitu : 1). Shahih Li Dzatih, 2). Shahih Li Ghairih, 3). Hasan Li Dzatih, 4). Hasan Li Ghairih, dan 5). Dha’if.
Dan telah berlalu juga uraian bagian pertama, yaitu : uraian
masalah Shahih Li Dzatih beserta sedikit penjelasannya walhamdulillah.
Kemudian, seharusnya pada pertemuan kita kali ini adalah
menguraikan bagian kedua, yakni masalah Shahih Li Ghairih. Akan tetapi
penulis memandang akan lebih bagus dan lebih mudah bagi para pembaca sekalian
untuk melewati bagian kedua ini sementara, dan kita akan masuk terlebih dahulu
pada bagian ketiga.
Mengapa bagian kedua diakhirkan?
Karena apabila pembaca telah menguasai bagian ketiga, insya Allah
akan dengan mudahnya menguasai pembahsan bagian kedua. Bi idznillah.
*****
3). Hasan Li Dzatih.
Berkata asy-syaikh rahimahullah :
3_ وَالحَسَنُ لِذَاتِهِ : مَا رَوَاهُ عَدلٌ خَفِيفُ الضَّبطِ
بِسَنَدٍ مُتَّصِلٍ وَسَلِمَ مِنَ الشُّذُوذِ وَالعِلَّةِ القَادِحَةِ
Dan (definisi) Hasan
Li Dzatih yaitu :
Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang “ADL”
- “KHAFIF DHABTH" - “MUTTASHIL SANAD” dan selamat dari “SYUDZUDZ”
dan “ILLAH QADIHAH”.
Keterangan berkaitan dengan definisi. (Pent)
Perhatikanlah definisi Hasan Li Dzatih di atas, maka para pembaca
akan mendapati persamaan sebagaimana definisi Shahih Li Dzatih. Hanya saja pada
Hasan Li Dzatih terjadi perbedaan dari satu sisi, yakni pada kalimat “خَفِيفُ الضَّبطِ”. Adapun pada
definisi Shahih Li Dzatih menggunakan kalimat “تَامُ الضَّبطِ”.
Tentang penjelasan kalimat “تَامُ الضَّبطِ” telah berlalu uraiannya wahamdulillah.
Adapun maksud dari kalimat “خَفِيفُ الضَّبطِ” adalah sebagaimana dikatakan oleh asy-syaikh rahimahullah :
فَلَيسَ بَينَهُ وَبَينَ
الصَّحِيحِ لِذَاتِهِ فَرقٌ سِوَى اشتِرَاطِ تَمَامِ الضَّبطِ فِي الصَّحِيحِ،
فَالحَسَنُ دُونَهُ
Tidak ada perbedaan antara Hasan Li Dzatih dan Shahih Li Dzatih
kecuali pada pensyaratan “تَامُ الضَّبطِ” pada Shahih Li Dzatih. Adapun pada Hasan Li
Dzatih dibawahnya (yakni di bawah derajat تَامُ الضَّبطِ _pent).
Maka, yang dimaukan dengan kalimat “خَفِيفُ الضَّبطِ” (ringan
penjagaannya) adalah kekuatan penjagaan seorang perawi hadits terhadap hafalan
dan tulisannya yang tidak mencapai derajat “تَامُ الضَّبطِ”. Inilah maksud kalimat “خَفِيفُ الضَّبطِ”.
Lalu menyisakan sebuah pertanyaan, bagaimana cara agar kita bisa
dan mampu membedakan bahwa ini adalah seorang perawi yang “تَامُ الضَّبطِ” dan ini adalah seorang perawi yang “خَفِيفُ الضَّبطِ” ?
Jawabannya adalah :
Pertama.
Merupakan kebiasaan para ulama dalam bidang Jarh dan Ta’dil alias
para kritikus dlm bidang hadits, tatkala mereka menyebutkan seorang perawi yang
“تَامُ الضَّبطِ”, mereka
menyatakan perawi tersebut adalah seorang perawi yang “TSIQAH” (terpercaya)
atau “HUJJAH” atau “QAWIYYUL HADITS” (kuat haditsnya) dan yang semisalnya.
Kedua.
Adapun tatkala mereka menyebutkan seorang perawi yang “خَفِيفُ الضَّبطِ”, mereka
menyatakan perawi tersebut adalah seorang perawi yang “SHADUQ” (bisa dipercaya)
atau “LA BA’SA BIH” (tidak mengapa) atau “TSIQAH YUKHTHI” (terpercaya kadang
salah) dan yang semisalnya.
*****
Contoh hadits Hasan Li Dzatih.
مِثَالُهُ : قَولُهُ صَلَّى الله
عَلَيهِ وَسَلَّمَ : مِفتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُورُ وَتَحرِيمُهَا التَّكبِيرُ
وَتَحلِيلُهَا التَّسلِيمُ
Contohnya adalah :
Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
مِفتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُورُ
وَتَحرِيمُهَا التَّكبِيرُ وَتَحلِيلُهَا التَّسلِيمُ
“Kunci shalat adalah bersuci, dan pembukanya adalah takbir, dan
penutupnya adalah salam.”
Hadits ini diriwayatkan oleh :
1. Abu Daud dalam As Sunan pada kitab thaharah hadits ke - 61.
2. Tirmidzi dalam As Sunan, hadits ke - 3.
3. Ibnu Majah dalam As Sunan hadits ke - 275.
4. Ahmad dalam Musnad 1/123.
5. Syafi’i dalam Musnad 1/70.
6. Abdur Razzaq dalam Musnad hadits ke - 2539.
7. Ath Thahawi dalam Syarh Ma’anil Atsar 1/273.
Dari uraian ini, nampak bagi para pembaca sekalian, bahwa asy-syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berpendapat tentang hadits tersebut adalah hadits Hasan Li
Dzatih. Dan di sana juga terdapat para ulama yang berpendapat bahwa hadits
tersebut adalah hadits Shahih Li Dzatih. Wallahu a’lam.
وَمِن مَظَانِ الحَسَنِ : مَا
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ مُنفَرِداً بِهِ، قَالَهُ ابنُ الصَّلاَحِ
Dan di antara sumber hadits - hadits hasan adalah : apa - apa yang
diriwayatkan oleh Al - Imam Abu Daud rahimahullah yang beliau bersendirian dalam periwayatannya tersebut.
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Shalah rahimahullah.
Wallahu a’alam bish shawab.
*****
LATIHAN
1). Hasan Li Dzatih yaitu : …
2). Tidak ada perbedaan antara Hasan
Li Dzatih dan Shahih Li Dzatih kecuali …
3). Maka, yang dimaukan dengan kalimat
“خَفِيفُ الضَّبطِ” (alias
ringan penjagaannya) adalah …
4). Bagaimana cara agar kita bisa dan
mampu membedakan bahwa ini adalah seorang perawi yang “تَامُ الضَّبطِ” dan ini adalah seorang perawi yang “خَفِيفُ الضَّبطِ” ?
5). Sebutkan di antara contoh hadits
Hasan Li Dzatih menurut syaikh Ibnu Utsaimin rhaimahullah!
6). Dan di antara sumber hadits -
hadits hasan adalah : …
*****
JAWABAN
1). Hasan Li Dzatih yaitu : . . .
مَا رَوَاهُ عَدلٌ خَفِيفُ
الضَّبطِ بِسَنَدٍ مُتَّصِلٍ وَسَلِمَ مِنَ الشُّذُوذِ وَالعِلَّةِ القَادِحَةِ
Suatu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang “ADL” -
“KHAFIF DHABTH - “MUTTASHIL SANAD” dan selamat dari “SYUDZUDZ” dan “ILLAH
QADIHAH”.
2). Pensyaratan “تَامُ الضَّبطِ” pada Shahih
Li Dzatih. Adapun pada Hasan Li Dzatih di bawahnya (yakni di bawah derajat تَامُ الضَّبطِ _pent).
3). Kekuatan penjagaan seorang perawi
hadits terhadap hafalan dan tulisannya yang tidak mencapai derajat “تَامُ الضَّبطِ”.
4). Pertama.
Merupakan kebiasaan para ulama dalam bidang Jarh dan Ta’dil alias
para kritikus dlm bidang hadits, tatkala mereka menyebutkan seorang perawi yang
“تَامُ الضَّبطِ”, mereka
menyatakan perawi tersebut adalah seorang perawi yang “TSIQAH” (terpercaya)
atau “HUJJAH” atau “QAWIYYUL HADITS” (kuat haditsnya) dan yang semisalnya.
Kedua.
Adapun tatkala mereka menyebutkan seorang perawi yang “خَفِيفُ الضَّبطِ”, mereka menyatakan perawi tersebut adalah
seorang perawi yang “SHADUQ” (bisa dipercaya) atau “LA BA’SA BIH” (tidak
mengapa) atau “TSIQAH YUKHTHI” (terpercaya kadang salah) dan yang semisalnya.
5). Di antara contohnya adalah : . . .
مِثَالُهُ : قَولُهُ صَلَّى الله
عَلَيهِ وَسَلَّمَ : مِفتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُورُ وَتَحرِيمُهَا التَّكبِيرُ
وَتَحلِيلُهَا التَّسلِيمُ
Contohnya adalah :
Sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
مِفتَاحُ الصَّلاَةِ الطَّهُورُ
وَتَحرِيمُهَا التَّكبِيرُ وَتَحلِيلُهَا التَّسلِيمُ
“Kunci shalat adalah bersuci, dan pembukanya adalah takbir, dan
penutupnya adalah salam.”
6). Di antara sumbernya adalah : . . .
مَا رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
مُنفَرِداً بِهِ
Apa - apa yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Daud rahimahullah yang beliau bersendirian dalam periwayatannya tersebut.
*****
Sedikit nashihat dari penulis.
Ketajaman pedang itu tidaklah tajam dengan sendirinya, akan tetapi
ketajamannya adalah tatkala engkau merawat dan menjaganya. Apabila engkau
menelantarkannya, maka ia akan tumpul. Bahkan tak kan mustahil ia akan berkarat
dan keropos kemudian hilang dan lenyap bersama tanah.
Demikian pula dengan sebuah ilmu, apabila engkau membiarkannya
begitu saja berlalu tanpa ada keniatan menjaganya, maka ilmupun akan pergi
hilang dan lenyap darimu. Dan engkaupun akan tetap dalam keadaanmu tanpa ada
sebuah peningkatan dan kemajuan. Bahkan engkau akan menjadi sosok manusia yang
tertinggal dan terbelakang dan lenyap bersama hinanya kebodohan.
Maka, bersungguh - sunggahlah dalam menuntut ilmu. Rawat dan
jagalah ia dan berhiaslah dengan keindahannya. Mulya dan bahagialah orang -
orang yang berhias dengan ilmu. Dan bagaimana engkau akan berhias apabila
engkau enggan mempelajarinya.
Bersemangatlah dalam menggapai sebuah kemulyaan, baarakallahu
fikum.
Ditulis oleh :
Kamis - 25 – Juni - 2015 M.
asslamualaikum
BalasHapusberkaitan dengan rowi yg taam dhobt dan khofif dhab, maksudnya ada diantara rowi dari sanad hadist itu begitu?
yang di maksud rowi itu kan yg meriwayatkan hadits, yg meriwayatkan hadist itu kan dr sahabat-tabi'in, tabi'tabi'in dan seterusnya, nah yg menjadi penilaian rowi khofif dan dhab itu di generasi yang mana
terimakasih sebelumnya, smga bisa di jawab
jazaklaah khair
Wa’alaikum salam warahmatullahi…
BalasHapusYang dimaksud adalah untuk para perawi pada generasi tabi’in dan yang setelahnya. Bukan pada generasi sahabat nabi. Karena para ulama ahli hadits telah bersepakat bahwa para shahabat semuanya ‘adil dan tsiqoh (terpercaya), bahkan majhulnya shahabat tidak memadharatkan sanad, berdasarkan nash dari Allah dan rasul-Nya yang merekomendasi ketsiqohan para shahabat, dan Allahu rido terhadap mereka, juga berdasarkan kesepakatan kaum muslimin.