PERTEMUAN : KE-ENAM
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"PEMBAGIAN HADITS"
قَالَ المُؤَلِّفُ رَحِمَهُ
اللهُ:
Berkata Imam
Al-Baiquniy rahimahullahu dalam Manzhumahnya:
وَذِيْ مِنْ أَقْسَامِ الْحَدِيْثِ
عِدَّهْ * وَكُلُّ وَاحِدٍ أَتَى وَحَدَّهْ
Dan
inilah beberapa pembagian hadits * Yang masing-masing akan datang bersama
definisinya.
Kemudian
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mulai menjelaskan:
قَوْلُهُ "ذِيْ" اسْمُ إِشَارَةٍ.
Perkataan
Al-Baiquniy rahimahullahu "ذِيْ" adalah isim isyarah.
وَالْمُشَارُ إِلَيْهِ: مَا
تَرَتَّبَ فِيْ ذِهْنِ الْمُؤَلِّفِ، إِنْ كَانَتِ الْإِشَارَةُ قَبْلَ التَّصْنِيْفِ.
وَإِنْ كَانَتِ الْإِشَارَةُ بَعْدَ التَّصْنِيْفِ، فَالْمُشَارُ إِلَيْهِ هُوَ الشَّيْءُ
الْحَاضِرُ الْمَوْجُوْدُ فِيْ الْخَارِجِ.
Yang
diisyaratkan kepadanya adalah sesuatu yang terangkai pada benak muallif
rahimahullahu, apabila isyarah tersebut sebelum penyusunan nazham. Adapun
apabila setelah penyusunan, maka yang diisyaratkan kepadanya adalah sesuatu
yang hadir dan ada di luar (yakni: pada nazham tidak pada benak muallif _pent)
فَمَا الْمُرَادُ بِالْحَدِيْثِ
هُنَا، أَعِلْمُ الدِّرَايَةِ أَمْ عِلْمُ الرِّوَايَةِ؟
Lalu
apa gerangan yang diinginkan dengan hadits disini, Apakah Ilmu Dirayah ataukah
Ilmu Riwayah?
نَقُوْلُ: الْمُرَادُ بِقَوْلِهِ
"أَقْسَامِ الْحَدِيْثِ" هُنَا عِلْمُ الدِّرَايَةِ.
Kita
jawab: yang diinginkan dengan perkataan Al-Baiquniy rahimahullah
"Pembagian Hadits" disini adalah Ilmu Dirayah.
*Lalu
apa gerangan yang dimaksud dengan Ilmu Dirayah dan Ilmu Riwayah? Al-jawab:
telah kita uraikan bersama masalah ini pada pertemuan kedua kitab ini. Silahkan
diulang kembali!* (pent)
وَقَوْلُهُ "عِدَّه" أَيْ عَدَدٌ لَيْسَ بِكَثِيْرٍ.
Dan
perkataan Al-Baiquniy rahimahullah "عِدَّه", yakni: jumlah yang tidak banyak.
وَقَوْلُهُ "وَكُلُّ وَاحِدٍ أَتَى وَحَدَّه"، أَيْ: أَنَّ كُلَّ
وَاحِدٍ مِنْ هَذِهِ الْأَقْسَامِ جَاءَ بِهِ المُؤَلِّفُ.
Dan
perkataan Al-Baiquniy rahimahullah "Yang
masing-masing akan datang bersama definisinya",
yakni: bahwa masing-masing dari bagian-bagian ini, hal tersebut akan
didatangkan oleh muallif rahimahullahu.
وَقَوْلُهُ "أَتَى وَحَدَّه" الوَاوُ هُنَا وَاوُ
الْمَعِيَّةِ، وَ"حَدَّه" مَفْعُوْلٌ مَعَهُ، وَهُنَا قَاعِدَةٌ وَهِيَ: إِذَا عُطِفَ عَلَى
الضَّمِيْرِ المُسْتَتِرِ فَالْأَفْصَحُ أَنْ تَكُوْنَ الْوَاوُ لِلْمَعِيَّةِ وَيُنْصِبَ
مَا بَعْدَهَا.
Perkataan
Al-Baiquniy rahimahullah "أَتَى وَحَدَّه", huruf 'wau' disini adalah 'wau ma'iyyah', dan kata
"حَدَّه" adalah 'maf'ul ma'ah'. Disini terdapat kaidah, yaitu:
apabila di-'athaf-kan (disandarkan) kepada dhamir mustatir (kata ganti yang
tersembunyi), maka yang fashih 'wau' tersebut adalah 'wau ma'iyyah' dan ia
menashabkan yang setelahnya.
فَإِذَا قُلْتَ: مُحَمَّدٌ
جَاءَ وَعَلِيًّا، فَإِنَّهُ أَفْصَحُ مِنْ قَوْلِكَ: مُحَمَّدٌ جَاءَ وَعَلِيٌّ. لِأَنَّ
وَاوَ الْمَعِيَّةِ تَدُلُّ عَلَى الْمُصَاحَبَةِ، فَالْمَصْحُوْبُ هُوَ الضَّمِيْرُ.
Apabila
kamu berkata: (مُحَمَّدٌ
جَاءَ وَعَلِيًّا), sesungguhnya ini lebih fashih dari perkataanmu: (مُحَمَّدٌ جَاءَ وَعَلِيٌّ), karena 'wau ma'iyyah' menunjukkan makna
mushahabah (menemani), dan yang ditemani adalah dhamir/kata ganti (pada kata
"جَاءَ" _pent).
وَمَعْنَى "حَدَّه"
أَيْ: تَعْرِيْفُهُ. وَالْحَدُّ: هُوَ التَّعْرِيْفُ بِالشَّيْءِ. وَيُشْتَرَطُ فِيْ
الْحَدِّ أَنْ يَكُوْنَ مُطَّرِدًا وَأْنَ يَكُوْنَ مُنْعَكِساً، يَعْنِي: أَنَّ الْحَدَّ
يُشْتَرَطُ أَلَّا يَخْرُجَ عَنْهُ شَيْءٌ مِنَ الْمَحْدُوْدِ، وَأَلَّا يَدْخُلَ فِيْهِ
شَيْءٌ مِنْ غَيْرِ الْمَحْدُوْدِ.
Dan
makna "batasannya" yakni: definisinya. Batasan adalah definisi
terhadap sesuatu. Dan dipersyaratkan pada suatu batasan hendaknya bersifat umum
dan hendaknya memiliki lawan. Yakni: bahwa suatu batasan dipersyaratkan tidak
keluar darinya sesuatu yang masuk dalam batasannya, dan tidak masuk padanya
sesuatu yang bukan dalam batasan.
فَمَثَلاً: إِذَا حَدَدْنَا
الْإِنْسَانَ، كَمَا يَقُوْلُوْنَ: أَنَّهُ حَيْوَانٌ نَاطِقٌ. وَهَذَا الحَدُّ يَقُوْلُوْنَ:
إِنَّهُ مَطَّرِدٌ، وَمُنْعَكِسٌ.
Sebagai contoh:
apabila kita mendefinisikan kata "manusia". Sebagaimana mereka katakan:
manusia adalah hewan yang berbicara. Definisi ini, mereka mengatakan:
sesungguhnya definisi tersebut bersifat umum dan memiliki lawan.
فَقَوْلُنَا: "حَيْوَانٌ"،
خَرَجَ بِهِ مَا لَيْسَ بِحَيِوَانٍ كَالجَمَادِ.
Perkataan
kita: "hewan", keluar dari kata tersebut apa saja yang bukan termasuk
hewan seperti benda mati.
وَقَوْلُنَا: "نَاطِقٌ"،
خَرَجَ بِهِ مَا لَيْسَ بِنَاطِقٍ كَالْبَهِيْمِ.
Dan
perkataan kita: "yang berbicara", keluar dari kata tersebut apa saja
yang tidak berbicara seperti binatang ternak.
فَهَذَا الْحَدُّ الْآنَ
تَامٌّ، لَا يَدْخُلُ فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ غَيْرِ الْمَحْدُوْدِ، وَلَا يَخْرُجُ مِنْهُ
شَيْءٌ مِنَ الْمَحْدُوْدِ.
Maka
definisi ini sekarang ia sempurna, tidak masuk ke dalamnya sesuatu yang bukan
dalam batasan, dan tidak keluar darinya sesuatu yang berada dalam batasan.
وَلَوْ قُلْنَا: إِنَّ الْإِنْسَانَ
حَيْوَانٌ فَقَطْ؛ فَهَذَا لَا يَصِحُّ! لِمَاذَا؟ لِأَنَّهُ يَدْخُلُ فِيْهِ مَا لَيْسَ
مِنْهُ، فَإِنَّنَا إِذَا قُلْنَا: إِنَّ الْإِنْسَانَ حَيْوَانٌ لَدَخَلَ فِيْهِ الْبَهِيْمُ
وَالنَّاطِقُ.
Dan
apabila kita katakan: sesungguhnya manusia adalah "hewan" saja; maka
ini tidak tepat! Mengapa? Karena akan masuk pada definisi tersebut sesuatu yang
bukan darinya. Apabila kita katakan: sesungguhnya manusia adalah
"hewan", niscaya akan masuk ke dalam definisi tersebut binatang ternak dan manusia.
وَإِذَا قُلْنَا: إِنَّ الْإِنْسَانَ
حَيْوَانٌ نَاطِقٌ عَاقِلٌ، فَهَذَا لَا يَصِحُّ أَيْضاً؛ لِأَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْهُ
بَعْضُ أَفْرَادِ الْمَحْدُوْدِ وَهُوَ الْمَجْنُوْنُ.
Dan
apabila kita katakan: sesungguhnya manusia adalah hewan yang berbicara dan
berakal, ini juga tidak tepat; karena akan keluar dari definisi tersebut
sebagian person dalam definisi, yaitu orang yang majnun (gila).
إِذاً فَلَابُدَّ فِيْ الْحَدِّ
أَنْ يَكُوْنَ مُطَّرِداً مُنْعَكِساً.
Jadi,
pada suatu definisi itu harus bersifat umum dan memiliki lawan.
وَإِذَا قُلْنَا فِيْ الوُضُوْءِ:
إِنَّهُ غَسْلُ الْأَعْضَاءِ الْأَرْبَعَةِ فَقَطْ، فَهَذَا لَا يَصِحُّ، فَلَابُدَّ
أَنْ تَقُوْلَ: عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ، لِأَنَّكَ لَوْ غَسَلْتَ هَذِهِ الْأَعْضَاءَ
غَيْرَ مُرَتَّبَةٍ لَمْ يَكُنْ هَذَا وُضُوْءاً شَرْعِيًّا.
Apabila
kita mendefinisikan wudhu: ia adalah membasuh anggota wudhu yang empat saja, definisi
ini tidak tepat! Maka harus engkau tambahkan: dengan shifat yang khsusus. Karena
apabila engkau membasuh anggota wudhu tersebut tidak berurut, maka hal tersebut
bukan sebagai wudhu yang syar'i.
وَلَوْ قُلْتَ: الْوُضُوْءُ
هُوَ غَسْلُ الْأَعْضَاءِ الْأَرْبَعَةِ ثَلَاثاً عَلَى صِفَةٍ مَخْصُوْصَةٍ، فَإِنَّ
هَذَا أَيْضًا لَا يَصِحُّ، لِأَنَّهُ يَخْرُجُ مِنْهُ بَعْضُ الْمَحْدُوْدِ. فَإِنَّهُ
يَخْرُجُ مِنْهُ الْوُضُوْءُ، إِذَا كَانَ غَسْلُ الْأَعْضَاءِ فِيْهِ مَرَةً وَاحِدَةً.
Dan
apabila engkau mendefinisikan: wudhu adalah membasuh anggota yang empat
sebanyak tiga kali dengan shifat tertentu, ini juga tidak tepat! Karena akan
keluar dari definisi tersebut sebagian yang berada dalam batasan. Akan keluar
darinya sebuah wudhu, yang apabila membasuh anggota pada wudhu hanya sekali.
وَعَلَى كُلِّ حَالٍ فَالْحَدُّ
هُوَ التَّعْرِيْفُ، وَهُوَ: "الْوَصْفُ الْمَحِيْطُ بِمَوْصُوْفِهِ، الْمُمَيِّزُ
لَهُ عَنْ غَيْرِهِ".
Kesimpulannya,
kata "الحد" (batasan) adalah "التعريف" (definisi), yaitu: "shifat yang
melingkup terhadap yang dishifati, yang membedakan terhadapnya dari
selainnya".
وَشَرْطُهُ: أَنْ يَكُوْنَ
مُطَّرِداً مُنْعَكِسًا، أَيْ: لَا يَخْرُجُ شَيْءٌ مِنْ أَفْرَادِهِ عَنْهُ، وَلَا
يَدْخُلُ فِيْهِ شَيْءٌ مِنْ غَيْرِ أَفْرَادِهِ.
Dan
syaratnya: hendaknya bersifat umum dan memiliki lawan, yakni: tidak keluar
sesuatu dari person-personnya dari definisi tersebut, dan tidak masuk ke dalam
definsi tersebut sesuatu yang bukan person-personnya.
*KESIMPULANNYA:
Imam
Al-Baiquniy rahimahullahu dalam bait nazham ini, beliau ingin menyampaikan
bahwa Hadits itu terbagi menjadi beberapa bagian. Dan yang akan beliau
sampaikan dalam nazham ini hanyalah sebagian saja, tidak semua dari bagian
tersebut. Yang akan beliau sampaikan dalam nazham ini berjumlah sekitar tiga
puluh dua (32) bagian. Dan masing-masing bagian tersebut akan beliau datangkan
dan akan beliau uraikan satu demi satu bersama dengan masing-masing
definisinya, yang dengan definisi tersebut akan saling membedakan antara satu
bagian dengan bagian yang lain.* (pent)
Wallahu a'lam bish-shawab. Wa baarakallahu fikum.
Akhukum fillah:
Ahad, 07 - Ramadhan - 1437 H / 12 - 06 - 2016 M
0 komentar:
Posting Komentar