Translate

Senin, 19 September 2016

017. Hadits Dha'if Bagian Dua.



PERTEMUAN : KE-TUJUH BELAS
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"HADITS DHA'If BAGIAN DUA"

Berkata Asy-Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahimahullahu:

أَمَّا الضَّعِيْفُ فَهُوَ: مَا لَيْسَ بِصَحِيْحٍ وَلَا حَسَنٍ.

Adapun Hadits Dha'if yaitu: hadits yang tidak shahih dan tidak pula hasan.

وَجَمِيْعُ هَذِهِ الْأَقْسَامِ مَقْبُوْلَةٌ مَا عَدَا الضَّعِيْفَ، وَكُلُّهَا حُجَّةٌ مَا عَدَا الضَّعِيْفَ.

Dan semua bagian-bagian hadits ini adalah maqbul (diterima) selain hadits dha'if. Semuanya adalah hujjah (argumentasi) terkecuali hadits dha'if.

وَجَمِيْعُ هَذِهِ الأَقْسَامِ يَجُوْزُ نَقْلُهُ لِلنَّاسِ وَالتَّحْدِيْثُ بِهَا؛ لِأَنَّهَا كُلُّهَا مَقْبُوْلَةٌ وَحُجَّةٌ، مَا عَدَا الضَّعِيْفَ، فَلَا يَجُوْزُ نَقْلُهُ، أَوِ التَّحَدُّثُ بِهِ، إِلَّا مُبَيَّناً ضَعْفُهُ، لِأَنَّ الَّذِيْ يَنْقُلُ الحَدِيْثَ الضَّعِيْفَ، بِدُوْنِ أَنْ يُبَيِّنَ ضَعْفَهُ لِلنَّاسِ، فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لِمَا رَوَى مُسْلِمٌ فِيْ صَحِيْحِهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيْثٍ، يَرَى أَنَّهُ كُذْبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنَ". وَفِيْ حَدِيْثٍ آخَر: "مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ".

Semua bagian-bagian ini boleh disampaikan kepada manusia dan mengkhabarkan dengan hadits-hadits tersebut; karena semua bagian tersebut adalah maqbul (diterima) dan hujjah. Selain hadits yang dha'if (lemah). Tidak boleh menyampaikan hadits dha'if atau mengkhabarkan hadits dha'if tersebut terkecuali beriringan dengan menjelaskan kelemahannya. Karena yang menukilkan hadits dha'if dengan tanpa menjelaskan kepada manusia, ia termasuk salah satu dari kalangan para pendusta atas nama nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh imam Muslim rahimahullah dalam shahih beliau, bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

"مَنْ حَدَّثَ عَنِّيْ بِحَدِيْثٍ، يَرَى أَنَّهُ كَذْبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الكَاذِبِيْنَ".

"Barang siapa menyampaikan suatu hadits dariku dan ia mengetahui bahwa itu dusta, maka ia termasuk salah satu dari kalanagn para pendusta." [HR: Muslim: 1].

Dan dalam hadits yang lain, nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ".

"Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatilah tempat duduknya dari api neraka." [HR: Al-Bukhari: 1291, & Muslim: 3].

إِذاً فَلَا تَجُوْزُ رِوَايَةُ الحَدِيْثِ الضَّعِيْفِ إِلَّا بِشَرْطٍ وَاحِدٍ، وَهُوَ: أَنْ يُبَيِّنَ ضَعْفَهُ لِلنَّاسِ، فَمَثَلاً؛ إِذَا رَوَى حَدِيْثاً ضَعِيْفاً، قَالَ: رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا الحَدْيِثُ وَهُوَ ضَعِيْفٌ.

Jadi, tidak boleh meriwayatkan hadits dha'if melainkan dengan satu syarat, yaitu: ia menjelaskan sisi kelemahan hadits tersebut kepada manusia. Sebagai contoh; apabila seseorang meriwayatkan suatu hadits yang lemah, ia mengatakan: hadits ini telah diriwayatkan dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan ini adalah hadits yang lemah.  

وَاسْتَثْنَى بَعْضُ العُلَمَاءِ الأَحَادِيْثَ الَّتِيْ تُرْوَى فِيْ التَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ، فَأَجَازُوْا رِوَايَةَ الضَّعِيْفِ مِنْهَا لَكِنْ بِأَرْبَعَةِ شُرُوْطٍ:

Sebagian ulama ada yang memperkecualikan hadits-hadits yang diriwayatkan seputar targhib (motivasi) dan tarhib (kecaman), mereka membolehkan riwayat lemah dari hadits-hadits tersebut dengan empat (4) syarat:

1). أَنْ يَكُوْنَ الحَدِيْثُ فِيْ التَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ.

Pertama.
Hadits tersebut seputar targhib (motivasi) dan tarhib (kecaman).

2). أَلَّا يَكُوْنَ الضَّعِيْفُ شَدِيْداً، فَإِنْ كَانَ شَدِيْداً فَلَا تَجُوْزُ رِوَايَتُهُ، وَلَوْ كَانَ فِيْ التَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ.

Kedua.
Jenjang kelemahan haditsnya bukan syadid (berat). Apabila syadid, maka tidak boleh meriwayatkannya, walaupun seputar targhib (motivasi) dan tarhib (kecaman).   

3). أَنْ يَكُوْنَ الحَدِيْثُ لَهُ أَصْلٌ صَحِيْحٌ ثَابِتٌ فِيْ الْكِتَابِ أَوِ السُّنَّةِ، مِثَالُهُ: لَوْ جَاءَنَا حَدِيْثٌ يُرَغِّبُ فِيْ بِرِّ الوَالِدَيْنِ، وَحَدِيْثٌ آخَرُ يُرَغِّبُ فِيْ صَلَاةِ الجَمَاعَةِ، وَآخَرُ يُرَغِّبُ فِيْ قِرَاءَةِ القُرْآنِ، وَكُلُّهَا أَحَادِيْثُ ضَعِيْفَةٌ، وَلَكِنْ قَدْ وَرَدَ فِيْ بِرِّ الوَالِدَيْنِ، وَفِيْ صَلَاةِ الجَمَاعَةِ، وَفِيْ قِرَاءَةِ القُرْآنِ أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ ثَابِتَةٌ فِيْ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ.

Ketiga.
Hadits tersebut memiliki asal yang shahih lagi tsabit dalam kitab dan sunnah. Misalnya: apabila datang suatu hadits yang memotivasi untuk berbuat baik terhadap kedua orang tua, dan hadits yang lain memotivasi untuk shalat berjama'ah, dan hadits yang lain memotivasi untuk membaca Al-Qur'an, semuanya adalah hadits-hadits dha'if. Akan tetapi telah datang hadits-hadits (atau hujjah-hujah) shahih lagi tsabit dalam kitab dan sunnah mengenai berbuat baik kepada kedua orang tua dan shalat berjama'ah dan membaca Al-Qur'an. 

4). أَلَّا يَعْتَقِدَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَهُ، لِأَنَّهُ لَا يَجُوْزُ أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَدِيْثاً إِلَّا إِذَا كَانَ قَدْ صَحَّ عَنْهُ ذَلِكَ.

Keempat.
Tidak meyakini bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyabdakannya. Karena tidak diperbolehkan seseorang meyakini bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyabdakan suatu hadits terkecuali apabila hal tersebut shahih dari beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

وَلَكِنَّ الَّذِي يَظْهَرُ لِيْ: أَنَّ الحَدِيْثَ الضَّعِيْفَ لَا تَجُوْزُ رِوَايَتُهُ، إِلَّا مُبَيَّناً ضَعْفُهُ مُطْلَقاً، لَاسِيْمَا بَيْنَ العَامَّةِ، لِأَنَّ العَامَّةَ مَتَى مَا قُلْتَ لَهُمْ حَدِيْثاً، فَإِنَّهُمْ سَوْفَ يَعْتَقِدُوْنَ أَنَّهُ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ، وَأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَهُ.

Akan tetapi yang nampak bagiku: bahwa hadits dha'if tidak boleh meriwayatkannya terkecuali dengan dijelaskan kelemahannya secara muthlaq, terlebih di tengah-tengah masyarakat umum. Karena masyarakat umum, kapan engkau mengatakan suatu hadits kepada mereka, sesungguhnya mereka akan meyakini bahwa itu adalah hadits yang shahih (valid), dan bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menyabdakannya.    

وَلِهَذَا، مِنَ القَوَاعِدِ المُقَرَّرَةِ عِنْدَهُمْ، هُوَ: أَنَّ مَا قِيْلَ فِيْ المِحْرَابِ فَهُوَ صَوَّابٌ، وَهَذِهِ القَاعِدَةُ مُقَرَّرَةٌ عِنْدَ العَامَّةِ، فَلَوْ تَأْتِيْ لَهُمْ بِأَكْذَبِ حَدِيْثٍ عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ لَصَدَقُوْكَ، وَلِهَذَا، فَالعَامَّةُ سَيُصَدِّقُوْنَكَ حَتَّى لَوْ بَيَّنْتَ لَهُمْ ضَعْفَهُ، لَاسِيَمَا فِيْ التَّرْغِيْبِ وَالتَّرْهِيْبِ، فَإِنَّ العَامِيَّ لَوْ سَمِعَ أَيَّ حَدِيْثٍ لَحفِظَهُ دُوْنَ الِانْتِبَاهِ لِدَرَجَتِهِ وَصِحَّتِهِ، وَالحَمْدُ لِلهِ فَإِنَّ فِيْ القُرْآنِ الكَرِيْمِ وَالسُّنَّةِ النَّبَوِيَّةِ المُطَهَّرَةِ الصَّحِيْحَةِ مَا يُغْنِيْ عَنْ هَذِهِ الأَحَادِيْثِ.

Oleh karena alasan ini, sudah merupakan kaidah yang paten di kalangan masyarakat umum, bahwa: apa-apa yang disampaikan di mimbar adalah kebenaran. Kaidah ini sudah paten di kalangan masyarakat umum. Andai engkau mendatangkan kepada mereka hadits yang paling dusta di muka bumi sekalipun, niscaya mereka akan membenarkanmu. Oleh karena alasan ini, masyarakat umum akan membenarkanmu hingga apabila engkau menerangkan kelemahannya kepada mereka, terlebih seputar targhib (motivasi) dan tarhib (kecaman). Sesungguhnya seorang awam apabila mendengar hadits apapun, niscaya ia akan menghafalnya tanpa memperhatikan derajat dan keshahihannya. Dan Alhamdulillah sesungguhnya di dalam Al-Qur'an Al-Karim dan Sunnah nabawiyah yang suci lagi shahih terdapat sesuatu yang mencukupi dari hadits-hadits lemah ini.   

وَالْغَرِيْبُ أَنَّ بَعْضَ الوَضَّاعِيْنَ الَّذِيْنَ يَكْذِبُوْنَ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعُوْا أَحَادِيْثَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حَثِّ النَّاسِ عَلَى التَّمَسُّكِ بِالسُّنَّةِ، وَقَالُوْا: إِنَّنَا لَمْ نَكْذِبْ عَلَى الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِنَّمَا كَذَبْنَا لَهُ، وَالرَّسُوْلُ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: "مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ"، أَمَّا نَحْنُ فَقَدْ كَذَبْنَا لَهُ.

Dan anehnya, bahwa sebagian para pemalsu hadits yang berdusta atas nama rasul shallallahu 'alaihi wasallam, mereka memalsukan hadits-hadits nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk memotivasi agar berpegang teguh dengan sunnah. Dan mereka mengatakan: sesungguhnya kami tidak berdusta atas nama rasul shallallahu 'alaihi wasallam, akan tetapi kami berdusta demi beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Sementara yang disabdakan oleh rasul shallallahu 'alaihi wasallam:
"مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّداً فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ".

"Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatilah tempat duduknya dari api neraka." [HR: Al-Bukhari: 1291, & Muslim: 3].

Sementara kami berdusta demi beliau shallallahu 'alaihi wasallam.

وَهَذَا تَحْرِيْفٌ لِلْكَلِمِ عَنْ مَوَاضِعِهِ، لِأَنَّكَ نَسَبْتَ إِلَى الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَمْ يَقُلْهُ، وَهَذَا هُوَ الكَذْبُ عَلَيْهِ صَرَاحَةً، وَفِيْ السُّنَّةِ الصَّحِيْحَةِ غِنَى عَمَّا كَذَبْتَ عَلَيْهِ.

Ini adalah tahrif (pemelintiran) terhadap ucapan tidak pada tempatnya. Karena engkau telah menyandarkan kepada rasul shallallahu 'alaihi wasallam sesuatu yang tidak beliau ucapkan. Ini adalah dusta yang nyata atas nama nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan apa-apa yang terdapat dalam sunnah shahihah telah mencukupi dari apa-apa yang kamu telah berdusta atas nama beliau shallallahu 'alaihi wasallam.  

Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.

Ditulis oleh :
Senin - 17 - Dzul Hijjah - 1437 H / 19 - 09 - 2016 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.