Translate

Kamis, 29 September 2016

018. Marfu' & Maqthu' (Bag - Satu).



PERTEMUAN : KE-DELAPAN BELAS
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"MARFU' & MAQTHU' BAGIAN SATU"

Berkata An-Nazhim imam Al-Baiquniy rahimahullahu:

وَمَا أُضِيْفَ لِلنَّبِيِّ "المَرْفُوْعُ"  *  وَمَا لِتَابِعٍ هُوَ "المَقْطُوْعُ"

Apa-apa yang disandarkan kepada nabi adalah "marfu'" * dan apa-apa yang disandarkan kepada tabi'in adalah "maqthu'"

*****

Kemudian berkata Asy-Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahimahullahu:

ذَكَرَ المُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللهُ نَوْعَيْنِ مِنْ أَنْوَاعِ الحَدِيْثِ، وَهُمَا: "المَرْفُوْعُ - وَالمَقْطُوْعُ"، وَهُمَا القِسْمُ الرَّابِعُ وَالخَامِسُ مِمَّا ذُكِرَ فِيْ النَّظْمِ.

Imam Al-Baiquniy rahimahullahu menyebutkan dua jenis dari jenis-jenis hadits, kedua jenis tersebut adalah "Al-Marfu' dan Al-Maqthu'". Dan kedua jenis ini adalah bagian yang ke-empat dan ke-lima dari bagian-bagian yang telah disebutkan dalam nazham ini.  

Kesimpulan (pent).
Dari apa yang telah kita pelajari pada Nazham Al-Baiquniyah ini, kita telah mengetahui tiga jenis hadits, yaitu:

1). Hadits Shahih.
Hadits Shahih terbagi menjadi dua: Shahih Li Dzatih dan Shahih Li Ghairih.

2). Hadits Hasan.
Hadits Hasan juga terbagi menjadi dua: Hasan Li Dzatih dan hasan Li Ghairih.

3). Hadits Dha'if
Hadits Dha'if juga terbagi menjadi dua: Dha'if Khafif dan Dha'if Syadid.

a). Dha'if Khafif (dha'if yang ringan). Dha'if jenis ini, apabila berbilang, maka ia naik ke jenjang Hasan Li Ghairih.

b). Dha'if Syadid (dha'if yang berat). Dha'if jenis ini, ia tidak bisa naik ke jenjang Hasan Li Ghairih.   

*****

Kemudian berkata Asy-Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullahu:

وَنَقُوْلُ: إِنَّ الحَدِيْثَ بِاعْتِبَارِ مَنْ أُسْنِدَ إِلَيْهِ يَنْقَسِمُ إِلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ:

Kita katakan: sesungguhnya hadits apabila ditinjau dari sisi kepada siapa ia disandarkan, maka ia terbagi menjadi tiga bagian:

1). المَرْفُوْعُ، 2). المَوْقُوْفُ، وَلَمْ يَذْكُرْهُ النَّاظِمُ هُنَا وَسَيَذْكُرُهُ فِيْمَا بَعْدُ، 3). المَقْطُوْعُ.

1). Al-Marfu', 2). Al-Mauquf, ini belum disebutkan oleh An-Nazhim di sini, dan akan beliau sebutkan setelahnya, dan 3). Al-Maqthu'.

وَتَخْتَلِفُ هَذِهِ الثَّلَاثَةُ بِاخْتِلَافِ مُنْتَهَى السَّنَدِ.

Dan perbedaan tiga jenis ini adalah dengan berbedanya akhir sanad.

فَمَا انْتَهَى سَنَدُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ المَرْفُوْعُ.

Apa-apa yang sanadnya sampai kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia adalah Al-Marfu'.

وَمَا انْتَهَى إِلَى الصَّحَابِيِّ فَهُوَ المَوْقُوْفُ.

Dan apa-apa yang sanadnya sampai kepada shahabat, maka ia adalah Al-Mauquf'.

وَمَا انْتَهَى إِلَى مَنْ بَعْدَهُ فَهُوَ المَقْطُوْعُ. وَالمَقْطُوْعُ غَيْرُ المُنْقَطِعِ كَمَا سَيَأْتِيْ.

Dan apa-apa yang sanadnya sampai kepada yang setelah shahabat, maka ia adalah Al-Maqthu'. Dan Al-Maqthu' bukan Al-Munqathi' sebagaimana akan datang uraiannya.

فَالمَرْفُوْعُ هُوَ: مَا أَضِيْفَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ قَوْلٍ، أَوْ فِعْلٍ، أَوْ تَقْرِيْرٍ.

Adapun Al-Marfu', dia adalah: apa-apa yang disandarkan kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam berupa ucapan atau perbuatan atau taqrir (penetapan).

مِثَالُ القَوْلِ: قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى". فَهَذَا مَرْفُوْعٌ مِنَ الْقَوْلِ.

Contoh untuk ucapan adalah sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُّلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى".

“Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat-niatnya. Dan setiap orang mendapatkan apa yang ia niatkan.” [HR: Al-Bukhari & Muslim]. Ini adalah marfu' berupa ucapan.

وَمِثَالُ الفِعْلِ: تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ. وَهَذَا مَرْفُوْعٌ مِنَ الفِعْلِ.

Dan contoh perbuatan adalah: nabi shallallahu 'alaihi wasallam berwudhu dan mengusap kedua terompah beliau. Ini adalah marfu' berupa perbuatan.  

وَمِثَالُ التَّقَرِيْرِ: قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْجَارِيَةِ: "أَيْنَ اللهُ؟" قَالَتْ: فِيْ السَّمَاءِ. فَأَقَرَّهَا عَلَى ذَلِكَ، وَهَذَا مَرْفُوْعٌ مِنَ التَّقْرِيِرِ.

Dan contoh taqrir (penetapan) adalah sabda nabi shalallahu 'alaihi wasallam kepada budak wanita: "Di manakah Allah?" Kemudian budak wanita itu menjawab: "Di langit". Maka nabi shallallahu 'alihi wasallam membenarkan jawaban tersebut. Ini adalah marfu' berupa taqrir (penetapan). 

وَهَلْ مَا فُعِلَ فِيْ وَقْتِهِ، أَوْ قِيْلَ فِيْ وَقْتِهِ، يَكُوْنُ مَرْفُوْعاً؟

Lalu apakah yang dikerjakan atau dikatakan di zaman nabi shallallahu 'alihi wasallam termasuk marfu'?

نَقُوْلُ: إِنْ عُلِمَ بِهِ فَهُوَ مَرْفُوْعٌ؛ لِأَنَّهُ يَكُوْنَ قَدْ أَقَرَّ ذَلِكَ، وَإِنْ لَمْ يُعْلَمْ بِهِ فَلَيْسَ بِمَرْفُوْعٍ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يُضَفْ إِلَيْهِ، وَلِكِنَّهُ حُجَّةٌ عَلَى القَوْلِ الصَّحِيْحِ، وَوَجْهُ كَوْنِهِ حُجَّةً إِقْرَارُ اللهِ إِيَّاهُ.

Kita katakan: apabila hal tersebut diketahui oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka ia adalah marfu'; karena hal tersebut telah di-taqrir (diakui) oleh nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan apabila hal tersebut tidak diketahui, maka ia bukan marfu'. Akan tetapi ia adalah hujjah berdasarkan pendapat yang shahih, dan sisi yang menunjukkan ia merupakan hujjah adalah taqrir Allah terhadap hal tersebut.

وَالدَّلِيْلُ عَلَى هَذَا: أَنَّ الصَّحَابَةَ -رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ- احْتَجُّوْا بِإِقْرَارِ اللهِ لَهُمْ فِيْ بَعْضِ مَا يَفْعَلُوْنَهُ، وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِمْ ذَلِكَ، كَمَا قَالَ جَابِرٌ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-: "كُنَّا نَعْزِلُ وَالقُرْآنُ يَنْزِلُ"، وَكَانَ القُرْآنُ يَنْزِلُ فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَأَنَّهُمْ يَقُوْلُوْنَ: لَوْ كَانَ هَذَا الفِعْلُ حَرَاماً، لَنَهَى اللهُ عَنْهُ فِيْ كِتَابِهِ، أَوْ أَوْحَى إِلَى رَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ، لِأَنَّ اللهَ لَا يُقِرُّ الحَرَامَ.

Dalil yang menunjukkan taqrir Allah adalah: sesungguhnya para shahabat ridwanullahi 'alaihim berhujjah dengan taqrir Allah terhadap mereka pada sebagian hal yang mereka lakukan, dan Allah tidak mengingkari hal tersebut terhadap mereka. Sebagaimana yang dikatakan oleh Jabir radhiallahu 'anhu: "Kami melakukan 'azal (yakni: berhubungan badan dengan mengeluarkan sperma di luar rahim istri) dalam keadaan Al-Qur'an masih turun". Dan Al-Qur'an turun di zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Seakan mereka mengatakan: apabila perbuatan ini diharamkan, niscaya Allah melarang dari hal tersebut dalam kitab-Nya atau mewahyukan larangan tersebut kepada rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam, karena Allah tidak akan men-taqrir perkara haram.

وَالدَّلِيْلُ عَلَى ذَلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: {يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لاَ يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ} [النساء: 108].

Dan dalil mengenai hal itu adalah firman Allah Jalla wa 'Ala: (Mereka bisa bersembunyi dari manusia akan tetapi mereka tidak akan bisa bersembunyi dari Allah, dan Ia bersama mereka tatkala mereka pada suatu malam menyusun suatu keputusan rahasia yang tidak Diridhai-Nya). [QS: An-Nisa: 108].

فَهَؤُلَاءِ الَّذِيْنَ بَيَّتُوْا مَا لَا يَرْضَاهُ اللهُ تَعَالَى مِنَ القَوْلِ، قَدِ اسْتَخَفُّوْا عَنْ أَعْيُنِ النَّاسِ، وَلَمْ يَعْلَمْ بِهِمُ النَّاسُ، وَلَكِنْ لَمَّا كَانَ فِعْلُهُمْ غَيْرَ مَرْضِيٍّ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى، أَنْكَرَ اللهُ عَلَيْهِمْ ذَلِكَ.

Mereka yang menyusun rencana di malam hari yang tidak Allah ridhai, mungkin mereka bisa bersembunyi dari mata-mata manusia dan manusia tidak mengetahui mereka. Akan tetapi tatkala perbuatan mereka tidak diridhai di sisi Allah Ta'ala, maka Allah mengingkari hal tersebut terhadap mereka.

فَدَلَّ هَذَا عَلَى أَنَّ مَا فُعِلَ فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يُنْكِرْهُ اللهُ تَعَالَى فَإِنَّهُ حُجَّةٌ، لَكِنَّنَا لَا نُسَمِّيْهِ مَرْفُوْعاً، وَذَلِكَ لِأَنَّهُ لَا تَصِحُّ نِسْبَتُهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Maka hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan di zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak diingkari oleh Allah, sesungguhnya hal tersebut adalah hujjah. Akan tetapi kita tidak menyebutnya sebagai marfu', karena hal tersebut tidak tepat penisbahannya kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

وَإِنَّمَا سُمِيَ المَرْفُوْعُ مَرْفُوْعاً لِارْتِفَاعِ مَرْتَبَتِهِ، لِأَنَّ السَّنَدَ غَايَتُهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنَّ هَذَا أَرْفَعُ مَا يَكُوْنُ مَرْتَبَةً.

Sesungguhnya yang sampai kepada nabi dinamakan marfu' karena ketinggian martabatnya. Karena puncak sanad adalah nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Sesungguhnya ini adalah setinggi-tinggi sesuatu yang menjadi martabat.  

وَأَمَّا مَا أُضِيْفَ إِلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الحَدِيْثِ فَإِنَّهُ يُسَمَّى: الحَدِيْثَ القُدْسِيَّ، أَوِ الحَدِيْثَ الإِلَهِيَّ، أَوِ الحَدِيْثَ الرَّبَّانِيَّ؛ لِأَنَّ مُنْتَهَاهُ إِلَى رَبِّ العَالَمِيْنَ عَزَّ وَجَلَّ، وَالمَرْفُوْعُ مُنْتَهَاهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Adapun hadits yang disandarkan kepada Allah ta'ala, maka ia dinamakan: hadits qudsi atau hadits ilahi atau hadits rabbani, karena penghujungnya kepada Allah 'Azza wa Jalla Rabb semesta alam. Adapun marfu', penghujungnya kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam. 

Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.

Ditulis oleh :
Kamis - 27 - Dzul Hijjah - 1437 H / 29 - 09 - 2016 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.