"Bersikap
Teliti Dalam Menghadapi Fitnah"
بــسم الله الرحمن الرحيم
الحمد
لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا، وأشهد
أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له إقرارا به وتوحيدا، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما مزيدا، أما
بعد؛
Sahabat
fillah sekalian yang Allah mulyakan…
Walhamdlillah
bimasyiatillah wa biidznih, pada pertemuan sebelumnya berkaitan dengan masalah
fitnah, telah kita baca bersama nashihat yang berharga dari Asy-Syaikh Muhammad
Ibnu 'Abdil Wahhab Al-'Aqil -hafizhahullahu-. Sebagaimana disebutkan dalam
tulisan pada laman blog ini dengan tema: (Tidak Masuk ke Dalam Perkara Fitnah Melainkan Dengan Ilmu Yang Benar).
Dimana
telah disebutkan oleh beliau -hafizhahullahu- pada pertemuan tersebut akan
pentingnya menjaga lisan, agar jangan sampai turut berbicara pada masalah
fitnah melainkan harus diiringi dengan ilmu yang benar. Dan tak lupa juga
adanya satu hal yang perlu diperhatikan, yakni: memperhatikan antara mashlahat (kebaikan)
dan madharat (kerusakan) dalam setiap ucapan yang keluar dari lisan kita.
Dan
tentunya bukan hanya sekedar ucapan, akan tetapi semua yang bersifat perbuatan.
Baik itu perbuatan lisan, hati maupun tangan. Perbuatan lisan adalah menjaga
agar jangan sampai menjatuhkan diri kepada ucapan-ucapan yang mengundang
keruhnya suasana. Adapun perbuatan hati, hendaknya seseorang menjaga hatinya
agar jangan sampai tersisip benih-benih kebencian kepada saudaranya sesama
muslim. Dan adapun perbuatan tangan adalah dengan menjaga tulisan-tulisannya
agar jangan sampai turut melibatkan diri pada perkara-perkara yang bukan
porsinya untuk menulis, sehingga mengakibatkan berbagai mafsadah, kerusakan dan
semakin mengobarkan api fitnah terhadap sesama muslim.
Kemudian
pada pertemuan kita kali ini, kami ingin kembali menyampaikan goresan tinta
dari nashihat-nasihat berharga Asy-Syaikh -hafizhahullahu- yang berikutnya.
Dengan izin Allah, semoga selalu dalam kemudahan dari-Nya. Wala haula wala
quwwata illa billah…
Nashihat
beliau -hafizhahullahu- selanjutmya, beliau berkata:
وجوب التثبت والتبين وقت الفتنة.
Wajibnya
mencari kepastian dan kejelasan di masa fitnah.
من المعلوم أن زمان الفتن زمان خطير يكثر فيه القيل
والقال، ويحمل الكلام فيه على غير محامله، ويكثر الجدال، ويحرص فيه على نقل
الأخبار، وإشاعة الأقوال، ويتصدر من حقهم التأخر، وتنطق فيه الرويبضة. وفي زمان
هذا حاله: ينبغي للمسلم العاقل أن يلتزم أوامر الله سبحانه وتعالى بقوة ودقة، ولا
يجاوزها، ففي لزومها النجاة، وفي مفارقتها الهلكة.
Merupakan
perkara yang maklum, bahwa zaman fitnah adalah zaman yang berbahaya lagi banyak
perkataan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan pada zaman tersebut, dan
ucapan digiring ke arah yang bukan pada tujuannya, banyak perdebatan,
bersemangat menukil berita-berita, menyebarkan pendapat-pendapat, menyegerakan
yang seharusnya diakhirkan, dan berbicaralah orang-orang yang dungu. Dan pada
zaman yang begini keadaannya: sudah menjadi keharusan bagi seorang muslim yang
berakal, agar ia beriltizam (berpegang erat) dengan perintah-perintah Allah
Subhanahu wa Ta'ala dengan kuat dan teliti, dan tidak melampau
perintah-perintah tersebut. Terdapat keselamatan pada iltizam perintah-perintah
tersebut. Dan terdapat kebinasaan tatkala memisahkan diri dari
perintah-perintah tersebut.
ومن ذلك وجوب التثبت عند سماع الأخبار والأقوال،
وعدم العجلة في الحكم على الأخبار حتى يتبين له ثبوتها، ثم بعد ذلك يقوم فيها بما
أمر الله سبحانه وتعالى، وهذا أمر واجب على المسلم في حياته كلها في رخائه وفي
شدته؛ لكنه في وقت الفتن آكد لما يترتب على ذلك من أمور عظيم.
Dan
di antara perintah tersebut adalah wajibnya ber-tatsabbut (bersikap teliti)
tatkala mendengar berita-berita dan pendapat-pendapat, tidak tergesa-gesa dalam
menghukumi terhadap berita tersebut hingga telah jelas baginya kevalidannya. Kemudian
setelah itu, iapun bersikap sesuai dengan apa yang Allah perintahkan mengenai
berita-berita tersebut. Ini adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim dalam
keadaan lapang maupun gentingnya; akan tetapi pada waktu genting, ia akan
bersikap lebih teliti terhadap apa-apa yang akan terjadi berupa perkara-perkara
yang besar dikarenakan hal tersebut.
يقول تعالى: {يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ
فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ}،
(الحجرات: 6).
Allah
Ta'ala berfirman: (Wahai orang-orang yang beriman! Apabila datang kepada
kalian seorang yang fasiq membawa sebuah berita, maka telitilah kejelasannya,
agar kalian tidak mencelakakan suatu kaum karena kecerobohan. Sehingga kalian
menyesal terhadap apa yang kalian lakukan). [QS: Al-Hujurat: 06]
قال ابن كثير رحمه الله تعالى: يأمر تعالى بالتثبت في خبر الفاسق ليُحتَاطَ
له، لئلا يحكم بقوله فيكون في نفس الأمر كاذبًا أو مخطئًا، فيكون الحاكم بقوله قد اقتفى
وراءه، وقد نهى الله عن اتباع سبيل المفسدين.
Ibnu
Katsir rahimahullahu berkata: "Allahu Ta'ala memerintahkan untuk meneliti
terhadap khabar dari seorang yang fasiq agar ia berhati-hati. Agar ia tidak
menghukumi berdasarkan perkataan orang fasiq tersebut. Sehingga pada waktu yang
sama, ia menjadi seorang yang berdusta dan keliru. Maka yang menghukumi dengan
perkataan tersebut, sungguh ia telah mengikuti jejak seorang yang fasiq. Sementara
Allah telah melarang dari mengikuti jalan para perusak."
وقد جعل العلماء رحمهم الله هذه الآية وما جاء في
معناها قاعدةً، وبني عليها علم الرجال والجرح والتعديل، الذي حفظ الله به دينه
وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم، والذي اختصت به الأمة الإسلامية من بين الأمم التي
أضاعت ما أوحاه الله لأنبيائه، وحرفته، وبدلته، وأدخلت فيه ما ليس منه، بقصد أو
بدون قصد، حتى لم يبق في أيديهم شيء يوثق به مما أوحاه الله لأنبيائه عليهم الصلاة
والسلام.
Para
ulama rahimahumullahu menjadikan ayat ini dan yang semakna dengannya sebuah
kaidah, dan dibangun di atasnya ilmu rijal, jarh dan ta'dil, yang dengan ilmu
ini Allah menjaga agama dan sunnah nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Yang
dengan ilmu ini, umat islam terbedakan dari umat-umat yang lain yang telah
hilang apa yang Allah wahyukan terhadap para nabi-Nya, umat-umat tersebut
mengaburkannya dan menggantinya serta memasukkan sesuatu yang bukan darinya.
Baik dengan atau tanpa sengaja. Sehingga tidak tersisa di tangan mereka
sedikitpun yang bisa dipercaya berupa apa-apa yang Allah wahyukan kepada para
nabi-Nya 'alahim ash-shalatu was-salam.
وهذا دليل على أهمية التثبت والتبين عند سماع
الأخبار والروايات ولا سيما وقت الفتن. وكم سبب عدم التثبت والتبين من فتنٍ ومصائب
على الأمةِ، لا زالت تعاني منها حتى يومنا هذا.
Ini
adalah dalil akan pentingnya bersikap teliti dan mencari kejelasan tatkala
mendengar berbagai berita dan riwayat, terkhusus di masa fitnah. Betapa banyak
disebabkan tidak adanya sikap teliti dan mencari kejelasan, kemudian terjadi
berbagai fitnah dan berbagai malapetaka terhadap umat. Hal tersebut terus
terjadi hingga hari kita saat ini.
قال تعالى: {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ
مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى
أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا
فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا}،
(النساء: 83).
Allah
Ta'ala telah menjelaskan: (Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita
berupa keamanan atau ketakutan, mereka langsung menyiarkannya. Apabila mereka
menyerahkannya kepada rasul Allah dan kepada ulil amri di antara mereka,
niscaya orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan mengetahui dari
mereka. Sekiranya bukan karena karunia dan kasih sayang Allah terhadap kalian,
niscaya kalian akan mengikuti syaithan kecuali seidikit).[QS:An-Nisa: 83].
قال ابن كثير -رحمه الله-: (في هذه الآية إنكار على
من يبادر إلى الأمور قبل تحقُّقِها فيخبر بها، ويفشيها، وينشرها، وقد لا يكون لها صحة).
Ibnu
Katsir rahimahullahu berkata: "Dalam ayat ini terdapat pengingkaran
terhadap orang yang bersegera kepada berbagai urusan sebelum menelitinya,
kemudian mengkhabarkan, menyiarkan dan menyebarkannya, dalam keadaan bisa saja
perkara tersebut tidak benar."
فهذه الآية توجب التثبت والتبين عند سماعِ الأخبار، وتنكِر –كما
ذكر ابن كثير- على من بادر وسارع في نقلها ونشرها قبل أن يتحقق من صحتها، وأرشدت كذلك
إلى أمر آخر مهم ؛ وهو أن الأخبار إنما تنقل إلى أولي الأمر من العلماءِ والأمراءِ،
ولا تنقَلُ إلى عامةِ الناس لأن النقلَ إلى عامة الناس لا فائدة فيه، وإنما الفائدة
في نقلها إلى أهل الحلِّ والعقدِ الذين يحسنون فهم الأمور، واستنباط المصالح منها،
ولديهم القدرة على درء المفاسد.
Maka
ayat ini mewajibkan bersikap teliti dan mencari kejelasan tatkala mendengar
berita, dan ayat ini juga mengingkari -sebagaimana telah disebutkan oleh
Ibnu Katsir rahimahullahu- orang yang bergegas dan tergesa-gesa untuk
menukil dan menyebarkan sebelum meneliti kebenarannya. Ayat ini juga memberikan
bimbingan akan perkara penting lainnya; yaitu: bahwa khabar-khabar tersebut
hendaknya diberikan kepada ulil amri dari kalangan para ulama dan pemerintah.
Tidak diberikan kepada khalayak manusia. Karena tidak ada faidahnya
menyampaikan berita kepada khalayak manusia. Sesungguhnya faidah hanyalah
tatkala disampaikan kepada ahli hal dan 'aqd yang mampu dengan baik memahami
perkara-perkara tersebut dan mengambil mashalahat darinya, serta mereka juga
memiliki kemampuan untuk menolak mafsadah (kerusakan).
وقد ذكر ابن كثير -رحمه الله- عدةَ رواياتٍ تحذِّر
من العجلةِ وعدم التثبت، منها: حديث أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله
عليه وسلم قال: (كفى بالمرء كذباً أن يحدث بكلِّ ما سمع).
Ibnu
Katsir rahimahullah telah menyebutkan beberapa riwayat yang memberikan
peringatan dari ketergesa-gesaan dan tidak adanya sikap teliti. Di antara
riwayat-riwayat tersebut adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
(كفى بالمرء كذباً أن يحدث
بكلِّ ما سمع).
"Cukuplah
seseorang dikatakan pendusta, tatkala ia menyampaikan semua yang ia dengar
." [HR: Muslim dalam muqaddimah Shahih beliau: 1/10].
وعن المغيرة بن شعبة رضي الله عنه أنَّ رسول الله
صلى الله عليه وسلم نهى عن قيل وقال.
Dan
dari shahabat Al-Mughirah Ibnu Syu'bah radhiallahu 'anhu, sesungguhnya nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari katanya dan katanya. [HR:
Al-Bukhari: 11/306 dengan Al-Fath, & Muslim: 1341].
قال ابن كثير -رحمه الله-: (أي: الذي يكثر من الحديث
عما يقول الناس من غيرِ تثبتٍ، ولا تدبرٍ، ولا تبينٍ). ثم ذكر ابن كثير -رحمه الله-
قوله صلى الله عليه وسلم: (بئس مطية الرجل زعموا).
Berkata
Ibnu Katsir rahimahullahu: "yakni: yang banyak menyampaikan apa yang
dibicarakan manusia dengan tanpa meneliti, tanpa memperhatikan dan tanpa
memperjelas". Kemudian Ibnu Katsir rahimahullahu menyebutkan sabda nabi
shallallahu 'alaihi wasallam: (Seburuk-buruk ucapan yang digunakan oleh
seseorang sebagai kendaraan adalah ungkapan menurut sangkaan mereka).
[Hadits Abu Mas'ud radhiallahu 'anhu riwayat Abu Dawud: 4321].
قال ابن كثير -رحمه الله-: (ويذكَر هاهنا حديث عمر
المتفق عليه حين بلغه أنّ رسول الله طلَّق نساءه، فجاء من منزله حتى دخل المسجد فوجد
الناس يقولون ذلك، فلم يصبِر حتى استأذن على رسول الله فاستفهمه: أطلقت نساءك؟ قال:
لا، فقلت: الله أكبر ...الحديث.
Ibnu
Katsir rahimahullahu juga berkata: "Dan disebutkan disini sebuah hadits
dari Umar Ibnu Al-Khaththab radhiallahu 'anhu dalam riwayat muttafaq 'alaih,
tatkala sampai berita kepada beliau bahwa rasul shallallahu 'alaihi wasallam
men-talaq istri-istrinya, maka Umar-pun datang dari rumah beliau hingga masuk
masjid, dan beliau mendapati manusia mengatakan berita tersebut. Umarpun tidak
bersabar hingga bergegas meminta izin untuk menemui rasul Allah shallallahu
'alaihi wasallam dan meminta penjelasan: "Apakah engkau men-talaq
istri-istrimu?" Maka nabi menjawab: "Tidak". Maka aku (Umar) pun
berkata: "Allahu Akbar!"…dst.
وعند مسلم؛ فقلت: (أطلَّقتهن؟ فقال: لا، فقمت على
باب المسجد فناديت بأعلى صوتي: لم يطلِّق رسول الله نساءه، ونزلت الآية. قال: أنا استنبطت
ذلك الأمر).
Dan
dalam riwayat Muslim; akupun bertanya: "Apakah engkau men-talaq
mereka?" Maka nabi menjawab: "Tidak". Kemudian Umar berkata:
"Maka aku segera berdiri di depan pintu masjid dan aku menyeru dengan
suara yang lantang: "Rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam tidak men-talaq
istri-istrinya". Kemudian turunlah ayat tersebut. Umar berkata:
"Sayalah yang memastikan kebenaran berita tersebut".
يقول
العلامة السعدي رحمة الله عليه: هذا
تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور
المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة
عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر.
Berkata
Al-'Allamah As-Sa'di rahmatullahi 'alaihi: ini adalah pelajaran adab dari Allah
Ta'ala untuk hamba-hambaNya mengenai perbuatan mereka yang tidak layak. Dan
sudah menjadi keharusan bagi mereka, tatkala datang sebuah urusan dari
urusan-urusan penting dan mashlahat umum yang berkaitan dengan keamanan dan
kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang terdapat padanya musibah
terhadap mereka, hendaknya mereka bersikap teliti dan tidak tergesa-gesa dengan
menyebarkan khabar tersebut.
بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر
منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح
وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا
ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه.
Bahkan mereka
mengembalikan urusan tersebut kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, ahli
berpendapat, nashihat, akal dan tenang. Yang mengetahui urusan-urusan tersebut
dan mengetahui mashlahat (kebaikan) dan lawannya. Apabila ulil amri memandang terdapat
kebaikan dengan menyebarkannya dan menjadikan kaum mukminin bersemangat serta
membahagiakan mereka dan menjadikan mereka menjaga diri dari musuh-musuh
mereka, maka ulil amri akan menyebarkan berita tersebut. Dan apabila ulil mari
memandang tidak adanya kebaikan tatkala menyebarkannya, atau terdapat kebaikan
akan tetapi disertai dengan mafsadah (kerusakan) yang lebih besar, maka ulil
amri tidak akan menyiarkannya.
ولهذا قال: {لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} أي: يستخرجونه بفكرهم
وآرائهم السديدة وعلومهم الرشيدة.
Oleh karenanya
Allah berfirman: (sehingga orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya
akan mengetahui dari ulil amri). Yakni: mereka akan memecahkan masalah
tersebut dengan fikiran dan pendapat mereka yang benar sereta ilmu mereka yang
berpetunjuk.
وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا
حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم
بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ. وفيه النهي عن العجلة والتسرع
لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم
عليه الإنسان؟ أم لا فيحجم عنه؟)
Dalam
masalah ini terdapat dalil untuk sebuah kaidah adab, yaitu: apabila terjadi
penelitian pada sebuah urusan dari urusan-urusan yang seharusnya dipegang oleh
ahlinya dan diberikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka, maka
sesungguhnya hal tersebut lebih dekat kepada kebenaran dan lebih pantas untuk
selamat dari keliru. Dan di dalamnya terdapat larangan dari ketergesa-gesaan
dan terburu-buru untuk menyebarkan urusan-urusan tersebut dari sejak
mendengarnya. Dan terdapat perintah untuk memperhatikan sebelum berbicara dan
menela'ah pada urusan tersebut. Apakah itu kebaikan, sehingga manusia akan
bergegas kepadanya? Atau tidak ada kebaikan padanya, sehingga manusia akan
berpaling darinya?
فانظر -رعاك الله وحماك من الفتن ما ظهر منها وما
بطن- هذا العلاج الرباني وقت وقوع الفتن، وذلك بالصبر، والتثبتِ، وعدم العجلةِ،
فإن في ذلك السلامةَ من الفتنِ، كما في النصوصِ السابقة. وانظر إلى فهم عمر رضي
الله عنه وتثبته، وكيف سلَّمه الله من هذه الفتنة بسبب التثبت في الأخبارِ.
Maka
perhatikanlah -semoga Allah menjaga dan memeliharamu dari fitnah yang nampak
maupun yang tersembunyi- penawar rabbani ini tatkala terjadi fitnah, yaitu
dengan bersabar, bersikap teliti, tidak tergesa-gesa. Sesungguhnya padanya
terdapat keselamatan dari fitnah, sebagaimana dalam nash-nash yang telah lalu.
Dan perhatikanlah akan pemahaman 'Umar Ibnu Al-Khaththab radhiallahu 'anhu dan
sikap telitinya. Bagaimana Allah menyelamatkannya dari fitnah ini dengan sebab
bersikap teliti terhadap berbagai khabar.
Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.
Ditulis oleh :
Kamis -
05 - Muharram - 1438 H / 06 - 10 - 2016 M
0 komentar:
Posting Komentar