Translate

Kamis, 06 Oktober 2016

Bersikap Teliti Dalam Menghadapi Fitnah.



"Bersikap Teliti Dalam Menghadapi Fitnah"

بــسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له إقرارا به وتوحيدا، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما مزيدا، أما بعد؛

Sahabat fillah sekalian yang Allah mulyakan…
Walhamdlillah bimasyiatillah wa biidznih, pada pertemuan sebelumnya berkaitan dengan masalah fitnah, telah kita baca bersama nashihat yang berharga dari Asy-Syaikh Muhammad Ibnu 'Abdil Wahhab Al-'Aqil -hafizhahullahu-. Sebagaimana disebutkan dalam tulisan pada laman blog ini dengan tema: (Tidak Masuk ke Dalam Perkara Fitnah Melainkan Dengan Ilmu Yang Benar).   

Dimana telah disebutkan oleh beliau -hafizhahullahu- pada pertemuan tersebut akan pentingnya menjaga lisan, agar jangan sampai turut berbicara pada masalah fitnah melainkan harus diiringi dengan ilmu yang benar. Dan tak lupa juga adanya satu hal yang perlu diperhatikan, yakni: memperhatikan antara mashlahat (kebaikan) dan madharat (kerusakan) dalam setiap ucapan yang keluar dari lisan kita.  

Dan tentunya bukan hanya sekedar ucapan, akan tetapi semua yang bersifat perbuatan. Baik itu perbuatan lisan, hati maupun tangan. Perbuatan lisan adalah menjaga agar jangan sampai menjatuhkan diri kepada ucapan-ucapan yang mengundang keruhnya suasana. Adapun perbuatan hati, hendaknya seseorang menjaga hatinya agar jangan sampai tersisip benih-benih kebencian kepada saudaranya sesama muslim. Dan adapun perbuatan tangan adalah dengan menjaga tulisan-tulisannya agar jangan sampai turut melibatkan diri pada perkara-perkara yang bukan porsinya untuk menulis, sehingga mengakibatkan berbagai mafsadah, kerusakan dan semakin mengobarkan api fitnah terhadap sesama muslim.

Kemudian pada pertemuan kita kali ini, kami ingin kembali menyampaikan goresan tinta dari nashihat-nasihat berharga Asy-Syaikh -hafizhahullahu- yang berikutnya. Dengan izin Allah, semoga selalu dalam kemudahan dari-Nya. Wala haula wala quwwata illa billah… 

Nashihat beliau -hafizhahullahu- selanjutmya, beliau berkata:

وجوب التثبت والتبين وقت الفتنة.

Wajibnya mencari kepastian dan kejelasan di masa fitnah.

من المعلوم أن زمان الفتن زمان خطير يكثر فيه القيل والقال، ويحمل الكلام فيه على غير محامله، ويكثر الجدال، ويحرص فيه على نقل الأخبار، وإشاعة الأقوال، ويتصدر من حقهم التأخر، وتنطق فيه الرويبضة. وفي زمان هذا حاله: ينبغي للمسلم العاقل أن يلتزم أوامر الله سبحانه وتعالى بقوة ودقة، ولا يجاوزها، ففي لزومها النجاة، وفي مفارقتها الهلكة.  

Merupakan perkara yang maklum, bahwa zaman fitnah adalah zaman yang berbahaya lagi banyak perkataan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan pada zaman tersebut, dan ucapan digiring ke arah yang bukan pada tujuannya, banyak perdebatan, bersemangat menukil berita-berita, menyebarkan pendapat-pendapat, menyegerakan yang seharusnya diakhirkan, dan berbicaralah orang-orang yang dungu. Dan pada zaman yang begini keadaannya: sudah menjadi keharusan bagi seorang muslim yang berakal, agar ia beriltizam (berpegang erat) dengan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan kuat dan teliti, dan tidak melampau perintah-perintah tersebut. Terdapat keselamatan pada iltizam perintah-perintah tersebut. Dan terdapat kebinasaan tatkala memisahkan diri dari perintah-perintah tersebut.  

ومن ذلك وجوب التثبت عند سماع الأخبار والأقوال، وعدم العجلة في الحكم على الأخبار حتى يتبين له ثبوتها، ثم بعد ذلك يقوم فيها بما أمر الله سبحانه وتعالى، وهذا أمر واجب على المسلم في حياته كلها في رخائه وفي شدته؛ لكنه في وقت الفتن آكد لما يترتب على ذلك من أمور عظيم.

Dan di antara perintah tersebut adalah wajibnya ber-tatsabbut (bersikap teliti) tatkala mendengar berita-berita dan pendapat-pendapat, tidak tergesa-gesa dalam menghukumi terhadap berita tersebut hingga telah jelas baginya kevalidannya. Kemudian setelah itu, iapun bersikap sesuai dengan apa yang Allah perintahkan mengenai berita-berita tersebut. Ini adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim dalam keadaan lapang maupun gentingnya; akan tetapi pada waktu genting, ia akan bersikap lebih teliti terhadap apa-apa yang akan terjadi berupa perkara-perkara yang besar dikarenakan hal tersebut.  

يقول تعالى: {يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ}، (الحجرات: 6).

Allah Ta'ala berfirman: (Wahai orang-orang yang beriman! Apabila datang kepada kalian seorang yang fasiq membawa sebuah berita, maka telitilah kejelasannya, agar kalian tidak mencelakakan suatu kaum karena kecerobohan. Sehingga kalian menyesal terhadap apa yang kalian lakukan). [QS: Al-Hujurat: 06]

قال ابن كثير رحمه الله تعالى: يأمر تعالى بالتثبت في خبر الفاسق ليُحتَاطَ له، لئلا يحكم بقوله فيكون في نفس الأمر كاذبًا أو مخطئًا، فيكون الحاكم بقوله قد اقتفى وراءه، وقد نهى الله عن اتباع سبيل المفسدين.

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: "Allahu Ta'ala memerintahkan untuk meneliti terhadap khabar dari seorang yang fasiq agar ia berhati-hati. Agar ia tidak menghukumi berdasarkan perkataan orang fasiq tersebut. Sehingga pada waktu yang sama, ia menjadi seorang yang berdusta dan keliru. Maka yang menghukumi dengan perkataan tersebut, sungguh ia telah mengikuti jejak seorang yang fasiq. Sementara Allah telah melarang dari mengikuti jalan para perusak."

وقد جعل العلماء رحمهم الله هذه الآية وما جاء في معناها قاعدةً، وبني عليها علم الرجال والجرح والتعديل، الذي حفظ الله به دينه وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم، والذي اختصت به الأمة الإسلامية من بين الأمم التي أضاعت ما أوحاه الله لأنبيائه، وحرفته، وبدلته، وأدخلت فيه ما ليس منه، بقصد أو بدون قصد، حتى لم يبق في أيديهم شيء يوثق به مما أوحاه الله لأنبيائه عليهم الصلاة والسلام.

Para ulama rahimahumullahu menjadikan ayat ini dan yang semakna dengannya sebuah kaidah, dan dibangun di atasnya ilmu rijal, jarh dan ta'dil, yang dengan ilmu ini Allah menjaga agama dan sunnah nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Yang dengan ilmu ini, umat islam terbedakan dari umat-umat yang lain yang telah hilang apa yang Allah wahyukan terhadap para nabi-Nya, umat-umat tersebut mengaburkannya dan menggantinya serta memasukkan sesuatu yang bukan darinya. Baik dengan atau tanpa sengaja. Sehingga tidak tersisa di tangan mereka sedikitpun yang bisa dipercaya berupa apa-apa yang Allah wahyukan kepada para nabi-Nya 'alahim ash-shalatu was-salam. 

وهذا دليل على أهمية التثبت والتبين عند سماع الأخبار والروايات ولا سيما وقت الفتن. وكم سبب عدم التثبت والتبين من فتنٍ ومصائب على الأمةِ، لا زالت تعاني منها حتى يومنا هذا.

Ini adalah dalil akan pentingnya bersikap teliti dan mencari kejelasan tatkala mendengar berbagai berita dan riwayat, terkhusus di masa fitnah. Betapa banyak disebabkan tidak adanya sikap teliti dan mencari kejelasan, kemudian terjadi berbagai fitnah dan berbagai malapetaka terhadap umat. Hal tersebut terus terjadi hingga hari kita saat ini.  

قال تعالى: {وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا}، (النساء: 83).

Allah Ta'ala telah menjelaskan: (Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita berupa keamanan atau ketakutan, mereka langsung menyiarkannya. Apabila mereka menyerahkannya kepada rasul Allah dan kepada ulil amri di antara mereka, niscaya orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan mengetahui dari mereka. Sekiranya bukan karena karunia dan kasih sayang Allah terhadap kalian, niscaya kalian akan mengikuti syaithan kecuali seidikit).[QS:An-Nisa: 83].

قال ابن كثير -رحمه الله-: (في هذه الآية إنكار على من يبادر إلى الأمور قبل تحقُّقِها فيخبر بها، ويفشيها، وينشرها، وقد لا يكون لها صحة).

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: "Dalam ayat ini terdapat pengingkaran terhadap orang yang bersegera kepada berbagai urusan sebelum menelitinya, kemudian mengkhabarkan, menyiarkan dan menyebarkannya, dalam keadaan bisa saja perkara tersebut tidak benar."

فهذه الآية توجب التثبت والتبين عند سماعِ الأخبار، وتنكِر كما ذكر ابن كثير- على من بادر وسارع في نقلها ونشرها قبل أن يتحقق من صحتها، وأرشدت كذلك إلى أمر آخر مهم ؛ وهو أن الأخبار إنما تنقل إلى أولي الأمر من العلماءِ والأمراءِ، ولا تنقَلُ إلى عامةِ الناس لأن النقلَ إلى عامة الناس لا فائدة فيه، وإنما الفائدة في نقلها إلى أهل الحلِّ والعقدِ الذين يحسنون فهم الأمور، واستنباط المصالح منها، ولديهم القدرة على درء المفاسد.

Maka ayat ini mewajibkan bersikap teliti dan mencari kejelasan tatkala mendengar berita, dan ayat ini juga mengingkari -sebagaimana telah disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullahu- orang yang bergegas dan tergesa-gesa untuk menukil dan menyebarkan sebelum meneliti kebenarannya. Ayat ini juga memberikan bimbingan akan perkara penting lainnya; yaitu: bahwa khabar-khabar tersebut hendaknya diberikan kepada ulil amri dari kalangan para ulama dan pemerintah. Tidak diberikan kepada khalayak manusia. Karena tidak ada faidahnya menyampaikan berita kepada khalayak manusia. Sesungguhnya faidah hanyalah tatkala disampaikan kepada ahli hal dan 'aqd yang mampu dengan baik memahami perkara-perkara tersebut dan mengambil mashalahat darinya, serta mereka juga memiliki kemampuan untuk menolak mafsadah (kerusakan). 

وقد ذكر ابن كثير -رحمه الله- عدةَ رواياتٍ تحذِّر من العجلةِ وعدم التثبت، منها: حديث أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (كفى بالمرء كذباً أن يحدث بكلِّ ما سمع).

Ibnu Katsir rahimahullah telah menyebutkan beberapa riwayat yang memberikan peringatan dari ketergesa-gesaan dan tidak adanya sikap teliti. Di antara riwayat-riwayat tersebut adalah hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 

(كفى بالمرء كذباً أن يحدث بكلِّ ما سمع).

"Cukuplah seseorang dikatakan pendusta, tatkala ia menyampaikan semua yang ia dengar ." [HR: Muslim dalam muqaddimah Shahih beliau: 1/10].

وعن المغيرة بن شعبة رضي الله عنه أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن قيل وقال.

Dan dari shahabat Al-Mughirah Ibnu Syu'bah radhiallahu 'anhu, sesungguhnya nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari katanya dan katanya. [HR: Al-Bukhari: 11/306 dengan Al-Fath, & Muslim: 1341].

قال ابن كثير -رحمه الله-: (أي: الذي يكثر من الحديث عما يقول الناس من غيرِ تثبتٍ، ولا تدبرٍ، ولا تبينٍ). ثم ذكر ابن كثير -رحمه الله- قوله صلى الله عليه وسلم: (بئس مطية الرجل زعموا).

Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu: "yakni: yang banyak menyampaikan apa yang dibicarakan manusia dengan tanpa meneliti, tanpa memperhatikan dan tanpa memperjelas". Kemudian Ibnu Katsir rahimahullahu menyebutkan sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam: (Seburuk-buruk ucapan yang digunakan oleh seseorang sebagai kendaraan adalah ungkapan menurut sangkaan mereka). [Hadits Abu Mas'ud radhiallahu 'anhu riwayat Abu Dawud: 4321].

قال ابن كثير -رحمه الله-: (ويذكَر هاهنا حديث عمر المتفق عليه حين بلغه أنّ رسول الله طلَّق نساءه، فجاء من منزله حتى دخل المسجد فوجد الناس يقولون ذلك، فلم يصبِر حتى استأذن على رسول الله فاستفهمه: أطلقت نساءك؟ قال: لا، فقلت: الله أكبر ...الحديث.

Ibnu Katsir rahimahullahu juga berkata: "Dan disebutkan disini sebuah hadits dari Umar Ibnu Al-Khaththab radhiallahu 'anhu dalam riwayat muttafaq 'alaih, tatkala sampai berita kepada beliau bahwa rasul shallallahu 'alaihi wasallam men-talaq istri-istrinya, maka Umar-pun datang dari rumah beliau hingga masuk masjid, dan beliau mendapati manusia mengatakan berita tersebut. Umarpun tidak bersabar hingga bergegas meminta izin untuk menemui rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam dan meminta penjelasan: "Apakah engkau men-talaq istri-istrimu?" Maka nabi menjawab: "Tidak". Maka aku (Umar) pun berkata: "Allahu Akbar!"…dst.

وعند مسلم؛ فقلت: (أطلَّقتهن؟ فقال: لا، فقمت على باب المسجد فناديت بأعلى صوتي: لم يطلِّق رسول الله نساءه، ونزلت الآية. قال: أنا استنبطت ذلك الأمر).

Dan dalam riwayat Muslim; akupun bertanya: "Apakah engkau men-talaq mereka?" Maka nabi menjawab: "Tidak". Kemudian Umar berkata: "Maka aku segera berdiri di depan pintu masjid dan aku menyeru dengan suara yang lantang: "Rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam tidak men-talaq istri-istrinya". Kemudian turunlah ayat tersebut. Umar berkata: "Sayalah yang memastikan kebenaran berita tersebut".

يقول العلامة السعدي رحمة الله عليه: هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر.

Berkata Al-'Allamah As-Sa'di rahmatullahi 'alaihi: ini adalah pelajaran adab dari Allah Ta'ala untuk hamba-hambaNya mengenai perbuatan mereka yang tidak layak. Dan sudah menjadi keharusan bagi mereka, tatkala datang sebuah urusan dari urusan-urusan penting dan mashlahat umum yang berkaitan dengan keamanan dan kebahagiaan kaum mukminin, atau ketakutan yang terdapat padanya musibah terhadap mereka, hendaknya mereka bersikap teliti dan tidak tergesa-gesa dengan menyebarkan khabar tersebut.

بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه.  

Bahkan mereka mengembalikan urusan tersebut kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, ahli berpendapat, nashihat, akal dan tenang. Yang mengetahui urusan-urusan tersebut dan mengetahui mashlahat (kebaikan) dan lawannya. Apabila ulil amri memandang terdapat kebaikan dengan menyebarkannya dan menjadikan kaum mukminin bersemangat serta membahagiakan mereka dan menjadikan mereka menjaga diri dari musuh-musuh mereka, maka ulil amri akan menyebarkan berita tersebut. Dan apabila ulil mari memandang tidak adanya kebaikan tatkala menyebarkannya, atau terdapat kebaikan akan tetapi disertai dengan mafsadah (kerusakan) yang lebih besar, maka ulil amri tidak akan menyiarkannya.

ولهذا قال: {لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ} أي: يستخرجونه بفكرهم وآرائهم السديدة وعلومهم الرشيدة.

Oleh karenanya Allah berfirman: (sehingga orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan mengetahui dari ulil amri). Yakni: mereka akan memecahkan masalah tersebut dengan fikiran dan pendapat mereka yang benar sereta ilmu mereka yang berpetunjuk. 

وفي هذا دليل لقاعدة أدبية وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ. وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه، هل هو مصلحة، فيُقْدِم عليه الإنسان؟ أم لا فيحجم عنه؟)

Dalam masalah ini terdapat dalil untuk sebuah kaidah adab, yaitu: apabila terjadi penelitian pada sebuah urusan dari urusan-urusan yang seharusnya dipegang oleh ahlinya dan diberikan kepada ahlinya, dan tidak mendahului mereka, maka sesungguhnya hal tersebut lebih dekat kepada kebenaran dan lebih pantas untuk selamat dari keliru. Dan di dalamnya terdapat larangan dari ketergesa-gesaan dan terburu-buru untuk menyebarkan urusan-urusan tersebut dari sejak mendengarnya. Dan terdapat perintah untuk memperhatikan sebelum berbicara dan menela'ah pada urusan tersebut. Apakah itu kebaikan, sehingga manusia akan bergegas kepadanya? Atau tidak ada kebaikan padanya, sehingga manusia akan berpaling darinya?

فانظر -رعاك الله وحماك من الفتن ما ظهر منها وما بطن- هذا العلاج الرباني وقت وقوع الفتن، وذلك بالصبر، والتثبتِ، وعدم العجلةِ، فإن في ذلك السلامةَ من الفتنِ، كما في النصوصِ السابقة. وانظر إلى فهم عمر رضي الله عنه وتثبته، وكيف سلَّمه الله من هذه الفتنة بسبب التثبت في الأخبارِ.

Maka perhatikanlah -semoga Allah menjaga dan memeliharamu dari fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi- penawar rabbani ini tatkala terjadi fitnah, yaitu dengan bersabar, bersikap teliti, tidak tergesa-gesa. Sesungguhnya padanya terdapat keselamatan dari fitnah, sebagaimana dalam nash-nash yang telah lalu. Dan perhatikanlah akan pemahaman 'Umar Ibnu Al-Khaththab radhiallahu 'anhu dan sikap telitinya. Bagaimana Allah menyelamatkannya dari fitnah ini dengan sebab bersikap teliti terhadap berbagai khabar.   

Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.

Ditulis oleh :
Kamis - 05 - Muharram - 1438 H / 06 - 10 - 2016 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.