PERTEMUAN : KE-DUA PULUH
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"MARFU' & MAQTHU'
BAGIAN TIGA"
Berkata
Asy-Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullahu:
وَهَلْ مَا أُضِيْفَ إِلَى الصَّحَابِيِّ
وَلَمْ يَثْبُتْ لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ، هَلْ هُوَ حُجَّةٌ أَمْ لَا؟
Apa-apa yang
disandarkan kepada shahabat dan tidak terbukti memiliki hukum marfu', apakah ia
hujjah ataukah bukan?
نَقُوْلُ: فِيْ هَذَا خِلَافٌ بَيْنَ
أَهْلِ العِلْمِ.
Kita katakan:
dalam masalah ini terdapat khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ahli ilmu.
فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: بِأَنَّهُ حُجَّةٌ،
بِشَرْطِ أَلَّا يُخَالِفَ نَصّاً، وَلَا صَحَابِيّاً آخَرَ، فَإِنْ خَالَفَ نَصًّا
أُخِذَ بِالنَّصِّ، وَإنْ خَالَفَ صَحَابِيّاً آخَرَ أُخِذَ بِالرَّاجِحِ.
Pendapat
Pertama. (pent)
Di antara
mereka ada yang berpendapat: bahwa ia adalah hujjah, dengan syarat tidak
menyelisihi nash, tidak pula menyelisihi shahabat yang lain. Apabila
menyelisihi nash, maka yang diambil adalah nash. Dan apabila menyelishi
shahabat yang lain, maka diambil yang rajih (kuat).
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّ قَوْلَ
الصَّحَابِيِّ لَيْسَ بِحُجَّةٍ، لِأَنَّ الصَّحَابِيَّ بَشَرٌ يَجْتَهِدُ، وَيُصِيْبُ
وَيُخْطِئُ.
Pendapat
Kedua. (pent)
Di antara
mereka ada yang berpendapat: sesungguhnya ucapan shahabat bukan hujjah. Karena
shahabat manusia biasa yang berijtihad. Bisa salah dan bisa benar.
وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: الحُجَّةُ مِنْ
أَقْوَالِ الصَّحَابَةِ قَوْلُ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا- لِأَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اقْتَدُوْا بِالَّذَيْنِ
مِنْ بَعْدِيْ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ". وَقَالَ أَيْضاً: "إِنْ يُطِيْعُوْا
أبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوْا".
Pendapat
Ketiga. (pent)
Di antara
mereka ada yang berpendapat: hujjah dari ucapan shahabat hanya dari ucapan Abu
Bakr dan Umar radhiallahu 'anhuma. Karena nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"اقْتَدُوْا بِالَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيْ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ".
"Ambillah
teladan dua orang setelahku; Abu Bakr dan Umar."
[HR: Ahmad: 382, & At-Tirmidzi: 3662 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam
Shahih Al-Jami': 1142].
Demikian juga
sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
"إِنْ يُطِيْعُوْا أبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوْا".
"Apabila
mereka menta'ati Abu Bakar dan Umar, niscaya mereka akan mendapat
petunjuk." [HR: Muslim: 681].
وَأَمَّا مَنْ سِوَاهُمَا فَلَيْسَ قَوْلُهُ
بِحُجَّةٍ.
Adapun selain
Abu Bakar dan Umar, maka ucapannya bukan hujjah.
وَالَّذِيْ يَظْهَرُ لِيْ أَنَّ قَوْلَ
الصَّحَابِيِّ حُجَّةٌ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الفِقْهِ وَالعِلْمِ، وَإِلَّا فَلَيْسَ
بِحُجَّةٍ، لِأَنَّ بَعْضَ الصَّحَابَةِ كَانَ يَفُدُّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَتَلَقَّى مِنْهُ بَعْضَ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ، وَهُوَ
لَيْسَ مِنَ الفُقَهَاءِ، وَلَيْسَ مِنْ عُلَمَاءِ الصَّحَابَةِ، فَهَذَا لَا يَكُوْنُ
قَوْلُهُ حُجَّةً.
Dan yang tampak
bagiku; ucapan shahabat adalah hujjah, apabila ia termasuk ahli fiqih dan ahli
ilmu. Apabila bukan, maka bukan hujjah. Karena sebagian shahabat ada yang hanya
sekedar datang kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengambil sebagian
hukum-hukum syar'i, akan tetapi ia bukan termasuk dari kalangan fuqaha dan juga
bukan ulama shahabat, yang seperti ini, maka ucapannya bukan hujjah.
وَهَذَا القَوْلُ وَسَطٌ بَيْنَ الأَقْوَالِ،
وَهُوَ القُوْلُ الرَّاجِحُ فِيْ هَذِهِ المَسْأَلَةِ.
Pendapat ini
adalah pendapat yang pertengan di antara pendapat-pendapat tersebut. Dan ia
adalah pendapat yang rajih dalam masalah ini.
*****
وَمَا الحُكْمُ فِيْمَا إِذَا قَالَ التَّابِعِيُّ:
مِنَ السُّنَّةِ كَذَا، هَلْ لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ أَمْ لَا؟
Lalu apa hukum
pada sesuatu yang apabila seorang tabi'i berkata: "Termasuk dari sunnah adalah begini",
apakah memiliki hukum marfu' ataukah tidak?
نَقُوْلُ: قَدِ اخْتَلَفَ المُحَدِّثُوْنَ
فِيْ ذَلِكَ.
Kita katakan:
sesungguhnya para ahli hadits juga telah berselisih dalam masalah tersebut.
فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّهُ مُوْقُوْفٌ،
وَلَيْسَ مِنْ قِسْمِ المَرْفُوْعِ؛ لِأَنَّ التَّابِعِيَّ لَمْ يُدْرِكْ عَهْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلِذَلِكَ لَا نَسْتَطِيْعُ أَنْ نَقُوْلَ أَنَّ
مَا سَمَّاهُ سُنَّةً فَيَعْنِيْ بِهِ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
بَلْ يُحْتَمَلُ أَنْ يُرِيْدَ سُنَّةَ الصَّحَابَةِ.
Pendapat
Pertama. (pent)
Di antara
mereka ada yang berpendapat: sesungguhnya ia adalah mauquf, bukan termasuk dari
bagian marfu'. Karena tabi'i tidak mendapati zaman nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengatakan bahwa sesuatu yang
dinamakan sebagai sunnah oleh tabi'i, sesungguhnya yang ia inginkan adalah
sunnah nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan mengandung kemungkinan yang ia
ingin kan adalah sunnah shahabat.
وَقَالَ بَعْضُ العُلَمَاءِ: بَلْ هُوَ
مَرْفُوْعٌ؛ لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ مُنْقَطِعٌ؛ لِأَنَّهُ سَقَطَ مِنْهُ الصَّحَابِيُّ،
وَيَكُوْنُ المُرَادُ بِالسُّنَّةِ عِنْدَهُ هِيَ: سُنَّةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Pendapat
Kedua. (pent)
Dan sebagian
ulama ada yang berpendapat: bahkan ia adalah marfu'; akan tetapi ia mursal
munqathi'. Karena hilang dari sanad tersebut seorang shahabat. Maka yang
diinginkan dari kata "sunnah" menurut pendapat ini, ia adalah sunnah
nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Faidah
Tambahan. (pent)
Perkataan
Al-'Utsaimin rahimahullahu: (Karena hilang dari
sanad tersebut seorang shahabat). Apabila yang dihilangkan dalam sanad
tersebut adalah seorang shahabat, maka sanad tersebut adalah shahih, karena
seluruh shahabat adalah 'adil dan tsiqah. Akan tetapi apabila yang dihilangkan
bukan shahabat, maka bisa shahih, hasan atau dha'if. Karena keadaan perawi
selain shahabat tidak semua tsiqah dan 'adil, akan tetapi terkadang ada yang
shoduq dan dha'if, bahkan mungkar dan matruk.
وَعُمُوْماً فَعَلَى كِلَا القَوْلَيْنِ:
إِنْ كَانَ مُرْسَلاً: فَهُوَ ضَعِيْفٌ، وَذَلِكَ لِعَدَمِ اتِّصَالِ السَّنَدِ. وَإِذَا
كَانَ مَوْقُوْفاً: فَهُوَ مِنْ بَابِ قَوْلِ الصَّحَابِيِّ، أَوْ فِعْلِهِ.
Secara umum,
berdasarkan dua pendapat tersebut: apabila mursal, maka ia dha'if. Karena tidak
adanya ketersambungan sanad. Dan apabila mauquf, maka ia masuk dalam bab ucapan
atau perbuatan shahabat.
Untuk
pembahasan seputar MURSAL, akan kita kaji bersama secara tersendiri pada
pertemuan ke - dua puluh Sembilan (29) dari kitab ini, insya Allah. (pent)
*****
وَقَدْ تَقَدَّمَ الخِلَافُ فِيْ حُجِّيَّةِ
قَوْلِ الصَّحَابِيِّ، وَبَيَانُ الخِلَافِ فِيْهِ، وَأَنَّ القَوْلَ الصَّحِيْحَ هُوَ
أَنَّهُ حُجَّةٌ بِثَلَاثَةِ شُرُوْطٍ:
Telah berlalu
di atas tentang perbedaan pendapat mengenai hujjiah ucapan shahabat, dan
penjelasan perselisihan tersebut. Dan pendapat yang shahih, ia adalah hujjah
dengan tiga syarat:
1). أَنْ يَكُوْنَ الصَّحَابِيُّ مِنْ فُقَهَاءِ الصَّحَابَةِ. 2).
أَلَّا يُخَالِفَ نَصّاً. 3). أَلَّا يُخَالِفَ قَوْلَ صَحَابِيٍّ آخَر.
1).
Apabila shahabat tersebut dari kalangan fuqaha dan ulama shahabat.
2).
Apabila ucapan shahabat tersebut tidak menyelisihi nash.
3).
Pendapat tersebut tidak menyelishi pendapat shahabat yang lain.
فَإِنْ كَانَ لَيْسَ مِنْ فُقَهَاءِ الصَّحَابَةِ
فَقَوْلُهُ لَيْسَ بِحُجَّةٍ.
Apabila ia
bukan dari kalangan fuqaha shahabat, maka ucapannya bukan hujjah.
وَإِنْ كَانَ مِنْ فُقَهَائِهِمْ وَلَكِنْ
خَالَفَ نَصًّا فَالعِبْرَةُ بِالنَّصِّ وَلَا عِبْرَةَ بِقَوْلِهِ.
Apabila ia
termasuk fuqaha shahabat, akan tetapi menyelishi nash, maka yang diambil adalah
nash, bukan mengambil ucapannya.
وَإِنْ كَانَ مِنْ فُقَهَاءِ الصَّحَابَةِ،
وَلَمْ يُخَالِفْ نَصًّا وَلَكِنْ خَالَفَهُ صَحَابِيٌّ آخَر، فَإِنَّنَا نَطْلُبُ
المُرَجَّحَ.
Apabila ia
termasuk fuqaha shahabat, dan ia tidak menyelishi nash, akan tetapi ada shahabat
yang lain menyelisihi, maka kita mencari yang dirajihkan.
كَذَلِكَ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً،
إِذَا نَسَبَ الشَّيْءَ إِلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقِيْلَ:
كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ كَذَا فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
فَهَذَا مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً.
Demikian juga
termasuk marfu' secara hukum, apabila seorang shahabat menyandarkan sesuatu
kepada zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila dikatakan: (dahulu mereka mengerjakan begini di zaman nabi
shallallahu 'alaihi wasallam), maka ini termasuk marfu' secara
hukum.
وَأَمْثِلَتُهُ كَثِيْرَةٌ، مِثْلُ قَوْلِ
أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرِ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-: "نَحَرْنَا فِيْ عَهْدِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَساً فِيْ المَدِيْنَةِ وَأَكَلْنَاهُ."
Dan
contoh-contohnya sangat banyak, seperti ucapan Asma Bintu Abi Bakar radhiallahu
'anhuma:
"نَحَرْنَا فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَرَساً فِيْ المَدِيْنَةِ وَأَكَلْنَاهُ."
"Kami
menyembelih kuda di zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam di Madinah dan
memakannya." [AR: Al-Bukhari: 5519].
فَهُنَا لَمْ تُصَرِّحْ بِأَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِمَ بِهِ، لِأَنَّهَا لَوْ صَرَّحَتْ بِهِ لَكَانَ
مَرْفُوْعاً صَرِيْحاً، فَإِذاً هُوَ مَرْفُوْعٌ حُكْماً.
Di sini Asma
radhiallahu 'anha tidak menyatakan dengan jelas bahwa nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam mengetahui hal tersebut. Karena apabila Asma radhiallahu 'anha
menyatakan dengan jelas, maka atsar tersebut dihukumi marfu' sharih. Jika
demikian (yakni tidak dinyatakan dengan sharih), maka ia adalah marfu' secara
hukum.
وَوَجْهُ ذَلِكَ: أَنَّهُ لَوْ كَانَ
حَرَاماً مَا أَقَرَّهُ اللهُ تَعَالَى، فَإِقْرَارُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ يَقْتَضِي
أَنْ يَكُوْنَ حُجَّةً -وَقَدْ عَلِمْتَ فِيْمَا سَبَقَ- أَنَّ مِنَ العُلَمَاءِ مَنْ
يَقُوْلُ: هَذَا لَيْسَ مَرْفُوْعاً حُكْماً، وَلَكِنَّهُ حُجَّةً، وَقَالَ: إِنَّهُ
لَيْسَ مَرْفُوْعاً لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْلَمْ
بِهِ، لَكِنَّهُ حُجَّةٌ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى عَلِمَ بِهِ فَأَقَرَّهَ.
Sudut pandang
tersebut (yakni dihukumi sebagai marfu secara hukum_pent),
karena apabila daging kuda diharamkan, niscaya tidak akan didiamkan oleh Allah.
Maka iqrar Allah terhadap perbuatan shahabat tersebut mengharuskan bahwa
perbuatan shahabat yang disandarkan kepada zaman nabi adalah hujjah, -dan
engkau telah mengetahui sebelumnya- bahwa dari kalangan ulama ada yang
berpendapat: ini bukan marfu' secara hukum akan tetapi ia adalah hujjah, dan ia
berkata: hal tersebut bukan marfu' karena nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tidak mengetahui hal tersebut. Akan tetapi ia adalah hujjah karena Allah
mengetahui dan menyetujuinya.
كَذَلِكَ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً مَا
إِذَا قَالَ الصَّحَابِيُّ: رِوَايَةً.
Demikian juga
termasuk marfu' secara hukum, apabila seorang shahabat berkata: (dengan riwayat).
مِثَالُهُ: اتَّصَلَ السَّنَدُ إِلَى
الصَّحَابِيِّ فَقَالَ: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رِوَايَةً: مَنْ فَعَلَ كَذَا وَكَذَا،
أَوْ مَنْ قَالَ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ هَذَا مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً، لِأَنَّ
قَوْلَ الصَّحَابِيِّ "رِوَايَةً" لَمْ يُصَرِّحْ أَنَّهَا رِوَايَةٌ عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَكِنْ لَمَّا كَانَ الغَالِبُ أَنَّ
الصَّحَابَةَ يَتَلَقُّوْنَ عَنِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَعَلَهُ
العُلَمَاءُ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً.
Contohnya:
suatu sanad bersambung kepada seorang shahabat, kemudian ia berkata: dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu dengan riwayat: (barang
siapa mengerjakan begini dan begini atau barang siapa berkata begini dan begini),
maka ini termasuk marfu' secara hukum. Karena ucapan seorang shahabat (dengan riwayat), ia tidak menyatakan dengan
jelas bahwa itu adalah riwayat dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Akan
tetapi tatkala mayoritas para shahabat, mereka bertalaqi (mengambil) dari nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, maka para ulama menjadikan hal tersebut termasuk
marfu' secara hukum.
كَذَلِكَ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً:
إِذَا قَالَ التَّابِعِيُّ: عَنِ الصَّحَابِيِّ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلُ مَا يَقُوْلُهُ بَعْضُ التَّابِعِيْنَ: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ
يَرْفَعُهُ، أَوْ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَفَعَهَ، أَوْ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ
بِهِ، كُلُّ هَذَا مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً وَذَلِكَ لِأَنَّهُ لَمْ يُصَرِّحْ فِيْهِ
بِنِسْبَتِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Demikian juga
termasuk marfu secara hukum: apabila seorang tabi'i berkata: dari seorang
shahabat yang ia memarfu'kannya kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Seperti
yang dikatakan oleh sebagian tabi'in: (dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau memarfu'kannya), atau: (dari Abu Hurairah, sampai dengannya), semua
bentuk ini adalah termasuk marfu' secara hukum. Karena shahabat tersebut tidak
menyatakan dengan jelas penisbahannya kepada nabi shallallahu 'laiahi wasallam.
Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.
Ditulis oleh :
Kamis -
12 - Muharram - 1438 H / 13 - 10 - 2016 M
0 komentar:
Posting Komentar