Translate

Kamis, 13 Oktober 2016

020. Marfu' & Maqthu' (Bag-Tiga).



PERTEMUAN : KE-DUA PULUH
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"MARFU' & MAQTHU' BAGIAN TIGA"

Berkata Asy-Syaikh Al-'Utsaimin rahimahullahu:

وَهَلْ مَا أُضِيْفَ إِلَى الصَّحَابِيِّ وَلَمْ يَثْبُتْ لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ، هَلْ هُوَ حُجَّةٌ أَمْ لَا؟

Apa-apa yang disandarkan kepada shahabat dan tidak terbukti memiliki hukum marfu', apakah ia hujjah ataukah bukan?

نَقُوْلُ: فِيْ هَذَا خِلَافٌ بَيْنَ أَهْلِ العِلْمِ.

Kita katakan: dalam masalah ini terdapat khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ahli ilmu.

فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: بِأَنَّهُ حُجَّةٌ، بِشَرْطِ أَلَّا يُخَالِفَ نَصّاً، وَلَا صَحَابِيّاً آخَرَ، فَإِنْ خَالَفَ نَصًّا أُخِذَ بِالنَّصِّ، وَإنْ خَالَفَ صَحَابِيّاً آخَرَ أُخِذَ بِالرَّاجِحِ.

Pendapat Pertama. (pent)
Di antara mereka ada yang berpendapat: bahwa ia adalah hujjah, dengan syarat tidak menyelisihi nash, tidak pula menyelisihi shahabat yang lain. Apabila menyelisihi nash, maka yang diambil adalah nash. Dan apabila menyelishi shahabat yang lain, maka diambil yang rajih (kuat).

وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّ قَوْلَ الصَّحَابِيِّ لَيْسَ بِحُجَّةٍ، لِأَنَّ الصَّحَابِيَّ بَشَرٌ يَجْتَهِدُ، وَيُصِيْبُ وَيُخْطِئُ.

Pendapat Kedua. (pent)
Di antara mereka ada yang berpendapat: sesungguhnya ucapan shahabat bukan hujjah. Karena shahabat manusia biasa yang berijtihad. Bisa salah dan bisa benar.

وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: الحُجَّةُ مِنْ أَقْوَالِ الصَّحَابَةِ قَوْلُ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا- لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "اقْتَدُوْا بِالَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيْ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ". وَقَالَ أَيْضاً: "إِنْ يُطِيْعُوْا أبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوْا".

Pendapat Ketiga. (pent)
Di antara mereka ada yang berpendapat: hujjah dari ucapan shahabat hanya dari ucapan Abu Bakr dan Umar radhiallahu 'anhuma. Karena nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"اقْتَدُوْا بِالَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِيْ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ".

"Ambillah teladan dua orang setelahku; Abu Bakr dan Umar." [HR: Ahmad: 382, & At-Tirmidzi: 3662 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami': 1142].

Demikian juga sabda nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"إِنْ يُطِيْعُوْا أبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوْا".

"Apabila mereka menta'ati Abu Bakar dan Umar, niscaya mereka akan mendapat petunjuk." [HR: Muslim: 681].

وَأَمَّا مَنْ سِوَاهُمَا فَلَيْسَ قَوْلُهُ بِحُجَّةٍ.

Adapun selain Abu Bakar dan Umar, maka ucapannya bukan hujjah. 

وَالَّذِيْ يَظْهَرُ لِيْ أَنَّ قَوْلَ الصَّحَابِيِّ حُجَّةٌ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الفِقْهِ وَالعِلْمِ، وَإِلَّا فَلَيْسَ بِحُجَّةٍ، لِأَنَّ بَعْضَ الصَّحَابَةِ كَانَ يَفُدُّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَيَتَلَقَّى مِنْهُ بَعْضَ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ، وَهُوَ لَيْسَ مِنَ الفُقَهَاءِ، وَلَيْسَ مِنْ عُلَمَاءِ الصَّحَابَةِ، فَهَذَا لَا يَكُوْنُ قَوْلُهُ حُجَّةً.

Dan yang tampak bagiku; ucapan shahabat adalah hujjah, apabila ia termasuk ahli fiqih dan ahli ilmu. Apabila bukan, maka bukan hujjah. Karena sebagian shahabat ada yang hanya sekedar datang kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan mengambil sebagian hukum-hukum syar'i, akan tetapi ia bukan termasuk dari kalangan fuqaha dan juga bukan ulama shahabat, yang seperti ini, maka ucapannya bukan hujjah.  

وَهَذَا القَوْلُ وَسَطٌ بَيْنَ الأَقْوَالِ، وَهُوَ القُوْلُ الرَّاجِحُ فِيْ هَذِهِ المَسْأَلَةِ.

Pendapat ini adalah pendapat yang pertengan di antara pendapat-pendapat tersebut. Dan ia adalah pendapat yang rajih dalam masalah ini.

*****

وَمَا الحُكْمُ فِيْمَا إِذَا قَالَ التَّابِعِيُّ: مِنَ السُّنَّةِ كَذَا، هَلْ لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ أَمْ لَا؟

Lalu apa hukum pada sesuatu yang apabila seorang tabi'i berkata: "Termasuk dari sunnah adalah begini", apakah memiliki hukum marfu' ataukah tidak? 

نَقُوْلُ: قَدِ اخْتَلَفَ المُحَدِّثُوْنَ فِيْ ذَلِكَ.

Kita katakan: sesungguhnya para ahli hadits juga telah berselisih dalam masalah tersebut.

فَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: إِنَّهُ مُوْقُوْفٌ، وَلَيْسَ مِنْ قِسْمِ المَرْفُوْعِ؛ لِأَنَّ التَّابِعِيَّ لَمْ يُدْرِكْ عَهْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلِذَلِكَ لَا نَسْتَطِيْعُ أَنْ نَقُوْلَ أَنَّ مَا سَمَّاهُ سُنَّةً فَيَعْنِيْ بِهِ سُنَّةَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بَلْ يُحْتَمَلُ أَنْ يُرِيْدَ سُنَّةَ الصَّحَابَةِ.

Pendapat Pertama. (pent)
Di antara mereka ada yang berpendapat: sesungguhnya ia adalah mauquf, bukan termasuk dari bagian marfu'. Karena tabi'i tidak mendapati zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Oleh karena itu, kita tidak bisa mengatakan bahwa sesuatu yang dinamakan sebagai sunnah oleh tabi'i, sesungguhnya yang ia inginkan adalah sunnah nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Bahkan mengandung kemungkinan yang ia ingin kan adalah sunnah shahabat.   

وَقَالَ بَعْضُ العُلَمَاءِ: بَلْ هُوَ مَرْفُوْعٌ؛ لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ مُنْقَطِعٌ؛ لِأَنَّهُ سَقَطَ مِنْهُ الصَّحَابِيُّ، وَيَكُوْنُ المُرَادُ بِالسُّنَّةِ عِنْدَهُ هِيَ: سُنَّةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Pendapat Kedua. (pent)
Dan sebagian ulama ada yang berpendapat: bahkan ia adalah marfu'; akan tetapi ia mursal munqathi'. Karena hilang dari sanad tersebut seorang shahabat. Maka yang diinginkan dari kata "sunnah" menurut pendapat ini, ia adalah sunnah nabi shallallahu 'alaihi wasallam.  

Faidah Tambahan. (pent)
Perkataan Al-'Utsaimin rahimahullahu: (Karena hilang dari sanad tersebut seorang shahabat). Apabila yang dihilangkan dalam sanad tersebut adalah seorang shahabat, maka sanad tersebut adalah shahih, karena seluruh shahabat adalah 'adil dan tsiqah. Akan tetapi apabila yang dihilangkan bukan shahabat, maka bisa shahih, hasan atau dha'if. Karena keadaan perawi selain shahabat tidak semua tsiqah dan 'adil, akan tetapi terkadang ada yang shoduq dan dha'if, bahkan mungkar dan matruk. 

وَعُمُوْماً فَعَلَى كِلَا القَوْلَيْنِ: إِنْ كَانَ مُرْسَلاً: فَهُوَ ضَعِيْفٌ، وَذَلِكَ لِعَدَمِ اتِّصَالِ السَّنَدِ. وَإِذَا كَانَ مَوْقُوْفاً: فَهُوَ مِنْ بَابِ قَوْلِ الصَّحَابِيِّ، أَوْ فِعْلِهِ.

Secara umum, berdasarkan dua pendapat tersebut: apabila mursal, maka ia dha'if. Karena tidak adanya ketersambungan sanad. Dan apabila mauquf, maka ia masuk dalam bab ucapan atau perbuatan shahabat.

Untuk pembahasan seputar MURSAL, akan kita kaji bersama secara tersendiri pada pertemuan ke - dua puluh Sembilan (29) dari kitab ini, insya Allah. (pent)

*****

وَقَدْ تَقَدَّمَ الخِلَافُ فِيْ حُجِّيَّةِ قَوْلِ الصَّحَابِيِّ، وَبَيَانُ الخِلَافِ فِيْهِ، وَأَنَّ القَوْلَ الصَّحِيْحَ هُوَ أَنَّهُ حُجَّةٌ بِثَلَاثَةِ شُرُوْطٍ:

Telah berlalu di atas tentang perbedaan pendapat mengenai hujjiah ucapan shahabat, dan penjelasan perselisihan tersebut. Dan pendapat yang shahih, ia adalah hujjah dengan tiga syarat:

1). أَنْ يَكُوْنَ الصَّحَابِيُّ مِنْ فُقَهَاءِ الصَّحَابَةِ. 2). أَلَّا يُخَالِفَ نَصّاً. 3). أَلَّا يُخَالِفَ قَوْلَ صَحَابِيٍّ آخَر.

1). Apabila shahabat tersebut dari kalangan fuqaha dan ulama shahabat.
2). Apabila ucapan shahabat tersebut tidak menyelisihi nash.
3). Pendapat tersebut tidak menyelishi pendapat shahabat yang lain.

فَإِنْ كَانَ لَيْسَ مِنْ فُقَهَاءِ الصَّحَابَةِ فَقَوْلُهُ لَيْسَ بِحُجَّةٍ.

Apabila ia bukan dari kalangan fuqaha shahabat, maka ucapannya bukan hujjah.

وَإِنْ كَانَ مِنْ فُقَهَائِهِمْ وَلَكِنْ خَالَفَ نَصًّا فَالعِبْرَةُ بِالنَّصِّ وَلَا عِبْرَةَ بِقَوْلِهِ.

Apabila ia termasuk fuqaha shahabat, akan tetapi menyelishi nash, maka yang diambil adalah nash, bukan mengambil ucapannya.

وَإِنْ كَانَ مِنْ فُقَهَاءِ الصَّحَابَةِ، وَلَمْ يُخَالِفْ نَصًّا وَلَكِنْ خَالَفَهُ صَحَابِيٌّ آخَر، فَإِنَّنَا نَطْلُبُ المُرَجَّحَ.

Apabila ia termasuk fuqaha shahabat, dan ia tidak menyelishi nash, akan tetapi ada shahabat yang lain menyelisihi, maka kita mencari yang dirajihkan.  

كَذَلِكَ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً، إِذَا نَسَبَ الشَّيْءَ إِلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقِيْلَ: كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ كَذَا فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَهَذَا مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً.

Demikian juga termasuk marfu' secara hukum, apabila seorang shahabat menyandarkan sesuatu kepada zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Apabila dikatakan: (dahulu mereka mengerjakan begini di zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam), maka ini termasuk marfu' secara hukum.

وَأَمْثِلَتُهُ كَثِيْرَةٌ، مِثْلُ قَوْلِ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِيْ بَكْرِ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا-: "نَحَرْنَا فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَساً فِيْ المَدِيْنَةِ وَأَكَلْنَاهُ."

Dan contoh-contohnya sangat banyak, seperti ucapan Asma Bintu Abi Bakar radhiallahu 'anhuma:

"نَحَرْنَا فِيْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَساً فِيْ المَدِيْنَةِ وَأَكَلْنَاهُ."

"Kami menyembelih kuda di zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam di Madinah dan memakannya." [AR: Al-Bukhari: 5519].

فَهُنَا لَمْ تُصَرِّحْ بِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِمَ بِهِ، لِأَنَّهَا لَوْ صَرَّحَتْ بِهِ لَكَانَ مَرْفُوْعاً صَرِيْحاً، فَإِذاً هُوَ مَرْفُوْعٌ حُكْماً.

Di sini Asma radhiallahu 'anha tidak menyatakan dengan jelas bahwa nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui hal tersebut. Karena apabila Asma radhiallahu 'anha menyatakan dengan jelas, maka atsar tersebut dihukumi marfu' sharih. Jika demikian (yakni tidak dinyatakan dengan sharih), maka ia adalah marfu' secara hukum.

وَوَجْهُ ذَلِكَ: أَنَّهُ لَوْ كَانَ حَرَاماً مَا أَقَرَّهُ اللهُ تَعَالَى، فَإِقْرَارُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ يَقْتَضِي أَنْ يَكُوْنَ حُجَّةً -وَقَدْ عَلِمْتَ فِيْمَا سَبَقَ- أَنَّ مِنَ العُلَمَاءِ مَنْ يَقُوْلُ: هَذَا لَيْسَ مَرْفُوْعاً حُكْماً، وَلَكِنَّهُ حُجَّةً، وَقَالَ: إِنَّهُ لَيْسَ مَرْفُوْعاً لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَعْلَمْ بِهِ، لَكِنَّهُ حُجَّةٌ لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى عَلِمَ بِهِ فَأَقَرَّهَ.

Sudut pandang tersebut (yakni dihukumi sebagai marfu secara hukum_pent), karena apabila daging kuda diharamkan, niscaya tidak akan didiamkan oleh Allah. Maka iqrar Allah terhadap perbuatan shahabat tersebut mengharuskan bahwa perbuatan shahabat yang disandarkan kepada zaman nabi adalah hujjah, -dan engkau telah mengetahui sebelumnya- bahwa dari kalangan ulama ada yang berpendapat: ini bukan marfu' secara hukum akan tetapi ia adalah hujjah, dan ia berkata: hal tersebut bukan marfu' karena nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak mengetahui hal tersebut. Akan tetapi ia adalah hujjah karena Allah mengetahui dan menyetujuinya.

كَذَلِكَ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً مَا إِذَا قَالَ الصَّحَابِيُّ: رِوَايَةً.

Demikian juga termasuk marfu' secara hukum, apabila seorang shahabat berkata: (dengan riwayat).

مِثَالُهُ: اتَّصَلَ السَّنَدُ إِلَى الصَّحَابِيِّ فَقَالَ: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رِوَايَةً: مَنْ فَعَلَ كَذَا وَكَذَا، أَوْ مَنْ قَالَ كَذَا وَكَذَا، فَإِنَّ هَذَا مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً، لِأَنَّ قَوْلَ الصَّحَابِيِّ "رِوَايَةً" لَمْ يُصَرِّحْ أَنَّهَا رِوَايَةٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَكِنْ لَمَّا كَانَ الغَالِبُ أَنَّ الصَّحَابَةَ يَتَلَقُّوْنَ عَنِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَعَلَهُ العُلَمَاءُ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً.

Contohnya: suatu sanad bersambung kepada seorang shahabat, kemudian ia berkata: dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dengan riwayat: (barang siapa mengerjakan begini dan begini atau barang siapa berkata begini dan begini), maka ini termasuk marfu' secara hukum. Karena ucapan seorang shahabat (dengan riwayat), ia tidak menyatakan dengan jelas bahwa itu adalah riwayat dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Akan tetapi tatkala mayoritas para shahabat, mereka bertalaqi (mengambil) dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka para ulama menjadikan hal tersebut termasuk marfu' secara hukum. 

كَذَلِكَ مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً: إِذَا قَالَ التَّابِعِيُّ: عَنِ الصَّحَابِيِّ رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلُ مَا يَقُوْلُهُ بَعْضُ التَّابِعِيْنَ: عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ يَرْفَعُهُ، أَوْ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَفَعَهَ، أَوْ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ يَبْلُغُ بِهِ، كُلُّ هَذَا مِنَ المَرْفُوْعِ حُكْماً وَذَلِكَ لِأَنَّهُ لَمْ يُصَرِّحْ فِيْهِ بِنِسْبَتِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Demikian juga termasuk marfu secara hukum: apabila seorang tabi'i berkata: dari seorang shahabat yang ia memarfu'kannya kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Seperti yang dikatakan oleh sebagian tabi'in: (dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau memarfu'kannya), atau: (dari Abu Hurairah, sampai dengannya), semua bentuk ini adalah termasuk marfu' secara hukum. Karena shahabat tersebut tidak menyatakan dengan jelas penisbahannya kepada nabi shallallahu 'laiahi wasallam.    

Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.

Ditulis oleh :
Kamis - 12 - Muharram - 1438 H / 13 - 10 - 2016 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.