PERTEMUAN : KE
- LIMA BELAS
BUKU :
MUSTHALAH AL-HADITS
PENGARANG :
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
___________
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
“SHAHIH HASAN & MUNQATHI’US SANAD”
Secara garis besar yang akan kita uraiakan adalah :
• 1). Permasalahan seputar hadits
Shahih Hasan.
• 2). Permasalahan Seputar
Munqathi’us Sanad Yang Mencakup :
a). Definisi Munqathi’us Sanad.
b). Pembagian Munqathi’us Sanad.
c). Contoh Munqathi’us Sanad.
d). Hukum Munqathi’us Sanad.
Untuk pertemuan kita kali ini, insya Allah kita hanya akan
membahas hingga uraian “b). Pembagian Munqathi’us Sanad” bagian yang ke-tiga.
Adapun untuk uraian selebihnya, akan kita lanjutkan pada pertemuan setelahnya
insya Allah.
*****
• 1). Permasalahan seputar hadits
Shahih Hasan.
Berkata asy-syaikh rahimahullah :
الجَمعُ بَينَ وَصفَي الصِّحَّةِ
وَالحَسَنِ فِي حَدِيثٍ وَاحِدٍ
Mengkompromikan antara sifat shahih dan sifat hasan pada satu
hadits.
سَبَقَ أَنَّ الحَدِيثَ
الصَّحِيحَ قَسِيمٌ لِلحَدِيثِ الحَسَنِ، فَهُمَا مُتَغَايِرَانِ، وَلَكِنَّهُ
يَمُرُّ بِنَا أَحيَاناً حَدِيثٌ يُوصَفُ بِأَنَّهُ صَحِيحٌ حَسَنٌ فَكَيفَ
نُوَفِّقُ بَينَ هَذَينِ الوَصفَينِ مَعَ التَّغَايُرِ بَينَهُمَا ؟
Telah berlalu, bahwa hadits shahih adalah bagian dari hadits hasan
(yakni hadits shahih lebih khusus dari hadits hasan _pent). Dan dua hal tersebut adalah dua
hal yang berbeda. Akan tetapi terkadang lewat bersama kita (yakni kita jumpai _pent) satu hadits yang disifati bahwa
ia adalah hadits SHAHIH HASAN. Lalu bagaimana cara kita mengkompromikan
dua sifat ini, bersamaan keduanya adalah sesuatu yang berbeda?
نَقُولُ : إِن كَانَ لِلحَدِيثِ
طَرِيقَانِ فَمَعنَى ذَلِكَ أَنَّ أَحَدَ الطَّرِيقَينِ صَحِيحٌ، وَالثَّانِي
حَسَنٌ فَجُمِعَ فِيهِ بَينَ الوَصفَينِ بِاعتِبَارِ الطَّرِيقَينِ
Kita katakan :
(Pertama _pent). Apabila hadits tersebut memiliki dua jalan, maka maksud dari
shahih hasan adalah : bahwa salah satu dari dua jalan tersebut adalah shahih,
dan jalan yang kedua adalah hasan. Maka dikumpulkan pada hadits tersebut antara
dua sifat berdasarkan peninjauan dari dua jalan tersebut.
وَإِن كَانَ لِلحَدِيثِ طَرِيقٌ
وَاحِدٌ فَمَعنَاهُ التَّرَدُّدُ هَل بَلَغَ الحَدِيثُ مَرتَبَةَ الصَّحِيحِ أَو
أَنَّهُ فِي مَرتَبَةِ الحَسَنِ ؟
(Kedua _pent). Apabila hadits tersebut hanya memiliki satu jalan, maka maksud
dari shahih hasan adalah “التَّرَدُّدُ” (yakni ragu atau bimbang). Antara apakah
hadits tersebut mencapai jenjang shahih, atau hadits tersebut hanya mencapai
jenjang hasan?.
Sekedar pemberi tahuan.
Apa yang disampaikan oleh asy-syaikh rahimahullah pada bab ini hanyalah sekedar isyarat, tentang suatu permasalah
yang terkadang kita dapatkan pada suatu hadits, yang seringnya imam Tirmidzi rahimahullah menyatakan sebagai hadits Hasan Shahih. Adapun detil dan rincian
masalahnya, akan kita uraikan bersama pada buku Syarh Ikhtishar ‘Ulumil
Hadits karya imam Ibnu Katsir rahimahullah, pada silsilah buku ke-tiga insya Allah.
*****
• 2). Permasalahan Seputar
Munqathi’us Sanad Yang Mencakup :
مُنقَطِعُ السَّنَدِ
أ- تَعرِيفُهُ، ب- أَقسَامُهُ، ج
- حُكمُهُ
Munqathi’us Sanad.
a). Definisi Munqathi’us Sanad. b). Pembagian Munqathi’us Sanad. c). Hukum Munqathi’us Sanad.
a). Definisi Munqathi’us
Sanad.
Berkata asy-syaikh rahimahullah :
أ - مُنقَطِعُ السَّنَدِ : هُوُ
الَّذِي لَم يَتَّصِل سَنَدُهُ، وَقَد سَبَقَ أَنَّ مِن شُرُوطِ الحَدِيثِ
الصَّحِيحِ وَالحَسَنِ أَن يَكُونَ بِسَنَدٍ مُتَّصِلٍ
Munqathi’us Sanad yaitu :
Sebuah hadits yang sanadnya tidak bersambung. Dan telah berlalu
bahwa di antara syarat shahih dan hasannya suatu hadits adalah dengan sanad
yang muttashil.
b). Pembagian Munqathi’us
Sanad.
ب - وَيَنقَسِمُ إِلَى أَربَعَةِ
أَقسَامٍ : مُرسَلٌ وَمُعَلَّقٌ وَمُعضَلٌ وَمُنقَطِعٌ
Dan Munqathi’us Sanad terbagi menjadi 4 (empat) bagian : Mursal, Mu’allaq,
Mu’dhal, dan Munqathi’.
1_ فَالمُرسَلُ : مَا رَفَعَهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ صَحَابِيٌّ لَم يَسمَع مِنهُ أَو تَابِعِيٌّ
1_ Adapun Mursal yaitu :
Apa-apa yang dihubungkan kepada nabi shallallahu ‘alaih wa sallam, baik oleh sahabat yang tidak mendengar dari beliau shallallahu ‘alaih wa sallam, maupun oleh tabi’in.
2_ وَالمُعَلَّقُ : مَا حُذِفَ أَوَّلُ إِسنَادِهِ
2_ Adapun Mu’allaq yaitu :
Sebuah hadits yang dihilangkan bagian awal sanadnya.
وَقَد يُرَادُ بِهِ : مَا حُذِفَ
جَمِيعُ إِسنَادِهِ كَقَولِ البُخَارِيِّ : وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَذكُرُ اللهَ فِي كُلِّ أَحيَانِهِ
Dan terkadang
yang diinginkan dengan Mu’allaq yaitu :
Sebuah hadits yang dihilangkan seluruh sanadnya. Seperti ucapan imam Bukhari rahimahullah :
وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَذكُرُ اللهَ فِي كُلِّ أَحيَانِهِ
Adalah nabi shalallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaannya.
فَأَمَّا مَا يَنقُلُهُ
المُصَنِّفُونَ كَصَاحِبِ "العُمدَةِ" - مَثَلاً - مَنسُوباً إِلَى
أَصلِهِ بِدُونِ إِسنَادٍ؛ فَلَا يُحكَمُ عَلَيهِ بِالتَّعلِيقِ حَتَّى يُنظَرَ
فِي الأَصلِ المَنسُوبِ إِلَيهِ. لِأَنَّ نَاقِلَهُ غَيرُ مُسنَدٍ لَهُ،
وَإِنَّمَا هُوَ فَرعٌ، وَالفَرعُ لَهَ حُكمُ الأَصلِ
Adapun apa yang dilakukan oleh para penulis berupa menukil,
seperti yang dilakukan oleh pemilik kitab "Al-‘Umdah" -misalkan-,
dimana apa yang ia nukil disandarkan kepada aslinya (yakni sumber penukilannya)
tanpa menyebutkan sanad. Maka hadits yang ia nukil tidak dihukumi sebagai
hadits mu’allaq. Hingga diteliti pada asal sumber hadits tersebut. Karena sang
penukil tidak bersanad terhadap hadits tersebut. Sesunggunya ia hanyalah
cabang, dan cabang mengikuti hukum asal.
Sebagai gambaran.
Asy-syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah memiliki sebuah karya tulis dengan judul Syarh Ushul Tsalatsah.
Dan dalam buku tersebut beliau menukil sebuah hadits riwayat imam Tirmidzi rahimahullah tanpa menyebutkan sanadnya, akan tetapi langsung dengan
menyebutkan lafazh haditsnya, dan hanya menyebutkan dinukil dari buku imam Tirmidzi rahimahullah.
Maka hadits yang dinukil oleh asy-syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah tidak bisa serta merta dihukumi sebagai hadits mu’allaq karena
tidak menyebutkan sanadnya. Akan tetapi harus dilakukan penelitian langsung
kepada imam Tirmidzi rahimahullah yang meriwayatkan hadits tersebut. Apabila antara imam Tirmidzi rahimahullah dengan hadits tersebut muttashil, maka dihukumi muttsahil.
Apabila mu’dhal, maka dihukumi mu’dhal. Apabila munqathi’, maka dihukumi
munqathi’. Dan apabila mu’allaq, maka dihukumi mu’allaq.
Adapun asy-syaikh Ibnu ‘Utsaimin
rahimahullah, beliau tidak ada keterkaitannya
dengan hadits tersebut. Beliau hanyalah penukil yang dihukumi sebagai cabang.
Yang tidak bersanad dan bukan periwayat hadits tersebut. Maka, untuk menghukumi
bagaimana kondisi dan derajat hadits tersebut adalah dengan menilik kepada
sumber aslinya. Inilah yang dimaksud “hukum cabang mengikuti hukum asal”.
3_ وَالمُعضَلُ : مَا حُذِفَ مِن أَثنَاءِ سَنَدِهِ رَاوِيَانِ
فَأَكثَرُ عَلَى التَّوَالِي
3_ Dan adapun Mu'dhal yaitu :
Sebuah hadits yang dihilangkan pada pertengahan sanadnya dua orang
perawi atau lebih secara berturut-turut.
Wallahu a’lam bish-shawab.
*****
LATIHAN
1). Bagaimanakah cara mengkompromikan
sifat Shahih Hasan pada satu hadits?
2). Apa yang dimaksud dengan
Munqathi’us Sanad? Dan di antara syarat shahih dan hasannya suatu hadits adalah
…
3). Terbagi menjadi berapakah
Munqathi’us Sanad? sebutkan!
4). Apa yang dimaksud dengan Mursal?
5). Apa yang dimaksud dengan Mu’allaq?
6). Apakah hadits yang dinukil oleh
para penulis yang tidak bersanad terhadap hadits tersebut dihukumi Mu’allaq?
7). Apa yang dimaksud dengan Mu’dhal?
JAWABAN
1). Berkata asy-syaikh rahimahullah :
نَقُولُ : إِن كَانَ لِلحَدِيثِ
طَرِيقَانِ فَمَعنَى ذَلِكَ أَنَّ أَحَدَ الطَّرِيقَينِ صَحِيحٌ، وَالثَّانِي
حَسَنٌ فَجُمِعَ فِيهِ بَينَ الوَصفَينِ بِاعتِبَارِ الطَّرِيقَينِ
Kita katakan :
(Pertama _pent). Apabila hadits tersebut memiliki dua jalan, maka maksud dari shahih
hasan adalah : bahwa salah satu dari dua jalan tersebut adalah shahih, dan
jalan yang kedua adalah hasan. Maka dikumpulkan pada hadits tersebut antara dua
sifat berdasarkan peninjauan dari dua jalan tersebut.
وَإِن كَانَ لِلحَدِيثِ طَرِيقٌ
وَاحِدٌ فَمَعنَاهُ التَّرَدُّدُ هَل بَلَغَ الحَدِيثُ مَرتَبَةَ الصَّحِيحِ أَو
أَنَّهُ فِي مَرتَبَةِ الحَسَنِ ؟
(Kedua _pent). Apabila hadits tersebut hanya memiliki satu jalan, maka maksud
dari shahih hasan adalah “التَّرَدُّدُ” (yakni ragu atau bimbang). Antara apakah
hadits tersebut mencapai jenjang shahih, atau hadits tersebut hanya mencapai
jenjang hasan?.
2). Munqathi’us Sanad yaitu : . . .
مُنقَطِعُ السَّنَدِ : هُوُ
الَّذِي لَم يَتَّصِل سَنَدُهُ، وَقَد سَبَقَ أَنَّ مِن شُرُوطِ الحَدِيثِ
الصَّحِيحِ وَالحَسَنِ أَن يَكُونَ بِسَنَدٍ مُتَّصِلٍ
Sebuah hadits yang sanadnya tidak bersambung. Dan telah berlalu
bahwa di antara syarat shahih dan hasannya suatu hadits adalah dengan sanad
yang muttashil.
3). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .
وَيَنقَسِمُ إِلَى أَربَعَةِ
أَقسَامٍ : مُرسَلٌ وَمُعَلَّقٌ وَمُعضَلٌ وَمُنقَطِعٌ
Dan Munqathi’us Sanad terbagi menjadi 4 (empat) bagian : Mursal, Mu’allaq,
Mu’dhal, dan Munqathi’.
4). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .
فَالمُرسَلُ : مَا رَفَعَهُ إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ صَحَابِيٌّ لَم يَسمَعْ مِنهُ أَو
تَابِعِيٌّ
Mursal yaitu :
Apa-apa yang dihubungkan kepada nabi shallallahu ‘alaih wa sallam, baik oleh sahabat yang tidak mendengar dari beliau shallallahu ‘alaih wa sallam, maupun oleh tabi’in.
5). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .
وَالمُعَلَّقُ : مَا حُذِفَ
أَوَّلُ إِسنَادِهِ
Mu’allaq yaitu :
Sebuah hadits yang dihilangkan bagian awal sanadnya.
وَقَد يُرَادُ بِهِ : مَا حُذِفَ
جَمِيعُ إِسنَادِهِ كَقَولِ البُخَارِيِّ : وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَذكُرُ اللهَ فِي كُلِّ أَحيَانِهِ
Dan terkadang yang diinginkan dengan Mu’allaq yaitu :
Sebuah hadits yang dihilangkan seluruh sanadnya. Seperti ucapan imam Bukhari rahimahulah :
وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَذكُرُ اللهَ فِي كُلِّ أَحيَانِهِ
Adalah nabi shalallahu ‘alaihi wasallam senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaannya.
6). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .
فَأَمَّا مَا يَنقُلُهُ
المُصَنِّفُونَ كَصَاحِبِ "العُمدَةِ" - مَثَلاً - مَنسُوباً إِلَى
أَصلِهِ بِدُونِ إِسنَادٍ؛ فَلَا يُحكَمُ عَلَيهِ بِالتَّعلِيقِ حَتَّى يُنظَرَ
فِي الأَصلِ المَنسُوبِ إِلَيهِ. لِأَنَّ نَاقِلَهُ غَيرُ مُسنَدٍ لَهُ، وَإِنَّمَا
هُوَ فَرعٌ، وَالفَرعُ لَهَ حُكمُ الأَصلِ
Adapun apa yang dilakukan oleh para penulis berupa menukil,
seperti yang dilakukan oleh pemilik kitab Al-‘Umdah -misalkan-, dimana apa yang
ia nukil disandarkan kepada aslinya (yakni sumber penukilannya) tanpa menyebutkan
sanad. Maka hadits yang ia nukil tidak dihukumi sebagai hadits mu’allaq. Hingga
diteliti pada asal sumber hadits tersebut. Karena sang penukil tidak bersanad
terhadap hadits tersebut. Sesunggunya ia hanyalah cabang, dan cabang mengikuti
hukum asal.
7). Berkata asy-syaikh rahimahullah : . . .
وَالمُعضَلُ : مَا حُذِفَ مِن
أَثنَاءِ سَنَدِهِ رَاوِيَانِ فَأَكثَرُ عَلَى التَّوَالِي
Mu'dhal yaitu :
Sebuah hadits yang dihilangkan pada pertengahan sanadnya dua orang
perawi atau lebih secara berturut-turut.
Wallahu a'lam bish-shawab. Wa baarakallahu fikum.
Akhukum fillah
Senin - 27 - Juli - 2015 M
0 komentar:
Posting Komentar