Translate

Selasa, 09 Agustus 2016

012. Talkhish Hadits Shahih.



KESIMPULAN SEPUTAR HADITS SHAHIH

بسم الله الرحمن الرحيم

Sebagaimana telah diisyaratkan pada pertemuan ke-enam sebelumnya, Imam Al-Baiquniy rahimahullahu dalam Nazham Al-Baiquniyyah ini, beliau menyampaikan bahwa Ilmu Hadits itu terbagi menjadi beberapa bagian. Dan yang beliau sampaikan dalam nazham ini hanyalah sebagian saja, tidak semua dari bagian tersebut. Yang beliau sampaikan dalam nazham ini berjumlah sekitar tiga puluh dua (32) bagian. Masing-masing bagian tersebut akan beliau datangkan dan akan beliau uraikan satu demi satu bersama dengan masing-masing definisinya, yang dengan definisi tersebut akan saling membedakan antara satu bagian dengan bagian yang lain. 


Berbeda halnya dengan kitab Syarh Ikhtishar Ulum Hadits karya Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu yang insya Allah akan kita pelajari bersama setelah kitab ini, di sana Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menyebutkan sekitar enam puluh lima (65) bagian. Kitab tersebut merupakan ringkasan dari induk kitab-kitab musthalah yang terlengkap bagian-bagiannya, yakni kitab Ma'rifah Anwa' 'Ulum Hadits atau yang lebih dikenal dengan nama Muqaddimah Ibnu Shalah.  

*****

Dari kitab Syarah Nazham Al-Baiquniyyah ini, yang didalamnya terdapat tiga puluh dua (32) bagian, alhamdulillah telah terselesaikan satu bagian dari bagian-bagian tersebut. Yakni: bagian yang mengulas seputar hadits shahih. Sebagaimana telah kita uraikan bersama dari pertemuan ke tujuh hingga pertemuan ke sebelas walhamdulillah.

Dan kesimpulan dari pembahasan seputar masalah ini telah tercakup dalam Nazhan Al-Baiquniy:

((أَوَّلُهَا الصَّحِيْحُ وَهْوَ مَا اتَّصَلْ * إِسْنَادُهُ وَلَمْ يَشُذَّ أَوْ يُعَلْ))

((Yang pertama shahih, ia adalah yang bersambung * Sanadnya dan tidak syadz ataupun cacat))

((يَرْويهِ عَدْلٌ ضَابِطٌ عَنْ مِثْلِهِ  *  مُعْتَمَدٌ فِيْ ضَبْطِهِ ونَقْلِهِ))

((Diriwayatkan oleh perawi yang 'adil lagi dhabith dari yang semisalnya * Yang muktamad pada dhabth dan penukilannya))

*****

Dua bait nazham di atas memberikaan isyarat kepada kita, bahwa definisi hadits yang shahih yaitu:

مَا اتَّصَلَ سَنَدُهُ، بِنَقْلِ عَدْلٍ، تَامِّ الضَّبْطِ عَنْ مِثْلِهِ إِلَى مُنْتَهَاهُ، مِنْ غَيْرِ شُذُوْذٍ، وَلَا عِلَّةٍ.

Suatu hadits yang bersambung sanadnya, dinukil oleh perawi yang 'adil, lagi sempurna dhabth-nya dari yang semisalnya hingga akhir sanad, tidak syadz, dan tidak pula cacat. [Syarh Al-Baiquniyyah Ali Ar-Razihi].

Dalam definisi di atas disebutkan dengan konteks تَامُّ الضَّبْطِ (sempurna dhabt-nya), definisi ini adalah definisi untuk SHAHIH LI DZATIH. Sementara shahih terbagi menjadi dua: SHAHIH LI DZATIH dan SHAHIH LI GHAIRIH. Adapun pembahasan Shahih Li Ghairih, insya Allah akan sedikit disinggung oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahimahullahu pada pertemuan ke-enam belas, tepatnya pada pembahasan seputar Hadits Dha'if.

Masalah seputar Shahih Li Ghairih Alhamdulillah juga telah kita uraikan bersama pada kitab sebelumnya (Musthalah Al-Hadits), tepatnya pada pertemuan ke - tujuh bagian pertama.   

Berdasarkan definsi di atas, maka hadits Shahih Li Dzatih harus terpenuhi padanya lima (5) syarat:

1). Sanadnya bersambung.
2). Dinukil oleh perawi yang 'Adil.
3). Sempurna dhabth-nya.
4). Selamat dari syadz.
5). Selamat dari cacat yang merusak (العلة القادحة).

*****

1). Sanadnya bersambung.

Sanad yang bersambung (السند متصل) yaitu:

مَا رُوِيَ بِإِسْنَادٍ مُتَّصِلٍ بِحَيْثُ يَأْخُذُهُ كُلُّ رَاوِيٍّ عَمَّنْ فَوْقَهُ.

Suatu hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang bersambung dimana masing-masing perawi mengambil hadits tersebut dari yang berada diatasnya.

2). Dinukil oleh perawi yang 'Adil.

Sifat 'Adil yaitu:

وَصْفٌ فِيْ الشَّخْصِ يَقْتَضِي الِاسْتِقَامَةَ فِيْ الدِّيْنِ، وَالْمُرُوْءَةِ. فَاسْتِقَامَةُ الرَّجُلِ فِيْ دِيْنِهِ وَمُرُوْءَتِهِ تُسَمَّى عَدَالَةً.

Sifat pada seseorang yang mengharuskan keistiqamahan dalam agama dan muru'ah (kehormatan diri). Maka keistiqamahan seseorang dalam agama dan muru'ahnya dinamakan "عَدَالَةً" ('Adalah).

3). Sempurna dhabth-nya.

أَن يُؤَدِّيَ مَا تَحَمَّلَهُ مِن مَسمُوعٍ، أَو مَرئِيٍّ عَلَى الوَجهِ الَّذِي تَحَمَّلَهُ مِن غَيرِ زِيَادَةٍ وِلاَ نَقصٍ، لَكِن لاَ يَضُرُّ خَطَأٌ يَسِيرٌ؛ لِأَنَّهُ لاَ يَسلَمُ مِنهُ أَحَدٌ

Seorang perawi menyampaikan apa yang ia bawa, baik berupa apa yang ia dengar (hafalan), maupun apa yang ia lihat (tulisan), sebagaimana ia membawanya tanpa adanya penambahan dan pengurangan. Akan tetapi tidak mengapa apabila terjadi sedikit kesalahan. Karena tidak ada seorangpun yang selamat darinya. [Musthalah Al-Hadits Al-'Utsaimin bagian pertama pertemuan ke-13].

4). Selamat dari syadz.

Syadz yaitu:

مَا رَوَاهُ المَقْبُوْلُ مُخَالِفًا لِمَنْ هُوَ أَوْلَى مِنْهُ.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang Maqbul dalam keadaan menyelisihi terhadap perawi yang lebih utama darinya. (Nuzhah An-Nazhr. Hal : 91. Cet : Dar Ibnul Jauzi). Atau:

الَّذِيْ يَرْوِيْهِ الثِّقَةُ مُخَالِفاً لِمَنْ هُوَ أَرْجَحُ مِنْهُ، إِمَّا فِيْ الْعَدَدِ، أَوْ فِيْ الصِّدْقِ، أَوْ فِيْ الْعَدَالَةِ.

Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) dalam keadaan menyelisihi yang lebih rajih (kuat) darinya, baik dari segi jumlah, ataupun dari segi kejujuran, ataupun dari segi agama.

وَالشُّذُوْذُ قَدْ يَكُوْنُ فِيْ حَدِيْثٍ وَاحِدٍ، وَقَدْ يَكُوْنُ فِيْ حَدِيْثَيْنِ مُنْفَصِلَيْنِ.

Asy-Syadz terkadang terjadi pada satu hadits dan terkadang terjadi pada dua hadits yang terpisah.

وَمِنَ الشُّذُوْذِ: أَنْ يُخَالِفَ مَا عُلِمَ بِالضَّرُوْرَةِ مِنَ الدِّيْنِ.

Dan di antara bentuk Syadz adalah menyelisihi sesuatu yang diketahui dalam agama secara dharurat.

5). Selamat dari cacat yang merusak.

Dan " العِلَّةُ القَادِحَةُ" (cacat yang merusak) yaitu :

أَن يَتَبَيَّنَ بَعدَ البَحثِ فِي الحَدِيثِ سَبَبٌ يَقدَحُ فِي قَبُولِهِ، فَلاَ يُحكَمُ لِلحَدِيثِ بِالصِّحَةِ حِينَئِذٍ؛ لِعَدَمِ سَلاَمَتِهِ مِنَ العِلَّةِ القَادِحَةِ.

Sebuah sebab yang mencacati maqbulnya suatu hadits, yang terdeteksi setelah dilakukan penelitian pada hadits tersebut. Tatkala itulah, hadits tersebut tidak dihukumi sebagai hadits yang shahih (akan tetapi masuk dalam kategori dha’if _pent). Karena hadits tersebut tidak selamat dari ‘Illah Qadihah. [Musthalah Al-Hadits bagian pertama pertemuan ke-14].

*****

Dan dari lima (5) syarat tersebut; tiga syarat darinya adalah شُرُوْطٌ ثُبُوْتِيَّةٌ (syarat yang wajib ada pada hadits shahih), dan dua syarat selebihnya adalah شُرُوْطٌ سَلْبِيَّةٌ (syarat yang harus ditiadakan dari hadits shahih). 


Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.

Ditulis oleh :
Selasa - 06 - Dzul Qa'dah - 1437 H / 09 - Juli - 2016 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.