Translate

Selasa, 23 Agustus 2016

014, Hadits Tershahih.



PERTEMUAN : KE-EMPAT BELAS
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"HADITS TERSHAHIH"

وَمَا هُوَ أَصَحُّ كُتُبِ السُّنَّةِ؟

Apa gerangan kitab sunnah yang tershahih?

وَمَا هُوَ أَصَحُّ الصَّحِيْحِ؟

Dan apa gerangan yang tershahih dari yang shahih tersebut?

نَقُوْلُ: الْأَحَادِيْثُ الَّتِيْ اتَّفَقَ عَلَيْهَا البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ، تُعْتَبَرُ أَصَحُّ الْأَحَادِيْثِ، فَمَثَلاً فِيْ بُلُوْغِ الْمَرَامِ يَقُوْلُ الحَافِظُ عَقَبَ الْحَدِيْثِ: مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، يَعْنِيْ رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

Kita katakan: hadits-hadits yang imam Al-Bukhari dan imam Muslim bersepakat terhadap hadits-hadits tersebut, maka ia teranggap sebagai hadits-hadits tershahih. Misalkan; dalam kitab Bulugh Maram berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu di akhir hadits: muttafaq 'alaih, yang beliau maksud adalah: hadits tersebut telah diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan imam Muslim. 

ثُمَّ مَا انْفَرَدَ بِهِ الْبُخَارِيُّ، لِأَنَّ شَرْطَ الْبُخَارِيِّ أَقْوَى مِنْ شَرْطِ مُسْلِمٍ، وَهُوَ ثُبُوْتُ اللِّقَاءِ بَيْنَ الرَّاوِيِّ وَمَنْ رَوَى عَنْهُ، بِخِلَافِ مُسْلِمٍ الَّذِيْ اشْتَرَطَ المُعَاصَرَةَ دُوْنَ المُلَاقَاةِ، فَكَانَ شَرْطُ البُخَارِيِّ أَشَدَّ وَأَقْوَى، فَلِذَلِكَ قَالُوْا: إِنَّ صَحِيْحَ البُخَارِيِّ أَصَحُّ مِنْ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ.

Kemudian yang tershahih setelahnya adalah hadits yang imam Al-Bukhari bersendirian dalam periwayatan, karena syarat imam Al-Bukhari lebih kuat dari syarat imam Muslim, yaitu: ثُبُوْتُ اللِّقَاءِ (harus terbukti bertemu) antara perawi dan syaikhnya. Berbeda dengan imam Muslim yang hanya mempersyaratkan sezaman tidak mengharuskan bertemu. Maka syarat Al-Bukhari lebih tinggi dan lebih kuat. Oleh karena itu para ulama berkata: sesungguhnya Shahih Al-Bukhari lebih shahih dari Shahih Muslim.

قَالَ النَّاظِمُ:

Berkata An-Nazhim:

تَشَاجَرَ قَوْمٌ فِيْ الْبُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ * لَدَيَّ وَقَالُوْا: أَيُّ ذَيْنِ تُقَدَّمُ

Suatu kaum berselisih mengenai Al-Bukhari dan Muslim * di depanku, mereka berkata: mana di antara keduanya yang harus didahulukan?

فَقُلْتُ: لَقَدْ فَاقَ الْبُخَارِيُّ صِحَّةً * كَمَا فَاقَ فِيْ حُسْنِ الصِّنَاعَةِ مُسْلِمُ

Maka aku katakan: sungguh Al-Bukhari unggul dari sisi keshahihan * sebagaimana Muslim unggul dari sisi indahnya rangkaian.

يَعْنِيْ أَنَّ مُسْلِماً فِيْ التَّرْتِيْبِ وَسِيَاقِ طُرُقِ الحَدِيْثِ أَحْسَنُ مِنَ الْبُخَارِيِّ، لَكِنْ مِنْ حَيْثُ الصِّحَّةِ فَالْبُخَارِيُّ يَفُوْقُ مُسْلِماً.

Yakni; sesungguhnya imam Muslim dari sisi susunan dan urutan hadits lebih bagus dari Al-Bukhari. Akan tetapi dari sisi ksehahihan, Al-Bukhari mengungguli Muslim. 

وَنَحْنُ فِيْ بَحْثِ الحَدِيْثِ يُهِمُّنَا الصِّحَّةُ أَكْثَرُ مِمَّا يُهِمُّنَا التَّنْسِيْقُ وَحُسْنُ الصِّنَاعَةِ.

Dan kita dalam menela'ah hadits, keshahihan bagi kita lebih penting dari susunan dan bagusnya pengolahan.  

فَمَرَاتِبُ الْأَحَادِيْثِ سَبْعَةٌ وَهِيَ:

Maka tingkatan hadits-hadits itu ada tujuh, yaitu:

1). مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

1). Hadits yang disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim.

2). مَا انْفَرَدَ بِهِ البُخَارِيُّ.

2). Hadits yang Al-Bukhari bersendirian.

3). مَا انْفَرَدَ بِهِ مُسْلِمٌ.

3). Hadits yang Muslim bersendirian.

4). مَا كَانَ عَلى شَرْطِهِمَا. وَأَحْيَاناً يُعَبِّرُوْنَ بِقَوْلِهِمْ: عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحَيْنِ، أَوْ عَلَى شَرْطِ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ.

4). Hadits yang sesuai dengan syarat keduanya (Al-Bukhari dan Muslim). Terkadang diungkapkan dengan istilah: sesuai dengan syarat Shahihain. Terkadang dengan istilah: sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim.

5). مَا كَانَ عَلَى شَرْطِ البُخَارِيِّ.

5). Hadits yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari.

6). مَا كَانَ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ.

6). Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim.

7). مَا كَانَ عَلَى شَرْطِ غَيْرِهِمَا.

7). Hadits yang tidak dengan syarat keduanya.

*****

* المَبْحَثُ الثَّالِثُ:

Pembahasan Ketiga.

هَلْ جَمِيْعُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ صَحِيْحٌ؟ بِمَعْنَى أَنَّنَا لَا نَبْحَثُ عَنْ رُوَاتِهِ وَلَا نَسْأَلُ عَنْ مُتُوْنِهِ أَمْ لَا؟

Apakah seluruh hadits yang disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim adalah shahih? Dengan makna bahwa kita tidak perlu lagi untuk membahas para perawinya dan tidak pula menanyakan matannya ataukah tidak?

نَقُوْلُ: أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ يَقُوْلُوْنَ: إِنَّ مَا فِيْهِمَا صَحِيْحٌ مُفِيْدٌ لِلْعِلْمِ، لِأَنَّ الْأُمَّةَ تَلَقَتْهُمَا بِالْقَبُوْلِ، وَالْأُمَّةُ مَعْصُوْمَةٌ مِنَ الخَطَأِ، وَهَذَا رَأْيُ ابْنِ الصَّلَاحِ، وَأَظُنُّهُ رَأْيُ شَيْخِ الإِسْلَامِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذِهِ ابْنُ القَيِّمِ رَحِمَهُ اللهُ.

Kita katakan: kebanyakan para ulama berpendapat: sesungguhnya apa-apa yang terdapat dalam Shahihain adalah shahih dan memberikan faidah ilmu, karena umat menyambut kedua kitab tersebut dengan menerimanya. Dan umat terjaga dari kesalahan. Ini adalah pendapat Ibnu Shalah, dan aku mengira ini adalah pendapat Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Al-Qayyim rahmatullahi 'alaihim.

وَأَمَّا مَا انْفَرَدَ بِهِ أَحَدُهُمَا: فَإِنَّهُ صَحِيْحٌ، لَكِنَّهُ لَيْسَ كَمَا اتَّفَقَا عَلَيْهِ، وَلِهَذَا انْتُقِدَ عَلَى البُخَارِيِّ بَعْضُ الْأَحَادِيْثِ، وَانْتُقِدَ عَلَى مُسْلِمٍ أَكْثْرُ.

Adapun hadits yang salah satu dari keduanya bersendirian, hadits tersebut shahih akan tetapi tidak seperti hadits yang keduanya bersepakat. Oleh karena ini, terdapat sebagian hadits Al-Bukhari yang dikritik, dan kritikan terhadap Muslim lebih banyak.  

وَأَجَابَ الحُفَّاظُ عَنْ هَذَا الْاِنْتِقَادِ بِوَجْهَيْنِ:

Kemudian para huffazh memberikan jawaban terhadap kritikan ini dengan dua sisi: 

الوَجْهُ الأَوَّلُ: أَنَّ هَذَا الْاِنْتِقَادَ يُعَارِضُهُ قَوْلُ البُخَارِيِّ، أَيْ أَنَّ الْمُنْتَقِدَ عَلَى البُخَارِيِّ يُعَارِضُهُ قَوْلُ البُخَارِيِّ، وَالبُخَارِيُّ إِمَامٌ حَافِظٌ، فَيَكُوْن مُقَدَّماً عَلَى مَنْ بَعْدَهُ مِمَّنِ انْتَقَدَهُ، وَكَمَا هِيَ العَادَةُ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَضَ قَوْلَانِ لِأَهْلِ العِلْمِ، فَإِنَّنَا نَأْخُذُ بِالْأَرْجَحِ.

Sisi pertama.
Bahwa kritikan ini berhadapan dengan pendapat Al-Bukhari. Yakni; sang pengkritik terhadap Al-Bukhari, pendapat Al-Bukhari berhadapan dengannya. Sementara Al-Bukhari adalah seorang imam dan hafizh, maka ia didahulukan terhadap orang yang datang setelahnya. Sebagaimana kebiasaan; apabila dua pendapat dari kalangan ahli ilmu bertentangan, sesungguhnya kita mengambil yang rajih (kuat).  

فَيَقُوْلُوْنَ: البُخَارِيُّ إِمَامٌ حَافِظٌ فِيْ الحَدِيْثِ، فَإِذَا جَاءَ مَنْ بَعْدَهُ وَقَالَ: هَذَا الحَدِيْثُ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ، وَالبُخَارِيُّ قَدْ صَحَّحَهُ وَوَضَعَهُ فِيْ صَحِيْحِهِ، وَالبُخَارِيُّ أَحْفَظُ مِنْ هَذَا المُنْتَقِدِ وَأَعْلَمُ مِنْهُ، فَقَوْلُهُ هَذَا يَتَعَارَضُ مَعَ قَوْلِ البُخَارِيِّ، وَهَذَا الجَوَابُ مُجْمَلٌ.

Maka mereka mengatakan: Al-Bukhari adalah seorang imam dan hafizh terhadap hadits. Maka apabila datang orang setelahnya dan mengatakan: hadits ini tidak shahih, sementara Al-Bukhari telah menshahihkannya dan meletakkannya dalam shahih beliau, dalam keadaan Al-Bukhari lebih hafizh dari sang pengkritik dan lebih berilmu darinya. Maka pendapat sang pengkritik berhadapan dengan pendapat Al-Bukhari. Dan jawaban ini adalah jawaban global.

أَمَّا الجَوَابُ المُفَصَّلُ فَهُوَ فِيْ:

Adapun jawaban yang rinci, ia adalah pada:

الوَجْهُ الثَّانِيُّ: أَنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ تَصَدُّوْا لِمَنِ انْتَقَدَ عَلَى البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ، وَرَدُّوْا عَلَيْهِ حَدِيْثاً حَدِيْثاً، وَبِهَذَا يَزُوْلُ الاِنْتِقَادُ عَلَى البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ، لَكِنَّهُ لَا شَكَّ أَنَّهُ قَدْ يَقَعُ الوَهْمُ مِنْ بَعْضِ الرُّوَاةِ فِيْ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ، لَكِنْ هَذَا لَا يُقْدَحُ فِيْ نَقْلِ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ لَهُ، لِأَنَّ الوَهْمَ لَا يَكَادُ يَسْلَمُ مِنْهُ أَحَدٌ، وَلَيْسَ مِنْ شَرْطِ عَدَالَةِ الرَّاوِيِّ أَنْ لاَّ يُخْطِئَ أَبَداً، لِأَنَّ هَذَا غَيْرُ مَوْجُوْدٍ.

Sisi kedua.
Ahli ilmu mencegah orang yang mengkritik Al-Bukhari dan Muslim dan membantah terhadapnya hadits demi hadits. Dengan hal ini, maka hilanglah kritikan terhadap Al-Bukhari dan Muslim. Akan tetapi tidak diragukan bahwa terkadang terjadi wahm (kesalahan) dari sebagian perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun hal ini tidak mencacati penukilan Al-Bukhari dan Muslim terhadapnya, karena sebuah kesalahan, hampir-hampir tak seorangpun yang bisa selamat darinya. Dan bukan termasuk syarat 'adilnya seorang perawi untuk tidak salah sama sekali, karena sesungguhnya ini tidak ada.  

Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.

Ditulis oleh :
Selasa - 20 - Dzul Qa'dah - 1437 H / 23 - 08 - 2016 M


0 komentar:

Posting Komentar

Mubaarok Al-Atsary. Diberdayakan oleh Blogger.