PERTEMUAN : KE-EMPAT BELAS
SYARH AL-MANZHUMAH AL-BAIQUNIYYAH
IBNU ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
____________
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"HADITS TERSHAHIH"
وَمَا هُوَ أَصَحُّ كُتُبِ السُّنَّةِ؟
Apa gerangan
kitab sunnah yang tershahih?
وَمَا هُوَ أَصَحُّ الصَّحِيْحِ؟
Dan apa
gerangan yang tershahih dari yang shahih tersebut?
نَقُوْلُ: الْأَحَادِيْثُ الَّتِيْ اتَّفَقَ
عَلَيْهَا البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ، تُعْتَبَرُ أَصَحُّ الْأَحَادِيْثِ، فَمَثَلاً
فِيْ بُلُوْغِ الْمَرَامِ يَقُوْلُ الحَافِظُ عَقَبَ الْحَدِيْثِ: مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ،
يَعْنِيْ رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Kita katakan: hadits-hadits
yang imam Al-Bukhari dan imam Muslim bersepakat terhadap hadits-hadits tersebut,
maka ia teranggap sebagai hadits-hadits tershahih. Misalkan; dalam kitab Bulugh
Maram berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu di akhir hadits: muttafaq
'alaih, yang beliau maksud adalah: hadits tersebut telah diriwayatkan oleh imam
Al-Bukhari dan imam Muslim.
ثُمَّ مَا انْفَرَدَ بِهِ الْبُخَارِيُّ،
لِأَنَّ شَرْطَ الْبُخَارِيِّ أَقْوَى مِنْ شَرْطِ مُسْلِمٍ، وَهُوَ ثُبُوْتُ اللِّقَاءِ
بَيْنَ الرَّاوِيِّ وَمَنْ رَوَى عَنْهُ، بِخِلَافِ مُسْلِمٍ الَّذِيْ اشْتَرَطَ المُعَاصَرَةَ
دُوْنَ المُلَاقَاةِ، فَكَانَ شَرْطُ البُخَارِيِّ أَشَدَّ وَأَقْوَى، فَلِذَلِكَ قَالُوْا:
إِنَّ صَحِيْحَ البُخَارِيِّ أَصَحُّ مِنْ صَحِيْحِ مُسْلِمٍ.
Kemudian yang
tershahih setelahnya adalah hadits yang imam Al-Bukhari bersendirian dalam
periwayatan, karena syarat imam Al-Bukhari lebih kuat dari syarat imam Muslim,
yaitu: ثُبُوْتُ اللِّقَاءِ (harus terbukti bertemu) antara perawi dan
syaikhnya. Berbeda dengan imam Muslim yang hanya mempersyaratkan sezaman tidak
mengharuskan bertemu. Maka syarat Al-Bukhari lebih tinggi dan lebih kuat. Oleh
karena itu para ulama berkata: sesungguhnya Shahih Al-Bukhari lebih shahih dari
Shahih Muslim.
قَالَ النَّاظِمُ:
Berkata
An-Nazhim:
تَشَاجَرَ
قَوْمٌ فِيْ الْبُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ * لَدَيَّ وَقَالُوْا:
أَيُّ ذَيْنِ تُقَدَّمُ
Suatu kaum
berselisih mengenai Al-Bukhari dan Muslim * di
depanku, mereka berkata: mana di antara keduanya yang harus didahulukan?
فَقُلْتُ:
لَقَدْ فَاقَ الْبُخَارِيُّ صِحَّةً * كَمَا فَاقَ
فِيْ حُسْنِ الصِّنَاعَةِ مُسْلِمُ
Maka aku
katakan: sungguh Al-Bukhari unggul dari sisi keshahihan * sebagaimana Muslim unggul dari sisi indahnya rangkaian.
يَعْنِيْ أَنَّ مُسْلِماً فِيْ التَّرْتِيْبِ
وَسِيَاقِ طُرُقِ الحَدِيْثِ أَحْسَنُ مِنَ الْبُخَارِيِّ، لَكِنْ مِنْ حَيْثُ الصِّحَّةِ
فَالْبُخَارِيُّ يَفُوْقُ مُسْلِماً.
Yakni;
sesungguhnya imam Muslim dari sisi susunan dan urutan hadits lebih bagus dari
Al-Bukhari. Akan tetapi dari sisi ksehahihan, Al-Bukhari mengungguli
Muslim.
وَنَحْنُ فِيْ بَحْثِ الحَدِيْثِ يُهِمُّنَا
الصِّحَّةُ أَكْثَرُ مِمَّا يُهِمُّنَا التَّنْسِيْقُ وَحُسْنُ الصِّنَاعَةِ.
Dan kita dalam
menela'ah hadits, keshahihan bagi kita lebih penting dari susunan dan bagusnya pengolahan.
فَمَرَاتِبُ الْأَحَادِيْثِ سَبْعَةٌ
وَهِيَ:
Maka tingkatan
hadits-hadits itu ada tujuh, yaitu:
1). مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
1). Hadits yang
disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim.
2). مَا انْفَرَدَ بِهِ البُخَارِيُّ.
2). Hadits yang
Al-Bukhari bersendirian.
3). مَا انْفَرَدَ بِهِ مُسْلِمٌ.
3). Hadits yang
Muslim bersendirian.
4). مَا كَانَ عَلى شَرْطِهِمَا. وَأَحْيَاناً يُعَبِّرُوْنَ بِقَوْلِهِمْ:
عَلَى شَرْطِ الصَّحِيْحَيْنِ، أَوْ عَلَى شَرْطِ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ.
4). Hadits yang
sesuai dengan syarat keduanya (Al-Bukhari dan Muslim). Terkadang diungkapkan
dengan istilah: sesuai dengan syarat Shahihain. Terkadang dengan istilah:
sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim.
5). مَا كَانَ عَلَى شَرْطِ البُخَارِيِّ.
5). Hadits yang
sesuai dengan syarat Al-Bukhari.
6). مَا كَانَ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ.
6). Hadits yang
sesuai dengan syarat Muslim.
7). مَا كَانَ عَلَى شَرْطِ غَيْرِهِمَا.
7). Hadits yang
tidak dengan syarat keduanya.
*****
* المَبْحَثُ الثَّالِثُ:
Pembahasan
Ketiga.
هَلْ جَمِيْعُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ
البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ صَحِيْحٌ؟ بِمَعْنَى أَنَّنَا لَا نَبْحَثُ عَنْ رُوَاتِهِ
وَلَا نَسْأَلُ عَنْ مُتُوْنِهِ أَمْ لَا؟
Apakah seluruh
hadits yang disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim adalah shahih? Dengan makna
bahwa kita tidak perlu lagi untuk membahas para perawinya dan tidak pula
menanyakan matannya ataukah tidak?
نَقُوْلُ: أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ يَقُوْلُوْنَ:
إِنَّ مَا فِيْهِمَا صَحِيْحٌ مُفِيْدٌ لِلْعِلْمِ، لِأَنَّ الْأُمَّةَ تَلَقَتْهُمَا
بِالْقَبُوْلِ، وَالْأُمَّةُ مَعْصُوْمَةٌ مِنَ الخَطَأِ، وَهَذَا رَأْيُ ابْنِ الصَّلَاحِ،
وَأَظُنُّهُ رَأْيُ شَيْخِ الإِسْلَامِ ابْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذِهِ ابْنُ القَيِّمِ
رَحِمَهُ اللهُ.
Kita katakan: kebanyakan
para ulama berpendapat: sesungguhnya apa-apa yang terdapat dalam Shahihain adalah
shahih dan memberikan faidah ilmu, karena umat menyambut kedua kitab tersebut
dengan menerimanya. Dan umat terjaga dari kesalahan. Ini adalah pendapat Ibnu
Shalah, dan aku mengira ini adalah pendapat Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu
Al-Qayyim rahmatullahi 'alaihim.
وَأَمَّا مَا انْفَرَدَ بِهِ أَحَدُهُمَا:
فَإِنَّهُ صَحِيْحٌ، لَكِنَّهُ لَيْسَ كَمَا اتَّفَقَا عَلَيْهِ، وَلِهَذَا انْتُقِدَ
عَلَى البُخَارِيِّ بَعْضُ الْأَحَادِيْثِ، وَانْتُقِدَ عَلَى مُسْلِمٍ أَكْثْرُ.
Adapun hadits
yang salah satu dari keduanya bersendirian, hadits tersebut shahih akan tetapi
tidak seperti hadits yang keduanya bersepakat. Oleh karena ini, terdapat
sebagian hadits Al-Bukhari yang dikritik, dan kritikan terhadap Muslim lebih
banyak.
وَأَجَابَ الحُفَّاظُ عَنْ هَذَا الْاِنْتِقَادِ
بِوَجْهَيْنِ:
Kemudian para
huffazh memberikan jawaban terhadap kritikan ini dengan dua sisi:
الوَجْهُ الأَوَّلُ: أَنَّ هَذَا الْاِنْتِقَادَ
يُعَارِضُهُ قَوْلُ البُخَارِيِّ، أَيْ أَنَّ الْمُنْتَقِدَ عَلَى البُخَارِيِّ يُعَارِضُهُ
قَوْلُ البُخَارِيِّ، وَالبُخَارِيُّ إِمَامٌ حَافِظٌ، فَيَكُوْن مُقَدَّماً عَلَى
مَنْ بَعْدَهُ مِمَّنِ انْتَقَدَهُ، وَكَمَا هِيَ العَادَةُ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَضَ
قَوْلَانِ لِأَهْلِ العِلْمِ، فَإِنَّنَا نَأْخُذُ بِالْأَرْجَحِ.
Sisi pertama.
Bahwa kritikan
ini berhadapan dengan pendapat Al-Bukhari. Yakni; sang pengkritik terhadap
Al-Bukhari, pendapat Al-Bukhari berhadapan dengannya. Sementara Al-Bukhari adalah
seorang imam dan hafizh, maka ia didahulukan terhadap orang yang datang
setelahnya. Sebagaimana kebiasaan; apabila dua pendapat dari kalangan ahli ilmu
bertentangan, sesungguhnya kita mengambil yang rajih (kuat).
فَيَقُوْلُوْنَ: البُخَارِيُّ إِمَامٌ
حَافِظٌ فِيْ الحَدِيْثِ، فَإِذَا جَاءَ مَنْ بَعْدَهُ وَقَالَ: هَذَا الحَدِيْثُ لَيْسَ
بِصَحِيْحٍ، وَالبُخَارِيُّ قَدْ صَحَّحَهُ وَوَضَعَهُ فِيْ صَحِيْحِهِ، وَالبُخَارِيُّ
أَحْفَظُ مِنْ هَذَا المُنْتَقِدِ وَأَعْلَمُ مِنْهُ، فَقَوْلُهُ هَذَا يَتَعَارَضُ
مَعَ قَوْلِ البُخَارِيِّ، وَهَذَا الجَوَابُ مُجْمَلٌ.
Maka mereka
mengatakan: Al-Bukhari adalah seorang imam dan hafizh terhadap hadits. Maka
apabila datang orang setelahnya dan mengatakan: hadits ini tidak shahih,
sementara Al-Bukhari telah menshahihkannya dan meletakkannya dalam shahih
beliau, dalam keadaan Al-Bukhari lebih hafizh dari sang pengkritik dan lebih
berilmu darinya. Maka pendapat sang pengkritik berhadapan dengan pendapat
Al-Bukhari. Dan jawaban ini adalah jawaban global.
أَمَّا الجَوَابُ المُفَصَّلُ فَهُوَ
فِيْ:
Adapun jawaban
yang rinci, ia adalah pada:
الوَجْهُ الثَّانِيُّ: أَنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ
تَصَدُّوْا لِمَنِ انْتَقَدَ عَلَى البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ، وَرَدُّوْا عَلَيْهِ حَدِيْثاً
حَدِيْثاً، وَبِهَذَا يَزُوْلُ الاِنْتِقَادُ عَلَى البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ، لَكِنَّهُ
لَا شَكَّ أَنَّهُ قَدْ يَقَعُ الوَهْمُ مِنْ بَعْضِ الرُّوَاةِ فِيْ البُخَارِيِّ
وَمُسْلِمٍ، لَكِنْ هَذَا لَا يُقْدَحُ فِيْ نَقْلِ البُخَارِيِّ وَمُسْلِمٍ لَهُ،
لِأَنَّ الوَهْمَ لَا يَكَادُ يَسْلَمُ مِنْهُ أَحَدٌ، وَلَيْسَ مِنْ شَرْطِ عَدَالَةِ
الرَّاوِيِّ أَنْ لاَّ يُخْطِئَ أَبَداً، لِأَنَّ هَذَا غَيْرُ مَوْجُوْدٍ.
Sisi kedua.
Ahli
ilmu mencegah orang yang mengkritik Al-Bukhari dan Muslim dan membantah
terhadapnya hadits demi hadits. Dengan hal ini, maka hilanglah kritikan
terhadap Al-Bukhari dan Muslim. Akan tetapi tidak diragukan bahwa terkadang
terjadi wahm (kesalahan) dari sebagian perawi Al-Bukhari dan Muslim. Namun hal
ini tidak mencacati penukilan Al-Bukhari dan Muslim terhadapnya, karena sebuah kesalahan,
hampir-hampir tak seorangpun yang bisa selamat darinya. Dan bukan termasuk
syarat 'adilnya seorang perawi untuk tidak salah sama sekali, karena
sesungguhnya ini tidak ada.
Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.
Ditulis oleh :
Selasa -
20 - Dzul Qa'dah - 1437 H / 23 - 08 - 2016 M
0 komentar:
Posting Komentar