DHABTH
SHADHR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد
لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا، وأشهد
أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له إقرارا به وتوحيدا، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما مزيدا، أما
بعد..
Penjagaan
terhadap sunnah-sunnah nabi shallallahu 'alaihi wasallam, demikian juga
atsar-atsar para shahabat dan tabi'in radhiallahu 'anhum ajma'in, masyhur di
kalangan ahli hadits mengalami dua fase; fase pertama adalah fase penjagaan
dengan cara dihafal (الصدر حفظ), dan fase kedua adalah fase penjagaan dengan penulisan (الكتاب
حفظ).
1). Fase
Hifzh Shadr (Penjagaan Dengan Hafalan).
Penjagaan
(الحفظ) atau penguasaan (الضبط) terhadap sunnah dan atsar dengan cara
dihafal di dalam dada, ini adalah manhaj (metode) mayoritas ahli hadits dari kalangan
para shahabat dan kibar tabi'in.
Mengapa
para shahabat dan kibar tabi'in tidak membukukan hadits? Yang demikian itu,
dikarenakan rasa takut mereka akan menjadi sebab tersamarkannya Al-Qur'an dengan
pembukuan tersebut, dan karena kekuatan hafalan mereka yang berada pada puncak
kesempurnaan, dan juga dikarenakan mayoritas mereka tidak bisa membaca atau
menulis.
Telah
diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dengan sandanya yang sampai kepada 'Abdur
Razzaq Ash-Shan'ani dari Ma'mar dari Az-Zuhri dari 'Urwah Ibnu Az-Zubair rahimahumullah,
beliau berkata:
أنّ
عمر بن الخطاب رضي الله عنه أراد أن يكتب السنن، فاستشار في ذلك أصحاب رسول الله صلى
الله عليه وسلم، فأشاروا عليه أن يكتبها، فطفق عمر يستخير الله فيها شهرًا ثم أصبح
يوما وقد عزم الله له قال: (إنّي كنت أردت أن أكتب السنن، وإني ذكرت قومًا كانوا قبلكم
كتبوا كُتُبًا فَأَكَبُّوْا عليها وتركوا كتاب الله، وإني والله لا ألبِّس كتابَ اللهِ
بشيءٍ أبدًا).
Sesungguhnya
'Umar Ibnul Khaththab radhialllahu 'anhu ingin membukukan sunnah-sunnah nabi
shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian beliaupun meminta pendapat para shahabat
Rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka merekapun memberi pendapat
kepada 'Umar radhiallahu 'anhu agar beliau membukukannya. Maka 'Umar
radhiallahu 'anhu terus menerus beristikharah kepada Allah hingga sebulan
lamanya. Kemudian tatkala suatu hari Allah telah memberikan kemantapan kepada
beliau, maka beliaupun berkata: "Sebenarnya aku ingin membukukan
sunnah-sunnah nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian aku mengingat suatu
kaum sebelum kalian, mereka menulis kitab-kitab, kemudian mereka tersibukkan
dengan kitab-kitab tersebut, dan meninggalkan kitab Allah. Dan aku, sungguh
demi Allah, tidak ingin menyamarkan kitab Allah dengan sesuatu apapun selamanya".
[Al-Madkhal Ila As-Sunan Al-Kubra Lil-Baihaqi: 731]
Sebagaimana
juga telah dijelaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu, beliau berkata:
اعلم!
علمني الله وإياك، أن آثار النبي صلى الله عليه و سلم لم تكن في عصر أصحابه وكبار تبعهم
مدونة في الجوامع ولا مرتبة لأمرين؛ أحدهما: إنهم كانوا في ابتداء الحال قد نهوا عن
ذلك كما ثبت في "صحيح مسلم"؛ خشية أن يختلط بعض ذلك بالقرآن العظيم، وثانيهما:
لسعة حفظهم وسيلان أذهانهم ولأن أكثرهم كانوا لا يعرفون الكتابة.
Ketahuilah!
Semoga Allah memberikan ilmu kepadaku dan kepadamu, sesungguhnya atsar-atsar
nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak dibukukan dan tidak pula ditartib dalam
buku-buku himpunan di masa para shahabat dan kibar tabi'in, dikarenakan dua (2)
perkara:
Pertama.
Karena
mereka, pada awal keadaannya dilarang dari hal tersebut; sebagaimana telah
datang penjelasannya dalam "Shahih Muslim"; dikhawatirkan
sebagian hal tersebut akan bercampur dengan Al-Qur'an Al-'Azhim.
Kedua.
Dikarenakan
luasnya hafalan dan mengalirnya kecerdasan mereka. Dan karena kebanyakan mereka
tidak mengetahui baca dan tulis. [Hadyu As-Sari Muqaddimah Fath Al-Bari
Libni Hajar: 8].
a).
Shahifah Para Shahabat.
Demikianlah
keadaan para shahabat dan kibar tabi'in, bahwa mayoritas mereka tidak menulis
riwayat-riwayat dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Akan tetapi terdapat
sebagian kecil dari kalangan para shahabat dan kibar tabi'in yang menulis
apa-apa yang mereka riwayatkan dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Di
antara shabat nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang memiliki tulisan adalah
Zaid Ibnu Tsabit radhiallahu 'anhu, berkata Al-'Allamah 'Abdur Rahman
Al-Mu'allimi Al-Yamani rahimahullahu:
فقد رويت عن زيد بن ثابت الصحابي المشهور
رسالة، كتبها في أحكام المواريث حوالي سنة (40) للهجرة النبوية، وفي سنن البيهقي قِطَعٌ
كثيرة منها.
Telah
diriwayatkan sebuah risalah dari Zaid Ibnu Tsabit radhiallahu 'anhu seorang
shahabat yang masyhur, beliau menulis risalah tersebut berkenaan dengan masalah
hukum waris sekitar tahun (40) hijrah nabawiyah. Dan dalam Kitab Sunan
Al-Baihaqi terdapat banyak potongan-potongan dari risalah tersebut. ['Ilmu
Rijal Wa Ahammiyatuhu li 'Abdur Rahman Al-Mu'allimi: 50].
Demikian
juga shahabat 'Abdullah Ibu 'Amr Ibu Al-'Ash radhiallahu 'anhuma, beliau
berkata:
كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ
مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي
قُرَيْشٌ عَنْ ذَلِكَ، وَقَالُوا: تَكْتُبُ وَرَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا؟ فَأَمْسَكْتُ حَتَّى ذَكَرْتُ ذَلِكَ
لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: (اكْتُبْ! فَوَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ مَا خَرَجَ مِنْي إِلَّا حَقٌّ).
Aku
dahulu selalu menulis semua yang aku dengar dari nabi sallallahu 'alaihi
wasallam karena aku ingin menghafalnya. Namun quraisy melarangku dari hal
tersebut, mereka berkata: kamu menulis semua ucapan Rasul Allah shallallahu
'alaihi wasallam dalam keadaan marah dan ridha? Maka akupun menahan dari
menulis hingga menyampaikan hal tersebut kepada nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, maka beliau bersabda: (Tulislah! Sungguh demi Rabb yang jiwaku berada
ditangan-Nya, tidaklah keluar dariku melainkan kebenaran). [Musnad Ahmad: 2/162].
Dan
tulisan-tulisan tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Shahifah".
Adapun shahifah Abdullah Ibnu 'Amr Ibnu Al-'Ash radhiallahu 'anhuma, dikenal
dengan nama "Shahifah Shadiqah":
ثم كانت صحيفة عند عبد الله بن عمرو بن العاص
رضي الله عنهما وكان يسميها "الصادقة" كما في الطبقات لابن سعد وغيره.
Kemudian
shahifah yang dipegang oleh 'Abdullah Ibnu 'Amr Ibnu Al-'Ash radhiallahu
'anhuma, beliau menamakannya "Shadiqah", sebagaimana disebutkan dalam
Kitab Thabaqat Ibnu Sa'd dan selainnya. [Al-Madkhal Ila 'Ilmi
Al-Musthalah Ali Ar-Razihi: 17].
يرويها عمرو بن شعيب بن محمد بن عبد الله
بن عمرو، عن أبيه، عن جده.
Kemudian
shahifah tersebut diriwayatkan melalui jalur 'Amr Ibnu Syu'aib Ibnu Muhammad
Ibnu 'Abdillah Ibnu 'Amr Ibnul Al-'Ash, dari bapaknya dari kakeknya radhiallahu
'anhum jami'a. ['Ilmu Rijal Wa Ahammiyatuhu li 'Abdur Rahman Al-Mu'allimi:
1/12]
Demikian
juga di antara shahabat yang menulis apa yang ia riwayatkan dari nabi
shallallahu 'alaihi wasallam adalah Usaid Ibnu Hudhair Al-Anshari radhiallahu
'anhu, beliau berkata:
فَكَتَبْتُ إِلَى مَرْوَانَ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى، وَقَضَى بِذَلِكَ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمْ.
Maka
aku menulis kepada Marwan Ibnu Al-Hakam, bahwa nabi shallallahu 'alaihi
wasallam telah menentukan suatu ketentuan, demikian juga Abu Bakar, 'Umar dan
'Utsman radhiallahu 'anhum telah menetukan dengan ketentuan tersebut. [Musnad
Ahmad: 17986. Dengan sanadnya sampai kepada Ibnu Juraij dari 'Ikrimah Ibnu
Khalid dari Usaid Ibnu Hudhair].
Demikian
juga Jabir Ibnu Samurah radhiallahu 'anhu telah menyampaikan hadits melalui
tulisan, sebagaimana dipaparkan oleh 'Amir Ibnu Sa'd Ibnu Abi Waqash, beliau
berkata:
كَتَبْتُ
إِلَى جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ؛ أَنْ أَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَكَتَبَ إِلَيَّ؛ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَزَالُ الدِّينُ قَائِمًا حَتَّى تَقُومَ
السَّاعَةُ، أَوْ يَكُونَ عَلَيْكُمُ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً، كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ».
Aku
menulis kepada Jabir Ibnu Samurah radhiallahu 'anhu; khabarkanlah kepadaku
tentang sesuatu yang engkau dengar dari Rasul Allah shallallahu 'alaihi
wasallam. Maka beliau menulis untukku; aku mendengar Rasul Allah shallallahu
'alaihi wasallam telah bersbda: (Agama islam akan senantiasa tegak hingga
hari kiamat, atau sampai habis dua belas khalifah memimpin kalian yang
kesemuanya dari Quraisy). [Shahih Muslim: 1822].
Demikian
juga Jabir Ibnu 'Abdillah radhiallahu 'anhuma, beliau memiliki shahifah
sebagaimana dikatakan Qatadah Ibnu Da'amah As-Sadusi rahimahullahu:
أنا
لصحيفة جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أحفظ من سورة البقرة، و ما قرئ عليّ إلّا مرة.
Aku menghafal
surat Al-Baqarah dari shahifah milik Jabir Ibnu 'Abdillah radhiallahu 'anhuma, dan
tidaklah dibacakan kepadaku melainkan hanya sekali saja. [At-Tamyiz li Imam
Muslim: 1/12 & Tarikh Kabir Lil Bukhari: 7/186].
b).
Shahifah Kibar Tabi'in.
وهناك صحف متفرقة وكتابات متعددة في عهد
التابعين الأكابر كصحيفة سعيد بن جبير عن ابن عباس، وصحيفة أبي الزبير عن جابر،
وصحيفة أبي قلابة وغيرهم.
Disana
juga banyak terdapat shahifah dan berbagai tulisan yang terpencar di masa kibar
tabi'in, seperti shahihfah Sa'id Ibnu Jubair dari Ibnu 'Abbas, shahifah Abu
Az-Zubair dari Jabir, shahifah Abu Qilabah dan selain mereka, radhiallahu
'anhum ajma'in. [Al-Madkhal Ila 'Ilmi Al-Musthalah Li Ar-Razihi:
37].
Kemudian,
di antara kibar tabi'in yang juga memiliki shahifah adalah Hammam Ibnu Munabbih
Al-Yamani rahimahullah, terkumpul di dalam shahifah tersebut sekitar seratus
empat puluh (140) hadits yang beliau riwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu. Berkata Al-'Allamah 'Abdur Rahman Al-Mu'allimi rahimahullahu:
وأما
التابعون فقل عالم منهم لم يكن عنده كتب، ولكن كانت الأحاديث تتجمع كيفما اتفق بلا
تأليف ولا ترتيب، كما في صحيفة همام بن منبه اليماني عن أبي هريرة رضي الله عنه، وهي
نحو مائة وأربعون حديثًا، تجدها في (مسند أحمد: 2/312-319)، و كذالك في (الصحيحين)
وغيرهما مفرقة.
Adapun
para tabi'in, hanya sedikit ahli ilmu di kalangan mereka yang tidak memiliki
kitab. Akan tetapi hadits-hadits nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang telah
terkumpulkan dengan berbagai cara belum tersusun dan tertata rapi. Sebagaimana
pada Shahifah Hammam Ibnu Munabbih Al-Yamani dari Abu Hurairah radhiallahu
'anhu, yang terdapat padanya sekitar seratus empat puluh (140) hadits. Shahifah
tersebut ada dalam (Musnad Ahmad: 2/312-319) demikian juga ada dalam Shahihain
dan selain keduanya terpisah-pisah. ['Ilmu Rijal Wa Ahammiyatuhu Li
Al-Mu'allimi: 11]
Dan
shahifah Hammam Ibnu Munabbih ini termasuk shahifah yang paling masyhur di
kalangan ahli hadits. Konon, shahifah ini masih ada hingga saat ini,
sebagaimana disampaikan oleh Doktor Muhammad Humaidillah; beliau telah
menemukan dua manuskrip shahifah tersebut di Damasykus dan Berlin. [Al-Madkhal
Ila 'Ilmi Al-Musthalah Li Ar-Razihi: 25].
Penulisan
sunnah dan atsar pada fase ini (shahabat dan kibar tabi'in) tidaklah sama
dengan fase penulisan pada masa imam Az-Zuhri dan masa setelahnya. Penulisan
pada periode shahabat dan kibar tabi'in, sebagaimana telah disebutkan
pada keterangan di atas; bahwa hadits-hadits nabi shallallahu 'alaihi wasallam
yang telah terkumpulkan dengan berbagai cara di masa tersebut belum tersusun
dan tertata rapi. Akan tetapi lebih hanya mengarah kepada untuk dihafal dan dimuraja'ah
(pengulangan hafalan).
Dipaparkan
oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu, beliau berkata:
اعلم! أن العلم المتلقى عن النبي صلى
الله عليه وعلى آله وسلم من أقواله وأفعاله كان الصحابة رضي الله عنهم في زمن نبيهم
صلى الله عليه وآله وسلم يتداولونه بينهم حفظاً له ورواية، ومنهم من كان يكتب كما تقدم
في كتاب العلم عن عبد الله بن عمرو ابن العاصي رضي الله عنهما.
Ketahuilah!
Bahwa ilmu yang diambil dari nabi shallallahu 'alahi wasallam berupa ucapan dan
perbuatan beliau shallallahu 'alaihi wasallam, dahulu mereka para shahabat
radhiallahu 'anhum pada zaman nabi shallallahu 'alaihi wasallam saling
mengambil di antara mereka dengan menghafalnya dan meriwayatkan. Di antara
mereka juga ada yang menulis sebagaimana telah lalu uraiannya pada kitab ilmu
dari 'Abdullah Ibnu 'Amr Ibnu Al-'Ash radhiallahu 'anhuma.
ثم بعد وفاة النبي صلى الله عليه وعلى
آله وسلم كان بعض الصحابة يرخص في كتابة العلم عنه، وبعضهم لا يرخص في ذلك، ودرج التابعون
أيضاً على مثل هذا الاختلاف.
Kemudian
setelah wafatnya baginda nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sebagian para
shahabat ada yang memberikan keringanan untuk menulis ilmu, akan tetapi
sebagian yang lain tidak memberikan keringanan pada hal tersebut. Demikian juga
para tabi'in berjalan di atas perbedaan pendapat ini.
والذي
كان يكتب في زمن الصحابة والتابعين لم يكن تصنيفاً مرتباً مبوباً، إنما كان يكتب للحفظ
والمراجعة فقط، ثم إنه في عصر تابعي التابعين صنفت التصانيف، وجمع طائفة من أهل العلم
كلام النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم، وبعضهم جمع كلام الصحابة رضوان الله
عليهم.
Apa
yang ditulis pada zaman shahabat dan tabi'in tidak tertartib dan tidak disusun
berdasarkan kategori. Akan tetapi yang ditulis tersebut hanyalah untuk dihafal
dan dimuraja'ah saja. Hingga tiba masa tabi-tabi'in maka disusunlah berbagai
karya tulis. Sekelompok ahli ilmu mengumpulkan ucapan-ucapan nabi shallallahu
'alaihi wasallam, dan sekelompok yang lain mengumpulkan ucapan-ucapan para
shahabat ridwanullahu 'alaihim. [Syah Ilal At-Tirmidzi Libni Rajab: 1/117].
Demikian
uraian ringkas mengenai 1). Fase Hifzh Shadr (Penjagaan Dengan Hafalan).
Adapun untuk uraian: 2). Fase Hifzh Al-Kitab (Penjagaan Dengan
Penulisan), insya Allah akan kita uraikan pada pertemuan berikutnya.
Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.
Ditulis oleh :
Selasa -
06 - Dzul Qa'dah - 1437 H / 09 - Juli - 2016 M
0 komentar:
Posting Komentar