KEDUDUKAN
AS-SUNNAH TERHADAP AL-QUR'AN
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد
لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدًا، وأشهد
أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له إقرارًا به وتوحيدًا، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله
صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليمًا مزيدًا، أما
بعد..
Maksud
dari judul besar tulisan ini adalah sebuah jawaban dari pertanyaan: "Al-Qur'an
dan As-Sunnah, mana yang harus
didahulukan di antara kedua hal tersebut?"
Masalah
ini akan menjadi jelas dan terang apabila ditinjau dari empat (4)
sisi:
Pertama.
Dari sisi Al-Mashdariyah (sumber).
باعتبار المصدرية، فلا شك أن القرآن والسنة
في منزلة واحدة، إذ الكل وحي من الله، قال تعالى: {وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، إِنْ
هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى} [النجم: 3، 4].
Apabila
ditinjau dari sisi Al-Mashdariyah (sumber), maka tidak diragukan bahwa Al-Qur'an
dan As-Sunnah berada pada satu kedudukan. Karena keduanya adalah wahyu dari
Allah Jalla wa 'Ala.
Allah
Jalla wa 'Ala telah menegaskan: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
berbicara berdasarkan hafa nafsu (3). Akan tetapi ia berbicara berdasarkan
wahyu yang diwahyukan kepadanya(4)". [An-Najm: 3-4].
وقد
ذهب بعض أهل العلم إلى أن الرسول -صلى الله عليه وسلم- لم يسن سنة إلا بوحي احتجاجًا
بهذه الآية.
Sebagian
para ulama berpendapat; tidaklah rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam
menetapkan suatu sunnah melainkan dengan wahyu, berdasarkan keterangan ayat
ini. [Ar-Risalah: 92-104, & Al-Faqih wal Mutafaqqih: 1/90-94, &
Ma'alim Ushul: 1/134].
وقيل: بل جعل الله لرسوله -صلى الله عليه
وسلم- بما افترض من طاعته أن يسن فيما ليس فيه نص كتاب، والدليل على ذلك قوله تعالى:
{إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا
أَرَاكَ اللهُ} [النساء: 105].
Ada
juga yang berpendapat: bahkan Allah memberikan keluasan bagi rasul Allah
shallallahu 'alaihi wasallam -berdasarkan kewajiban untuk menta'ati beliau-
untuk membuat ketentuan pada apa-apa yang tidak terdapat nash hukum padanya.
Dan
dalil mengenai hal tersebut adalah firman Allah: "Sesungguhnya Kami
telah menurunkan kitab kepadamu dengan kebenaran, agar engkau menjadi hakim
terhadap manusia berdasarkan apa-apa yang Allah perlihatkan padamu". [QS:
An-Nisa: 105].
فخصه
الله بأن يحكم برأيه لأنه معصوم وأن معه التوفيق.
Maka
Allah memberikan kekhususan bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam
diperkenankan menghukumi berdasarkan pendapatnya. Karena beliau terjaga dari
kesalahan. Dan taufiq Allah menyertai beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
وَقِيْلَ:
أُلْقِيَ فِيْ رَوْعِهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كُلُّ مَا سَنَّهُ لِقَوْلِهِ
-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- : «إِنَّ الرُّوْحَ الْأَمِيْنَ قَدْ أَلْقَى فِيْ
رَوْعِيْ أَنَّهُ لَنْ تَمُوْتَ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَوْفِيَ رِزْقُهَا، فَأَجْمِلُوْا
فِيْ الطَّلَبِ».
Ada
juga yang berpendapat: setiap apa yang beliau shallallahu 'alaihi wasallam
sunnahkan telah diletakkan di hati beliau.
Berdasarkan
sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam: "sesungguhnya Ruh Al-Amin
(Jibril 'alaihi salam) telah meletakkan di hatiku bahwasannya tidaklah suatu
jiwapun diwafatkan hingga terpenuhi rizkinya, maka bekerjalah dengan baik".
[Ar-Risalah: 93-97].
Hadits
tersebut di atas dikeluarkan oleh imam Asy-Syafi'i rahimahullahu dalam
Ar-Risalah, dan Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu merajihkan keshahihan
sanadnya. [Lihat: Ta'liq Ar-Risalah: 97].
وَقِيْلَ:
لَمْ يَسُنَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- سُنَّةً قَطْ إِلَّا وَلَهَا أَصْلٌ
فِيْ الكِتَابِ، فَجَمِيْعُ سُنَّتِهِ بَيَانٌ لِلْكِتَابِ، فَمَا سَنَّهُ -صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- مِنَ الْبُيُوْعِ فَهُوَ بَيَانٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ} [النساء: 29]، وقوله: {وَأَحَلَّ اللهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا} [البقرة: 275].
Ada
juga yang berpendapat: tidaklah nabi shallallahu 'alaihi wasallam menetapkan
suatu sunnahpun melainkan sunnah tersebut memiliki asal dalam Al-Kitab. Seluruh
sunnah beliau shallallahu 'alaihi wasallam adalah merupakan penjelasan terhadap
Al-Kitab. Apa-apa yang beliau sunnahkan berupa jual beli, maka itu adalah penjelasan
firman Allah Ta'ala:
{يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ} [النساء:
29].
"Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan harta-harta kalian
dengan cara yang bathil." [An-Nisa: 29].
{وَأَحَلَّ
اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا} [البقرة: 275].
Dan
juga firman Allah Ta'ala:
"Dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". [Al-Baqarah:
275].
قَالَ الشَّافِعِيُّ بَعْدَ ذِكْرِ هَذِهِ
الْأَقْوَالِ أَوْ بَعْضِهَا: "وَأَيُّ هَذَا كَانَ فَقَدْ بَيَّنَ اللهُ
أَنَّهُ فَرَضَ فِيْهِ طَاعَةَ رَسُوْلِهِ".
Setelah
menyebutkan pendapat-pendapat tersebut atau sebagiannya, imam Asy-Syafi'i
rahimahullahu berkata: "seluruh masalah ini apapun bentuknya, Allah telah
menjelaskan bahwa Ia mewajibkan pada perkara tersebut untuk menta'ati
rasul-Nya". [Ar-Risalah: 104].
Kedua.
Dari sisi Al-Hujjiyah (argument).
باعتبار
الحجية ووجوب الاتباع، فالقرآن والسنة في ذلك سواء.
Apabila
ditinjau dari sisi Al-Hujjiah (argument) dan wajibnya ittiba' (mengikuti), maka
Al-Qur'an dan As-Sunnah memiliki kedudukan yang sama.
وقد
بوب لذلك الخطيب البغدادي، فقال: "باب ما جاء في التسوية بين حكم كتاب الله تعالى
وحُكم سنة رسول الله -صلى الله عليه وسلم- في وجوب العمل ولزوم التكليف".
Al-Khatib
Al-Baghdadi rahimahullah telah memberikan suatu bab mengenai masalah ini,
beliau berkata: "Bab apa-apa yang datang berupa persamaan hukum kitab
Allah dan hukum sunnah rasul Allah shallallahu 'alaihi wasallam tentang
wajibnya beramal dan keharusan pembebanan". [Ma'alim Ushul: 135, &
Al-Kifayah Fi 'Ilmi Riwayah: 23].
Kemudian
Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullahu membawakan hadits nabi shallallahu 'alaihi
wasallam:
«أَلَا إِنِّي أُوْتِيْتُ القُرْآنَ وَمِثْلَهُ
مَعَهُ».
"Ketahuilah!
Sesungguhnya aku diberi Al-Qur'an dan yang semisalnya bersamanya." [HR:
Abu Dawud:200, & At-Tirmidzi: 37-38, & Ibnu Majah: 12-13].
«وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُوْلُ اللهِ كَمَا
حَرَّمَ اللهُ».
"Sesungguhnya
yang diharamkan oleh rasul Allah adalah sebagaimana yang diharamkan oleh Allah".
[HR: Ibnu Majah: 12, & At-Tirmidzi: 2664].
Ketiga.
Dari sisi Al-Qur'an menunjukkan wajibnya beramal
dengan As-Sunnah.
Apabila
ditinjau dari sisi: Al-Qur'an menunjukkan wajibnya beramal dengan As-Sunnah, dan
bahwa As-Sunnah valid penggunaannya sebagai argumen berdasarkan Al-Qur'an, maka
ini menunjukkan asal penggunaan As-Sunnah adalah berdasarkan keterangan
Al-Qur'an. Dari sisi ini, maka Al-Qur'an adalah ushul (pokok) dan As-Sunnah
adalah furu' (cabang). Maka ushul didahulukan dari furu'. [Lihat: Ma'alim
Ushul: 135].
Keempat.
Dari sisi Al-Bayan (penjelasan).
باعتبار البيان فإن السنة مبينة لما أجمل
في القرآن، وهي مخصصة لعمومه، مقيدة لمطلقه، والبيان والخاص والمقيد مقدم على المجمل
والعام والمطلق، إذ العمل بهذه الثلاثة متوقف على تلك.
Apabila
ditinjau dari sisi Al-Bayan (penjelasan), maka As-Sunnah menjelaskan apa-apa
yang global dalam Al-Qur'an. As-Sunnah mengkhususkan yang umum dalam Al-Qur'an.
Dan me-muqayyad-kan yang muthlaq. Al-Bayan, Al-Khash dan Al-Muqayyad lebih
didahulukan dari Al-Mujmal, Al-'Am dan Al-Muthlaq. Karena mengamalkan tiga
bentuk ini (yakni: Al-Mujmal, Al-'Am dan Al-Muthlaq) terhenti oleh tiga yang
itu (yakni: Al-Bayan, Al-Khash dan Al-Muqayyad). [Ma'alim Ushul: 135].
فصح بهذا النظر تقديم السنة على الكتاب،
إلا أن الإمام أحمد كره أن يقال: السنة تقضي على الكتاب، وقال: «ما أجسر على هذا أن
أقول: إن السنة قاضية على الكتاب! إن السنة تفسر الكتاب وتبينه».
Apabila
ditinjau dari sisi ini, maka shahih "pendahuluan As-Sunnah terhadap
Al-Kitab". Hanya saja imam Ahmad tidak menyukai apabila dikatakan:
As-Sunnah memutuskan Al-Qur'an. Beliau mengatakan: "Betapa beraninya
apabila aku mengatakan: sesungguhnya As-Sunnah memutuskan Al-Qur'an!
Sesungguhnya As-Sunnah menafsirkan Al-Kitab dan menjelaskannya". [Lihat: Sunan
Ad-Darimi: 1/145, & Jami' Bayan Al-'Ilmi: 2/191, Al-faqih wal Mutafaqqih:
73, & Ma'alim Ushul: 135].
والمقصود أن الكتاب والسنة متلازمان لا
يفترقان، متفقان لا يختلفان؛ كما قال بعض السلف: "إنما هو الكتاب والسنة، والكتاب
أحوج إلى السنة من السنة إلى الكتاب".
Yang
diinginkan dari hal tersebut yakni: Al-Kitab dan As-Sunnah adalah dua hal yang
saling mengikat dan tidak terpisahkan, saling bersepakat dan tidak berselisih; sebagaimana
sebagian salaf berkata: "sesungguhnya ia adalah Al-Kitab dan As-Sunnah,
dan Al-Kitab lebih membutuhkan terhadap As-Sunnah ketimbang As-Sunnah terhadap
Al-Kitab". [Ma'alim Ushul: 135, & Al-Kifayah Fi 'Ilmi Riwayah: 30].
Wallahu a’lam bish shawab wa baarakallahu fikum.
Ditulis oleh :
Senin -
26 - Dzul Qa'dah - 1437 H / 29 - 08 - 2016 M
0 komentar:
Posting Komentar