KESIMPULAN SEPULUH PERTEMUAN PERTAMA BAGIAN KEDUA
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
PERTEMUAN PERTAMA.
Pembagian Khabar.
Khabar ditinjau
dari sisi "kepada siapakah suatu khabar disandarkan" terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian :
A).
Al-Marfu'. B). Al-Mauquf. C). Al-Maqthu'.
*****
A). Al-Marfu'.
a). Definisi Al-Marfu'.
Al-Marfu' yaitu
:
Sesuatu yang
disandarkan kepada nabi shallallahu 'alahi
wasallam.
b). Pembagian Al-Marfu'.
Al-Marfu'
terbagi menjadi 2 (dua) bagian :
1).
Marfu' Sharih, dan 2). Marfu' Hukmi.
*****
1). Marfu' Sharih yaitu :
Sesuatu yang
disandarkan kepada nabi shallallahu 'alaihi
wasallam semata, baik berupa ucapan, atau perbuatan,
atau taqrir, atau sifat tentang akhlaq, atau sifat
tentang penciptaan (ciri fisik) beliau shallallahu
'alaihi wasallam.
PERTEMUAN KEDUA.
2). Marfu' Hukmi
yaitu :
Sesuatu yang memiliki hukum mudhaf (disandarkan) kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan hal ini (yakni Marfu'
hukmi) ada beberapa bentuk :
Pertama.
Ucapan shahabat
apabila tidak mengandung kemungkinan berasal dari pendapatnya. Dan bukan
sebagai tafsir. Dan pengucapnya bukan seorang yang ma'ruf mengambil dari
israiliyat (berita-berita bani israil _pent).
Seperti: khabar tentang tanda-tanda hari kiamat. Atau tentang keadaan-keadaan
hari kiamat. Atau tentang pembalasan.
Apabila berasal
dari pendapatnya, maka hal tersebut adalah Mauquf.
Dan apabila
sebagai tafsir, maka asalnya ia memiliki hukum tersendiri. Dan tafsir tersebut
adalah Mauquf.
Dan apabila
pengucapnya adalah seorang yang ma'ruf mengambil dari israiliyat, sementara ia
ragu antara apakah khabar tersebut israiliyat atau Hadits secara
Marfu'. Maka khabar tersebut tidak dihukumi sebagai Hadits, karena
terjadinya Syak (keraguan) padanya.
Kedua.
Perbuatan
shahabat apabila tidak mengandung kemungkinan dari pendapatnya.
Ketiga.
Seorang
shahabat menyandarkan sesuatu kepada zaman nabi
shallallahu 'alahi wasallam, walaupun ia tidak menyebutkan bahwa nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mengetahuinya.
Keempat.
Seorang
shahabat mengatakan tentang sesuatu, bahwa hal tersebut termasuk 'sunnah'.
Apabila yang
mengatakan hal tersebut adalah seorang tabi'i, ada yang berpendapat bahwa hal
tersebut adalah Marfu', dan ada yang berpendapat bahwa hal tersebut adalah Mauquf.
Kelima.
Perkataan
shahabat: "أُمِرْنَا" (kami diperintahkan) atau "نُهِيْنَا" (kami dilarang) atau "أُمِرَ النَّاسُ" (orang-orang diperintahkan) dan yang semisalnya.
Keenam.
Seorang
shahabat memberi hukum terhadap sesuatu, bahwa sesuatu tersebut adalah maksiat.
Demikian juga apabila seorang shahabat menghukumi sesuatu, bahwa sesuatu
tersebut adalah keta'atan.
Yang demikian
itu dikarenakan tidaklah sesuatu dihukumi sebagai kemaksiatan atau keta'atan
melainkan dengan adanya nash (keterangan) dari Syari' (pembuat syari'at). Dan tidaklah
seorang shahabat menetapkan hal tersebut melainkan adanya ilmu padanya mengenai
hal tersebut.
Ketujuh.
Perkataan
mereka (yakni tabi'in _pent) dari
shahabat: "memarfu'kan hadits" atau "secara riwayat"
Demikian
juga andaikata mereka (para tabi'in _pent)
mengatakan dari shahabat: "يَأْثُرُ الْحَدِيْثَ" (seorang shahabat menyebutkan suatu
hadits), atau "يَنْمِيْهِ" (seorang shahabat menyampaikan suatu hadits), "يُبَلِّغُ بِهِ" (seorang shahabat menyampaikan suatu
hadits). Dan yang semisalnya.
Sesungguhnya
ibarat-ibarat yang semisal ini memiliki hukum Marfu' secara Sharih. Walaupaun
tidak Sharih penyandarannya kepada nabi
shallallahu 'alaihi wasallam, akan tetapi hal tersebut bisa
terdeteksi.
PERTEMUAN KETIGA.
B). Al-Mauquf. & C).
Al-Maqthu'.
Al-Mauquf yaitu :
Sesuatu yang
disandarkan kepada shahabat dan tidak memiliki ketetapan hukum Marfu'.
Al-Maqthu' yaitu :
Sesuatu yang
disandarkan kepada tabi'i dan yang setelahnya.
PERTEMUAN KEEMPAT.
"Shahabat Nabi"
(Pembahasan
seputar) Shahabat Nabi (yang mencakup) :
A).
Definisi Shahabat Nabi.
B).
Keadaan Shahabat Nabi.
C).
Shahabat Nabi Yang Paling Terakhir Wafat & Faidah Mengetahuinya.
D).
Para Shahabat Yang Banyak Meriwayatkan Hadits.
*****
A). Definisi Shahabat Nabi.
Shahabat Nabi
adalah :
Siapa saja yang
berjumpa nabi shallallahu 'alaihi wasallam atau
melihat beliau dalam keadaan beriman kepada beliau dan meninggal di atas hal
tersebut.
Maka masuk
dalam definisi tersebut di atas: siapa saja yang murtad kemudian kembali kepada
islam.
Dan keluar dari
definisi tersebut di atas: siapa saja yang beriman kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam semasa hidup
beliau dan tidak berjumpa dengan beliau
shallallhu 'alaihi wasallam.
Dan keluar juga
dari definisi tersebut di atas: siapa saja yang murtad dan meninggal di atas
kemurtadannya.
Jumlah para shahabat (pent).
Jumlah shahabat
nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sangat banyak. Dan tidak mungkin memastikan jumlah mereka dengan bilangan
tertentu. Akan tetapi ada yang mengatakan kurang lebih jumlah mereka mencapai 114.000 (seratus empat belas ribu).
B). Keadaan Shahabat Nabi.
Yang diinginkan
dari kalimat "Keadaan Shahabat Nabi" adalah tentang
ketsiqahan mereka dalam menyampaikan khabar-khabar dari nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Para shahabat nabi shallallahu 'alaihi wasallam seluruhnya
adalah "ثِقَاتٌ" (orang-orang yang terpercaya), "ذَوُوْ عَدْلٍ" (orang-orang yang memiliki 'Adalah). Riwayat satu orang
shahabat adalah diterima, walaupun ia majhul. Oleh karenanya para ulama
berkata:
جَهَالَةُ الصَّحَابِيِّ لَا تَضُرُّ
"Majhulnya
shahabat nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tidak bermadharat."
PERTEMUAN KELIMA.
"Shahabat Yang Paling Terakhir Wafat & Faidah
Mengetahuinya"
C). Shahabat Nabi Yang Paling Terakhir Wafat secara muthlaq.
1). 'Amir Ibnu Watsilah Al-Laitsi radhiallahu 'anhu,
beliau wafat di Makkah pada tahun 110 (seratus sepuluh) hijrah nabawiyah.
Beliau adalah shahabat nabi yang paling terakhir wafat di Makkah.
2). Dan shahabat nabi yang paling terakhir wafat
di Madinah adalah: Mahmud Ibnu Rabi' Al-Anshari Al-Khazraji radhiallahu
'anhu. Beliau wafat pada tahun 99
(sembilan puluh sembilan) hijrah nabawiyah.
3). Dan shahabat nabi yang paling terakhir wafat
di negeri Syam kota Damasykus adalah: Watsilah
Ibnul Asqa' Al-Laitsi radhiallahu 'anhu. Beliau wafat pada tahun 86 (delapan puluh enam) hijrah
nabawiyah.
4). Dan shahabat nabi yang paling terakhir wafat
di Himsh adalah: 'Abdullah Ibnu Bisr Al-Mazini radhiallahu 'anhu. Beliau wafat pada tahun 96 (sembilan puluh
enam) hijrah nabawiyah.
5). Dan shahabat nabi yang paling terakhir wafat
di Bashrah adalah: Anas Ibnu Malik Al-Anshari Al-Khazraji radhiallahu
'anhu. Beliau wafat pada tahun 93
(sembilan puluh tiga) hijrah nabawiyah.
6). Dan shahabat nabi yang paling terakhir wafat
di Kufah adalah: 'Abdullah Ibnu Abi Aufa Al-Aslami radhiallahu 'anhu. Beliau wafat pada tahun 87 (delapan puluh
tujuh) hijrah nabawiyah.
7). Dan shahabat nabi yang paling terakhir wafat
di Meshir adalah: 'Abdullah Ibnul Harits Ibnu Jaz Az-Zabidi radhiallahu
'anhu. Beliau wafat pada tahun 89
(delapan puluh sembilan) hijrah nabawiyah.
Faidah
Mengetahui Shahabat Yang Paling Terakhir Wafatnya, ada dua hal:
Pertama.
Siapa yang
wafat setelah batas ini, maka tidak diterima pengakuannya sebagai shahabat
nabi.
Kedua.
Siapa
yang belum mencapai usia tamyiz sebelum batas ini, maka haditsnya dari shahabat
adalah terputus.
PERTMUAN KEENAM.
"Shahabat Nabi Yang Banyak Meriwayatkan Hadits"
D). Shahabat nabi yang banyak meriwayatkan hadits.
Di antara
shahabat nabi yang banyak menyampaikan hadits, dan banyak pengambilan dari
mereka, dan yang haditsnya melebihi seribu, mereka adalah :
1).
Shahabat Abu Hurairah radhiallahu 'anhu.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 5374
(lima ribu tiga ratus tujuh puluh empat) hadits.
2). Shahabat 'Abdullah Ibnu 'Umar
Ibnul Khaththab radhiallahu 'anhuma.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 2630 (dua
ribu enam ratus tiga puluh) hadits.
3). Shahabat
Anas Ibnu Malik radhiallahu 'anhu.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 2286 (dua
ribu dua ratus delapan puluh enam) hadits.
4). Ummul Mukminin 'Aisyah radhiallahu 'anha.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 2210 (dua
ribu dua ratus sepuluh) hadits.
5).
Shahabat 'Abdullah Ibnu 'Abbas radhiallahu
'anhuma.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 1660 (seribu
enam ratus enam puluh) hadits.
6).
Shahabat Jabir Ibnu 'Abdillah radhiallahu
'anhuma.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 1540 (seribu
lima ratus empat puluh) hadits.
7).
Shahabat Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu 'anhu.
Telah
diriwayatkan dari beliau sebanyak 1170 (seribu
seratus tujuh puluh) hadits.
Dan tidak
mengharuskan banyaknya periwayatan hadits dari mereka, kemudian mereka menjadi
periwayat terbanyak dari nabi shallallahu
'alaihi wasallam dibanding shahabat yang lainnya. Karena sesungguhnya
sedikitnya Tahdits (penyampaian hadits) dari seorang shahabat, bisa jadi
dikarenakan :
Wafatnya yang
lebih dahulu. Seperti: shahabat Hamzah
radhiallahu 'anhu, paman nabi
shallallahu 'alaihi wasallam.
Atau
kesibukannya dengan perkara yang lebih penting. Seperti: shahabat 'Utsman Ibnu 'Affan radhiallahu 'anhu.
Atau
kedua-duanya. Seperti: shahabat Abu Bakr
radhiallahu 'anhu. Wafat beliau yang lebih dahulu. Dan kesibukannya
dengan urusan kepemimpinan. Atau selain itu dari berbagai sebab.
PERTEMUAN KETUJUH.
"Al-Mukhadhram"
A).
Definisi Al-Mukhadhram. B). Hukum Hadits
Al-Mukhadhram.
*****
A). Definisi Al-Mukhadhram.
Al-Mukhadhram
yaitu :
Siapa saja yang
beriman kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam
semasa hidup beliau dan tidak berjumpa dengan beliau
shallallahu 'alaihi wasallam.
Para Mukhadhram berada pada Thabaqat (tingkatan)
tersendiri. Antara para Shahabat dan para Tabi'in. Dan ada juga yang
mengatakan: bahkan para Mukhadhram termasuk dalam Thabaqat Kibar Tabi'in.
*****
B). Hukum Hadits Al-Mukhadhram.
Dan
hadits dari seorang Mukhadhram masuk dalam kategori Mursal Tabi'i. Dan Mursal
Tabi'i masuk dalam kategori Munqathi'.
Dan
tentang diterimanya suatu hadits dari seorang Mukhadhram adalah sebagaimana
diterimanya Mursal Tabi'i berupa khilaf (adanya perbedaan pendapat dalam
masalah tersebut _pent)
PERTEMUAN KEDELAPAN.
"At-Tabi'i"
A).
At-Tabi'i yaitu : siapa saja yang berjumpa dengan Shahabat, beriman kepada nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan
meninggal di atas hal tersebut.
B). Dan
jumlah para Tabi'in sangat banyak. Tidak mungkin membatasi bilangan mereka.
Mereka terbagi dalam 3 (tiga) Thabaqat
(tingkatan): Kubra, sughra, dan di antara keduanya (yakni: Wustha _pent).
Tabi'in Thabaqat Kubra adalah:
Siapa saja yang
mayoritas haditsnya dari shahabat. Seperti: Sa'id
Ibnul Muasayyab, 'Urwah Ibnu
Az-Zubair, dan 'Alqamah Ibnu Qais.
Tabi'in Thabaqat Shughra adalah:
Siapa saja yang
mayoritas haditsnya dari Tabi'in. Dan tidak bertemu dengan shahabat kecuali
jumlah yang sedikit. Seperti: Ibrahim An-Nakha'i,
Abi Az-zinad, dan Yahya Ibnu Sa'id.
Tabi'in Thabaqat Wustha adalah:
Siapa saja yang
mayoritas haditsnya dari Shahabat dan dari Kibar Tabi'in. Seperti: Al-Hasan Al-Bashri, Muhammad Ibnu Sirin, Mujahid,
'Ikrimah, Qatadah,
Asy-Sya'bi, Az-Zuhri, 'Atha,
'Umar Ibnu 'Abdil 'Aziz, dan Salim Ibnu 'Abdillah Ibnu 'Umar Ibnul Khaththab.
PERTEMUAN KESEMBILAN.
"Al-Isnad"
A).
Definisi Al-Isnad. B). Pembagian Al-Isnad. C). Sanad Tershahih.
*****
A). Definisi Al-Isnad.
Al-Isnad
dinamakan juga As-Sanad. Ia adalah: para perawi hadits yang menukilkannya
kepada kita.
B). Pembagian Al-Isnad.
Al-Isnad terbagi
menjadi dua bagian: 'Ali (tinggi) dan Nazil (rendah).
*****
Sanad
'Ali yaitu: sebuah sanad yang lebih
cenderung kepada Shahih. Adapun Sanad Nazil
adalah sebaliknya.
Sanad
'Ali ada dua bagian: 'Ali pada sifat dan 'Ali pada jumlah.
1). 'Ali pada shifat yaitu :
Para perawi
dalam satu sanad lebih kuat dari sisi Dhabth dan 'Adalahnya dibanding para
perawi yang berada pada sanad yang lain.
2). 'Ali pada jumlah yaitu:
Jumlah para
perawi dalam satu sanad lebih sedikit dibanding (para perawi yang berada _pent) pada sanad yang lain.
Bahwasannya
sedikitnya jumlah perawi dalam suatu sanad dikatakan sebagai Sanad 'Ali, yang demikian adalah dikarenakan setiap
kali sedikitnya para perantara menunjukan sedikitnya kemungkinan salah. Maka
sedikitnya jumlah adalah lebih dekat kepada Shahih.
*****
Dan adapun Sanad Nazil, dia adalah kebalikan dari Sanad 'Ali. Maka iapun terbagi menjadi dua bagian
: Nazil pada Jumlah dan Nazil pada Jumlah.
1). Nazil pada shifat yaitu :
Para perawi
dalam satu sanad lebih lemah dari sisi Dhabth dan 'Adalahnya dibanding para
perawi yang berada pada sanad yang lain.
2). Nazil pada jumlah yaitu:
Jumlah para
perawi dalam satu sanad lebih banyak dibanding (para perawi yang berada _pent) pada sanad yang lain.
Dan terkadang berkumpul
dua jenis; 'Ali pada shifat dan 'Ali pada jumlah dalam satu sanad. Maka jadilah sanad tersebut 'Ali dari sisi shifat
dan dari sisi jumlah.
Dan
terkadang hanya terdapat salah satunya tidak selainnya. Maka jadilah sanad
tersebut 'Ali pada shifat, Nazil pada jumlah. Atau sebaliknya.
Dan
faidah mengetahui 'Ali dan Nazil adalah: memberi hukum tarjih terhadap Sanad
yang 'Ali tatkala terjadi sebuah ta'arudh (kontradiksi).
PERTEMUAN KESEPULUH.
"Sanad Tershahih"
Yang benar,
bahwasannya suatu sanad tertentu tidak dihukumi sebagai sanad tershahih. Akan
tetapi ia dihukumi dengan hal tersebut dengan menyandarkan kepada shahabat,
atau negeri, atau suatu permasalahan.
Maka dikatakan:
sanad tershahih dari Abu Bakr radhiallahu 'anhu.
Sanad tershahih dari penduduk Hijaz. Sanad tershahih tentang hadits nuzul.
Dan para ulama
telah menyebutkan sanad tershahih dengan menyandarkan kepada shahabat.
Diantaranya adalah:
1). Sanad
tershahih kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu
adalah: Az-Zuhri dari Sa'id Ibnul Musayyab dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu.
2). Sanad
tershahih kepada 'Abdullah Ibnu 'Umar Ibnul
Khaththab radhiallahu 'anhuma adalah: imam Malik dari Nafi'
dari Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma.
3). Sanad
tershahih kepada Anas Ibnu Malik radhiallahu
'anhu adalah: imam Malik
dari Az-Zuhri dari Anas Ibnu Malik radhiallahu 'anhu.
4). Sanad
tershahih kepada Ummul Mukminin 'Aisyah
radhiallahu 'anha adalah: Hisyam Ibnu
'Urwah dari bapaknya dari Ummul
Mukminin 'Aisyah radhiallahu 'anha.
5). Sanad
tershahih kepada 'Abdullah Ibnu 'Abbas
radhiallau 'anhuma adalah: Az-Zuhri
dari 'Ubaidillah Ibnu 'Utbah dari 'Abdullah Ibnu 'Abbas radhiallahu 'anhuma.
6). Sanad
tershahih kepada Jabir Ibnu 'Abdillah
radhiallahu 'anhuma adalah: Sufyan
Ibnu 'Uyainah dari 'Amr Ibnu Dinar
dari Jabir Ibnu 'Abdillah radhiallahu 'anhuma.
*****
Adapun
riwayat 'Amr Ibnu Syu'aib dari
bapaknya (yakni Syu'aib) dari
kakeknya (yakni kakeknya Syu'aib),
beliau adalah shahabat 'Abdullah Ibnu 'Amr Ibnul
'Ash radhiallau 'anhuma. Sebagian ulama berlebihan hingga
menjadikannya sebagai sanad tershahih. Dan sebagian ulama menyanggah bahwa Syu'aib tidak mendapati kakeknya. Sehingga
riwayatnya adalah terputus.
Yang rajih,
riwayat dengan jalur tersebut adalah shahih dan maqbul.
Al-Imam
Al-Bukhari rahimahullah berkata: aku melihat imam Ahmad Ibnu Hambal dan 'Ali Ibnul Madini dan Ishaq Ibnu Rahawaih dan juga Abu 'Ubaid dan mayoritas shahabat-shahabat
kami, mereka berhujjah dengan hadits 'Amr Ibnu
Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya. Tidak ada seorang muslimpun
yang meninggalkannya. Berkata imam Al-Bukhari
rahimahullah: yakni dari kalangan orang-orang setelah mereka.
(Selesai)
Adapun
sanggahannya bagi yang menyatakan bahwa Syu'aib
tidak mendapati kakeknya; pendapat ini adalah MARDUD (tertolak).
Sesungguhnya
telah tsabit (valid), mendengarnya Syu'aib
dari kakek beliau 'Abdullah Ibnu 'Amr Ibnul 'Ash
radhiallau 'anhuma. Maka tidak ada lagi kata terputus.
Berkata
syaikhul islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
Para
imam islam dan jumhur ulama, mereka berargument dengan hadits 'Amr Ibnu Syu'aib apabila penukilan kepadanya
adalah shahih. (Selesai)
Akhukum fillah :
Ahad, 12 - Safar -
1437 H / 25 - 11 - 2015 M
_____________________________
Baca Juga :
--------------------------
8. At-Tabi'i.
9. Al-Isnad.
10. Sanad Tershahih.
0 komentar:
Posting Komentar